21. Not Your Business

1754 Words
Sejenak, Melvin tidak tahu harus bereaksi seperti apa setelah mendengar apa yang dibicarakan oleh Lea dan Selatan di lorong toilet itu. Ada kebingungan dan kecurigaan yang dirasakan oleh Melvin, terutama terhadap apa yang dikatakan oleh Lea. Apa maksudnya dengan tugas mereka yang akan dimulai berbarengan dengan pelantikan Melvin? Seharusnya, Melvin bisa saja langsung mengonfrontasi mereka saat itu juga untuk menanyakan semuanya. Ada banyak alasan yang bisa digunakannya untuk melakukan itu. Pertama, karena semua kata-kata mecurigakan yang diucapkan oleh Lea. Dan yang kedua, ia bisa saja mengonfrontasi dengan alasan tidak senang melihat istrinya berduaan dengan sang mantan pacar. Namun dibanding dengan mengonfrontasi langsung mereka, Melvin justru memilih mengendap pergi dari sana sebelum dua orang itu sadar dengan kehadirannya. Ia tidak ingin membuat drama atau kekacauan di saat acara pelantikan yang sangat penting ini akan berlangsung sebentar lagi. Dan kalaupun ia menanyakan langsung pada mereka apa maksud pembicaraan mereka itu, ada seribu satu alasan yang bisa mereka gunakna untuk berkilah dan tidak mengatakan yang sebenarnya. Karena itu percuma, dan akan buang-buang waktu saja. Melvin masih harus mengumpulkan bukti jika ingin menuduh mereka dengan sesuatu. Dan selain mendengar pembicaraan lain, Melvin tidak punya bukti lain jika ada sesuatu yang disembunyikan oleh mereka berdua, termasuk oleh keluarga Sadajiwa. Lea sendiri bilang bahwa apapun itu tugasnya bersama Selatan, dan mungkin juga para anggota lain yang dibawa oleh keluarga Sadajiwa, akan dimulai berbarengan dengan kelangsungan pelantikan Melvin. Karena itu, Melvin mengekspektasikan sesuatu terjadi pada hari pelantikannya. Dan tentu saja, yang Melvin ekspektasikan bukan lah sesuatu yang baik. Ia justru mengekspektasikan sebuah kekacauan. Entah apa, tapi mungkin saja sesuatu yang bisa membatalkan pelantikannya. Namun, hingga Melvin telah diresmikan sebagai CEO baru dari perusahaan Rangkai Bumi, tidak ada apapun yang terjadi. Riuh tepuk tangan justru memenuhi aula, bersukacita atas status baru yang diemban oleh Melvin. Di tengah riuh tepuk tangan itu, Melvin justru tidak merasa bahagia sama sekali. Senyuman lebar ia tunjukkan pada semuanya hanya lah sebuah senyuman palsu yang ditujukan untuk memuaskan mereka. Dengan status baru yang diembannya ini, Melvin justru merasa seolah sebuah beban besar baru saja ditaruh di pundaknya. Firasatnya mengatakan, akan banyak kesulitan dan hal buruk yang akan dilaluinya nanti, karena status ini. Entah apa itu, tapi... Pandangan Melvin secara bergantian tertuju pada semua anggota keluarga Sadajiwa yang hari ini menghadiri acara pelantikannya. Mulai dari istrinya, mertuanya, para saudara iparnya, hingga Selatan, dan antek-antek mereka yang selalu berpakaian serba hitam itu. ...dan Melvin pun yakin, apapun kesulitan serta hal buruk yang akan dihadapinya nanti, ada keluarga Sadajiwa yang pasti akan terlibat. *** Usai pelantikan, acara langsung dilanjut dengan jamuan makan siang untuk para tamu yang hadir. Meski jamuan ini hanya dilakukan di kantor, namun bukan berarti keluarga Wiratmaja tidak bisa ekstra dalam menjamu tamu-tamunya. Makanan dan minuman mahal telah disiapkan dan disusun dengan sedemikian rupa hingga tetap memberi kesan mewah dan berkelas. Ikan salmon, daging wagyu dengan grade tinggi, hati angsa, serta caviar, sudah menjadi menu jamuan yang biasa bagi kaum elite seperti keluarga Melvin. Tentu saja, siang ini Melvin menjadi bintang utamanya karena status baru yang dia miliki. Sejak tadi, ia tidak berhenti berkeliling untuk bicara dengan dewan direksi serta petinggi-petinggi perusahaan yang memang ingin mengobrol dengannya untuk membahas ringan masalah perusahaan dan rencana-rencana yang nantinya akan Melvin realisasikan untuk perusahaan mereka. Dan tentu saja, Melvin juga menghampiri keluarga besar Wiratmaja yang hari ini turut datang menghadiri momen penting dalam keluarga mereka ini. Kali ini, yang datang lengkap. Arthur Wiratmaja sendiri merupakan anak tertua dari tiga bersaudara. Ia memiliki dua orang adik, yaitu Hanna Wiratmaja dan Marcus Wiratmaja. Arthur paling dekat dengan adik bungsunya, yaitu Marcus. Sementara hubungan mereka dengan Hanna tidak bisa dibilang terlalu dekat karena Hanna yang dari dulu kerap membuat masalah. Savero sendiri merupakan anak dari Hanna Wiratmaja, namun bukan dari suami sahnya. Sedari dulu, Hanna memang terkenal kerap berselingkuh. Dari suami sahnya pun, Hanna hanya memiliki satu orang anak, yaitu Larissa. Dan itu lah alasan mengapapa keluarga Melvin yang lain tidak suka dengan Savero. Hadirnya bagai aib karena lahir dari hubungan terlarang ibunya. Biasanya, keluarga Hanna Wiratmaja jarang hadir di pertemuan keluarga mereka, terlebih lagi Larissa yang memang memilih tinggal di New York sejak sekian tahun lalu. Bahkan, ketika Melvin menikah kemarin pun, Hanna dan Larissa tidak datang. Tapi hari ini, mereka semua hadir secara lengkap. Melvin pun membawa Lea ikut serta untuk menyapa mereka, berhubung Lea sendiri memang belum bertemu dengan keluarga Melvin yang ini. "Hey, Melvin, congratulations." Melvin tersenyum ketika Hanna dan Larissa memberinya selamat dan memeluknya secara bergantian. Lalu, ia juga menyalami Arnold, suami dari Hanna. "Thank you for coming ya," ujar Melvin. "Especially you, Larissa, yang udah jauh-jauh datang ke sini." Larissa ikut tersenyum. "Yah, anggap aja ini sebagai penebusan karena kemarin aku nggak datang ke pernikahan kamu." Lalu, pandangannya pun beralih ke Lea yang ada di gandengan Melvin sekarang. "So, the young lady here is your wife? Azalea Sadajiwa?" "Oh, just call me Lea," ujar Lea. Ia pun langsung maju untuk memeluk Larissa sebagai sapaan hangat, serta melakukan hal yang sama kepada Hanna Wiratmaja. Sementara pada suaminya yang tidak bicara, Lea hanya tersenyum dan menjabat tangannya. "Senang akhirnya bisa ketemu sama kalian semua. Melvin udah sering ceritain tentang kalian ke aku." Hanna tertawa. "Semoga yang diceritain Melvin ke kamu bukan yang buruk-buruknya aja tentang keluarga kami ya." "Oh of course not." Larissa mengedikkan bahu. "Kalau pun iya juga nggak apa-apa sih, kenyataannya memang begitu. Keluarga kita jauh dari kata sempurna." "Jangan bilang begitu lah, Rissa," tukas Melvin. "Lagian, di dunia ini memang nggak ada keluarga yang sempurna kok." Larissa nyengir dan menepuk pelan bahu Melvin. "Chill. Aku cuma bicara fakta aja kok, bukan berarti sedih, minta dikasihani, or whatevs." "Yah, begini lah kami, Lea. Maklumin aja kalau anggota keluarga yang lain talk s**t about us." Hanna bicara pada Lea sembari merangkulnya. "Kenyataannya memang keluarga kami nggak sempurna, dan sering dicap banyak masalah. Tapi yang terpenting, kami semua bahagia dengan cara masing-masing." Lea tersenyum dan mengangguk setuju. "Iya, Tante. Kebahagiaan itu memang yang paling penting." Lalu, Hanna kembali beralih pada Melvin. "Oh ya, Melvin, please tell Savero to meet me. Sejak dia balik ke Indonesia, dia sama sekali belum nemuin Tante sama sekali. Bahkan sekarang pun, di saat kami udah berada di tempat yang sama, dia juga masih nggak mau juga nemuin keluarganya sendiri." "Of course he doesn't want to meet you, Mami," celetuk Larissa sembari tertawa geli. "Siapa juga yang mau ketemu ibu yang udah buang dia dan nggak pernah anggap dia ada selama ini? Doesn't make sense." "Larissa." "What? I'm telling the truth." Melvin langsung tersenyum tidak enak dan cepat-cepat berujar. "Tante tenang aja, aku bakal make sure Savero ketemu sama Tante secepatnya." "Oh, thank you, Melvin. I can always count on you." Melvin mengangguk saja. "Yah, lebih baik kalian semua pergi dari sini deh, soalnya udah ada yang mulai ngeliatin nggak suka. Pasti deh kalian nanti dibilang harus hati-hati sama Tante, karena takut Tante dan keluarga Tante ngasih pengaruh buruk buat kalian." Melvin mengerti apa maksud perkataan tantenya itu, terlebih lagi tatapan wanita itu kini tertuju pada meja yang ditempati oleh Marcus Wiratmaja dan keluarganya. Well, sedari dulu hubungan mereka memang tidak pernah baik. "Sekali lagi, senang bertemu sama kamu Lea." Hanna kembali memeluk Lea, bahkan mencium pipinya. "Kamu serasi banget sama Melvin." Lea tertawa. "Aku juga senang karena bisa ketemu Tante Hanna. And thank you so much too." Ganti Larissa yang tersenyum dan memeluk Lea, kemudian ia beralih lagi untuk memandang Melvin. "Jaga baik-baik loh istri kamu, jangan sampai selingkuh. Sekali aja ada yang selingkuh di antara kalian, semuanya bakal jadi f****d up." "Larissa." "Oh, shut up Mami. Again, I'm only telling the truth." Sekali lagi, Melvin hanya bisa tersenyum tidak enak pada mereka semua, kemudian berpamitan untuk membawa Lea pergi dari sana. Keluarga Tante Hanna bukan lah keluarga favorit Melvin, kecuali Savero. Sebab Melvin sendiri tahu betapa hancurnya keluarga mereka itu. Karenanya, ia tidak pernah benar-benar merasa nyaman berada di dekat mereka, meski bukan berarti ia membenci mereka juga. Sebisa mungkin, Melvin selalu menjaga hubungan baik dengan semua anggota keluarganya, karena begitu lah pesan yang selalu disampaikan oleh orang tuanya. Lea masih berada di gandengan Melvin ketika mereka berjalan menjauh dari keluarga Hanna Wiratmaja. Melvin menoleh ketika didengarnya Lea tertawa. Tidak bohong, Melvin selalu merasa sebal setiap kali mendengar Lea tertawa. Ditambah lagi, rasa sebalnya sekarang bertambah dua kali lipat karena kejadian yang disaksikannya tadi. "Aku suka sama Tante Hanna dan Larissa." "What?" "Dari semua keluarga kamu, aku paling suka mereka. Karena aku rasa, mereka yang paling tulus." Melvin sungguh tidak mengerti dengan jalan pikiran Lea. Bagaimana bisa ia bicara begitu? Berkata paling menyukai anggota keluarga Melvin yang justru paling berantakan. Satu hal yang bisa Melvin pikirkan, mungkin Lea merasa begitu, karena ia sama berantakannya dengan mereka. Bukannya ingin menjelekkan anggota keluarga sendiri, tapi katanya, orang-orang memang cenderung akan tertarik dengan orang lain yang mirip dengan mereka. Dan mungkin, seperti itulah yang terjadi. Melvin pun tidak tahan untuk tertawa sinis. "Aku ngerti," ujarnya. Kening Lea berkerut bingung. "Ngerti apa?" "Kenapa kamu bisa suka sama keluarga Tante Hanna." "Emangnya kenapa?" "Kemungkinan besar karena kamu nggak jauh beda sama mereka." "Excuse me?" "Lucu kalau kamu bilang mereka itu keluargaku yang paling tulus, di saat jelas-jelas Tante Hanna itu tukang selingkuh, sementara di New York sana, kerjaan Larissa cuma hura-hura dan sering ikut s*x party. Itu yang kamu bilang tulus? Kenapa? Apa kamu juga bakal selingkuh sama kayak mereka? Sama Selatan, mungkin?" Dari air muka Lea, Melvin tahu kalau istrinya itu begitu tersinggung dengan yang Melvin bisikkan padanya barusan. Namun, ia berusaha untuk menutupinya karena mereka sedang berada di tempat yang ramai. Melvin pun lanjut bicara lagi, "Aku liat kamu sama dia di lorong toilet, sebelum acara pelantikan tadi. Aku dengar apa yang kamu bilang ke dia, dan sebaiknya kamu jelasin ke aku semuanya begitu kita pulang nanti." Lea tidak terlihat terkejut, atau kalaupun terkejut, ia tidak menunjukkannya dengan jelas. Perempuan itu tersenyum miring. "Lucu kamu. Mau aku sama Selatan atau siapa pun, kamu nggak bisa bilang aku selingkuh, karena kita sepakat untuk ngelakuin open marriage, kan? Lupa ya?" Ujarnya. Lalu, ia berjinjit agar bisa berbisik tepat di telinga Melvin. "Satu lagi, tolong jangan lupa kalau kita udah janji untuk nggak mengusik privasi satu sama lain. Jadi, apapun yang aku bicarain ke Selatan tadi, it's not your business, baby. Dan tolong, jangan ingkarin janji kamu sendiri." Lea pun memberi satu kecupan di pipi Melvin, membuat mereka terlihat seperti pasangan suami-istri yang baru saja flirting. Di saat sebenarnya, mereka baru saja memulai sebuah perang yang tidak diketahui oleh orang lain.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD