51. Babak Belur

2098 Words
Semua orang di keluarga Wiratmaja tahu bahwa Darel bukan lah tipikal seseorang yang sulit untuk dihubungi apa lagi sampai menghilang tiba-tiba tanpa kabar. Ponsel Darel selalu ada di dekatnya selama dua puluh empat jam, dan tidak peduli sesibuk apa pun dia, Darel pasti akan selalu menyempatkan diri untuk memberi kabar kepada orang-orang terdekatnya. Semua telepon selalu dia angkat, semua pesan selalu dia balas. Karena itu, kemampuan komunikasinya yang baik membuat Darel bisa dekat dengan banyak perempuan, sehingga ia terkenal sebagai playboy di kalangan para gadis konglomerat. Mengingat sifat Darel yang seperti itu, tentu saja Melvin tidak bisa untuk tidak langsung khawatir begitu ia mendapat telepon dari Tristan yang menanyakan keberadaan Darel, sebab kakaknya tidak bisa dihubungi dan tidak tahu berada dimana sejak semalam. Oke, mungkin Darel bisa saja sedang wasted di suatu tempat dengan salah satu teman perempuannya. He is a grown up man, after all. Darel pasti bisa menjaga diri. Hanya saja, Darel tidak pernah seperti ini sebelumnya. Bahkan di tengah permainannya dengan perempuan mana pun, jika ada telepon, Darel pasti akan langsung mengangkatnya. Melvin sendiri pernah menelepon di waktu yang tidak tepat itu. Belum lagi, mengingat terror dan serangan yang dialami oleh keluarganya belakangan ini, membuat Melvin otomatis tidak bisa santai sama sekali menanggapi hilangnya Darel. Bukannya ingin berpikir berlebihan, tapi Darel menyandang nama belakang Wiratmaja. Dan tidak menutup kemungkinan, sang pelaku juga mengincar anggota keluarga Wiratmaja yang lain. Bersama Abby, Melvin pun pergi ke tempat Tristan berada. Di perjalanan, ia juga mengabari Lea dan menjelaskan apa yang terjadi, dan meminta anggota Kahraman untuk mencari keberadaan Darel meski pun Melvin sendiri belum merasa pasti dengan apa yang terjadi. "Aku tau semuanya jadi messed up banget sekarang, tapi di rumah Om Marcus nanti, aku nggak mau kamu bilang apa pun ke mereka tentang kecurigaan kamu terhadap Savero. You know how they hate him. Dan kalau sampai mereka dengar apa yang aku dengar tadi, Savero pasti akan langsung disalahin atas hilangnya Darel ini." Melvin hanya mampu menganggukkan kepala saja menanggapi apa yang disampaikan oleh Abby padanya dalam perjalanan mereka. Dalam hati Melvin setuju dengan apa yang dikatakan oleh adiknya. Untuk sekarang, akan lebih baik jika hanya mereka saja yang tahu mengenai kecurigaan terhadap Savero, juga masalah yang terjadi terhadap keluarga mereka. Setidaknya, sampai semua bukti sudah terkumpul dan mengarah ke satu orang pelaku. Karena jika keluarga Darel sampai tahu soal Savero, mereka pasti akan marah besar mengingat bagaimana selama ini Savero tidak pernah disukai oleh anggota keluarga Wiratmaja yang lain. Sesampainya mereka di rumah keluarga Darel, tepatnya di rumah Marcus Wiratmaja, semua anggota mereka berkumpul di ruang tengah. Tristan dan Adsel, adik-adik Darel sedang sibuk menelepon orang-orang yang sekiranya tahu keberadaan Darel. Namun, dari ekspresi yang terlihat di wajah mereka, sepertinya orang-orang yang ditelepon itu tidak tahu dimana keberadaan Darel. "What happened? Gimana bisa Darel hilang nggak ada kabar?" Melvin yang ikut khawatir pun bahkan tidak terpikir lagi untuk menyapa terlebih dahulu ketika ia sampai. Ia langsung mendekat ke Tristan, sementara Abby mendekat ke Marcus Wiratmaja dan istrinya yang kini terlihat begitu tegang dan khawatir karena hilangnya Darel secara tiba-tiba. Tristan terlebih dahulu mengakhiri teleponnya dengan salah satu teman Darel sebelum ia menjelaskan pada Melvin. "Terakhir kita semua ketemu Darel itu kemarin siang, karena emang kita semua makan siang sama-sama di sini. Pas malemnya, Mama nelepon Darel tapi nggak diangkat, gitu juga dikirimin pesan nggak ada yang dibales. Kita pikir dia cuma sibuk party aja, karena lo tau sendiri kan dia gimana. Tadi pagi gue samperin ke apartemen dia, tapi dia nggak ada. Padahal, semua mobilnya ada di parkiran. Dan sampai sekarang, Darel nggak bisa dihubungin. Bahkan, nomornya udah nggak aktif lagi," jelas Tristan. "Darel tidak pernah seperti ini sebelumnya, Melvin. Dia selalu mudah untuk dihubungi dan selalu bilang juga mau kemana-mana, makanya kami khawatir sekali, walau hilangnya Darel belum dua puluh empat jam." Marcus menambahkan. Omnya itu terlihat begitu khawatir dan frustasi sekarang. Jelas saja, Darel adalah anak sulungnya, penerusnya. Terlepas dari kelakuan Darel yang kerap membuat orang tuanya sakit kepala, ia tetap putra sulung yang paling bisa diandalkan oleh keluarganya. Dan jelas sekali bahwa Darel adalah anak kesayangan orang tuanya. Maka wajar saja jika mereka sekhawatir sekarang, meski pun Darel adalah pria dewasa dan ia bahkan belum genap sehari menghilang. "Aku ngerti, Om." Melvin mengangguk paham, lalu beralih lagi pada Tristan. "Lo udah telepon orang-orang yang sekiranya tau dia ada di mana?" "Udah, mulai dari semua pacarnya, teman-temannya, bahkan gue juga langsung datangin tempat-temapat yang bisa dia datangi waktu tau dia nggak ada di apartemen. Tapi nihil, Darel nggak ada dimana-mana." "Tapi dia sempat pulang ke apartemennya?" "Dia bilang memang mau pulang sebelum pergi lagi. Mau party katanya, tapi dia nggak bilang kemana dan sama siapa. Dan nggak biasanya juga dia nggak pergi tanpa bawa mobil sendiri." "Lo udah cek CCTV apartemennya?" Tristan menggelengkan kepala. "Gue nggak kepikiran, Melv. Gue langsung sibuk nyariin dia dan ngehubungin orang-orang begitu liat dia nggak ada di apartemen." "Oke. Biar gue suruh orang-orang gue aja untuk ngecek CCTV di apartemennya Darel, siapa tau kelihatan dia pergi sama siapa." "Thank you." "Terima kasih banyak, Melvin." Orang tua Darel ikut berterima kasih pada Melvin. Dan Melvin pun tersenyum menenangkan mereka. "Om sama Tante tenang aja, Darel pasti ketemu dan nggak akan kenapa-napa kok." Orang tua Darel hanya menganggukkan kepala. Dari raut wajah mereka yang begitu muram sekarang, terlihat sekali bahwa mereka ingin percaya dengan kata-kata Melvin itu. Namun, kekhawatiran mereka membuatnya sulit untuk percaya itu. *** Setelah pembicaraannya dengan Tristan, Melvin menjauh dari mereka untuk menghubungi Kahraman. Tidak tanggung-tanggung, Melvin menghubungi Selatan langsung dan memintanya untuk memeriksa rekaman CCTV yang ada di gedung apartemen Darel. Walau sepertinya tidak terlalu senang mendapat telepon dari Melvin, Selatan tetap mengiakan permintaanya dan bergerak cepat untuk melakukan apa yang Melvin suruh. Sementara itu, Adsel bersama beberapa orang suruhan dari keluarga mereka kembali bergerak untuk mencari Darel di tempat-tempat lain yang mungkin didatangi oleh Darel, Tristan masih sibuk menghubungi beberapa orang, sementara Abby menenangkan om dan tantenya yang semakin khawatir terhadap Darel yang hingga detik ini masih tidak bisa dihubungi juga. Marcus bahkan sempat bersikeras untuk melapor ke polisi atas hilangnya Darel, namun Abby meyakinkan beliau bahwa mereka tidak bisa melapor sekarang karena Darel yang belum menghilang lebih dari dua puluh empat jam. Mayana pun datang tidak lama kemudian untuk ikut menenangkan dan memberikan moral support kepada adik iparnya.  Dibandingkan dengan keluarga Darel, rasanya Melvin jauh lebih panik lagi. Di saat mereka tidak tahu apa-apa dan hanya khawatir karena tidak biasanya Darel menghilang tanpa kabar, Melvin justru takut jika hilangnya Darel ini berhubungan dengan Noir. Sejak terror demi terror dialami keluarganya, Melvin sama sekali tidak terpikir kalau keluarga besarnya bisa saja dijadikan target. Ia bahkan bersikap was-was dan sangat hati-hati, seperti yang disarankan oleh Lea dan ayah mertuanya. Sebab mereka bilang, pelakunya bisa siapa saja, dan Melvin percaya itu. Karena itu, Melvin pun hanya fokus pada keselamatan keluarga intinya saja, dan tidak terpikir bahwa anggota keluarga Wiratmaja yang lain bisa saja jadi target. Jika memang hilangnya Darel ini ada sangkut pautnya dengan Noir, maka Melvin akan sangat merasa bersalah karena tidak memberikan perlindungan khusus terhadap Darel dan yang lain di saat ia sendiri tahu bahwa ada yang sedang menginginkan keluarga mereka hancur di luar sana. Akhirnya, di saat yang lain masih berkumpul di ruang tengah rumah ini, Melvin memilih untuk menyepi sendirian di ruang makan selagi menunggu kabar dari Selatan, mau pun anggota Kahraman yang lain. Tatapan Melvin tidak bisa berhenti tertuju pada ponselnya karena tidak sabar menunggu kabar datang. Beberapa kali ia mencoba menghubungi Lea, tapi sepertinya perempuan itu sedang sibuk sehingga telepon Melvin berujung tidak angkat. Melvin tidak tahu apakah Lea sibuk dengan urusan hilangnya Darel ini, atau justru masih sibuk dengan urusannya dan Letta yang entah apa. Melvin pun bingung apakah ia harus memberitahu Savero soal hilangnya Darel ini. Kalau pun Savero diberitahu, Melvin rasa ia tidak akan mau datang ke sini mengingat buruknya hubungan antara Savero dan keluarga Darel. Tapi, sepertinya Abby sudah mengabari Savero soal ini. Sebab Savero sendiri tidak bertanya kenapa Melvin belum kembali, padahal jam makan siang kantor mereka sudah selesai sejak setengah jam yang lalu. Too bad, lagi-lagi hari ini Melvin harus kembali mangkir dari kantor untuk mengurusi masalahnya yang tak kunjung selesai dan terus bertambah. Sekitar lima belas menit berlalu setelah Melvin menelepon Selatan, sebuah telepon masuk ke ponsel Melvin. Dari Lea. "Halo? Gima--" Belum juga Melvin sempat menyelesaikan pertanyaannya, Lea sudah terlebih dahulu berujar, "Ini kayaknya ulah Noir juga." Rasanya jantung Melvin langsung berdetak dua kali lebih cepat usai mendengar itu. "Kamu serius?" "Iya, Melvin. Kita udah dapat rekaman CCTV di parkiran gedung apartemen Darel, persis di lantai tempat dia parkir seperti yang kamu bilang. Dan kemarin sore, waktu Darel baru aja turun dari mobil, dia ditangkap oleh beberapa orang bertopeng persis seperti yang nyerang kita waktu itu. Mereka mukul Darel dan ngebius dia sampai nggak sadarkan diri, terus bawa Darel pergi. Aku udah suruh anggota yang punya rekaman video CCTV-nya untuk kirim ke kamu. Dan sekarang kita lagi coba nge-track mobil yang bawa kabur Darel." Melvin tertegun. Tidak tahu harus merespon seperti apa karena dugaannya tentang hilangnya Darel yang berhubungan dengan Noir ternyata benar. Dan Darel sudah dibawa oleh mereka sejak kemarin sore. Entah apa yang sudah terjadi pada sepupunya itu sekarang. Membayangkan berbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi pun membuat perut Melvin bergejolak dengan rasa tidak nyaman, serta sesak di dadanya karena rasa panik dan takut. "Sekarang kita lagi bergerak cepat untuk bisa nemuin Darel secepatnya. Don't worry, okay? Darel pasti ketemu." Iya, Melvin yakin Darel pasti akan ketemu, masalahnya... "Darel...masih hidup, kan?" Ada jeda selama beberapa detik setelah Melvin menanyakan itu, sebab Lea tidak langsung menjawab. Alasannya jelas, Lea ragu harus memberi Melvin jawaban seperti apa, karena tidak ada jaminan jika jawaban yang diberikannya adalah apa yang akan terjadi nanti. Akhirnya, hembusan napas Lea terdengar. "Aku nggak tau. Tapi semoga Darel baik-baik aja." Tubuh Melvin rasanya lemas bukan main memikirkan kemungkinan kondisi Darel yang kini fifty-fifty. Ia bahkan tidak sanggup lagi untuk berpamitan pada Lea sebelum telepon mereka berakhir karena Lea sibuk membantu anggota Kahraman yang lain. Butuh waktu beberapa menit bagi Melvin hingga akhirnya merasa siap untuk melihat rekaman CCTV yang dikatakan oleh Lea. Begitu Melvin memeriksa notifikasi di ponselnya, sudah ada dua pesan masuk dari nomor asing yang sama-sama mengirimkan sebuah video. Melvin terlebih dahulu membuka pesan dari notifikasi paling atas dan langsung memutar video tersebut. Video itu adalah rekaman CCTV yang dikatakan oleh Lea. Lea sama sekali tidak bohong bahwa Darel diserang oleh beberapa pria bertopeng begitu ia baru keluar dari mobilnya di parkiran yang sepi. Karena kalah jumlah, Darel sama sekali tidak bisa melawan ketika ia dipukul, lalu dibius, kemudian dibawa pergi menggunakan sebuah mobil yang langsung datang setelah Darel tidak sadarkan diri. Dari cara kerja para penjahat itu yang sama persis dengan penjahat-penjahat sebelumnya, Melvin pun yakin jika memang mereka berasal dari Noir. Polanya pun sama, selalu menyerang di tempat yang sepi, dan penyerangnya adalah pria bertopeng. Perasaan tidak nyaman Melvin pun kian bergejolak, namun ia masih memaksakan diri untuk melihat video yang dikirimkan oleh nomor asing satu lagi, berpikir jika video itu berasal dari anggota Kahraman yang lain, yang mungkin saja menampilkan rekaman CCTV dari angle yang berbeda. Thumbnail dari video itu hanya berupa layar hitam sehingga Melvin tidak bisa menebak apa isi videonya. Namun, ia sama sekali tidak merasa curiga ketika memutar video tersebut. Apa yang akhirnya Melvin lihat dalam video itu, sukses membuatnya mematung dengan sangat tegang, menonton video dari awal hingga selesai. Meski masih ada Darel terlihat di sana, namun video itu bukan lah potongan rekaman CCTV seperti yang diduga oleh Melvin. Dalam video yang durasinya tidak sampai satu menit itu, Melvin melihat Darel yang duduk terikat di sebuah kursi, dan dua orang bertopeng memukulinya secara bergantian di berbagai tempat. Lalu, kamera menyorot kondisi Darel yang wajahnya sudah babak belur. Kedua pelipisnya bengkak dan memar keunguan, sudut bibirnya sobek, hidungnya berdarah, dan tulang pipinya pun dihiasi oleh banyak memar-memar karena pukulan bertubi-tubi yang didapatnya. Bahkan kemeja yang dikenakan oleh Darel pun sudah dihiasi oleh darah.  Setelah video itu selesai diputar, ponsel yang ada di genggaman Melvin pun terlepas dan jatuh menghantam meja. Saat itu Melvin tidak sadar kalau Tristan menghampirinya, dan berdiri di belakangnya sehingga bisa melihat apa yang ada di layar ponsel Melvin. Tanpa bisa Melvin cegah, Tristan sudah terlebih dahulu mengambil ponsel Melvin yang ada di atas meja, memutar kembali video tersebut, dan terkejut bukan main begitu ia sudah bisa melihat dengan jelas bahwa kakaknya lah yang babak belur dalam video itu. "Tristan..." Begitu Tristan mendongak untuk memandang Melvin, sepasang matanya sudah berkilat marah. "Kenapa lo punya video ini?! Lo apain kakak gue?!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD