22. Tanpa Topeng

2162 Words
Melvin masih tidak tahu apa maksud pembicaraan Lea dan Selatan di hari pelantikannya tempo hari. Ia tidak bertanya lebih lanjut pada Lea karena memang perempuan itu mengingatkan Melvin mengenai batasan yang sudah mereka sepakati antara hubungan mereka. Melvin tentu tidak mau dicap sebagai seseorang yang tidak bisa menepati janjinya sendiri, di saat dia sendiri lah yang mengajak Lea untuk membuat kesepakatan dan batasan dalam hubungan pernikahan mereka ini. Berhubung memang tidak terjadi apapun pada hari pelantikannya kemarin, maka Melvin masih memilih tutup mulut. Tapi, bukan berarti ia hanya diam dan tidak melakukan apapun sama sekali. Perintahnya pada Savero masih tetap berjalan. Ia menyuruh tangan kanannya itu untuk menyelidiki mengapa ada banyak orang-orang dari keluarga Sadajiwa yang datang di hari pelantikannya. Dan Savero pun menjalankan tugasnya dengan baik, berusaha untuk mencari tahu informasi yang diinginkan oleh Melvin. Selama beberapa hari berusaha mengorek informasi tersebut, siang ini Savero mendatangi Melvin di kantor dengan informasi baru yang sudah dikantonginya. Di meja kerjanya, Melvin tengah sibuk di depan layar iMac ketika Savero datang menghampirinya. Ia yang semula memakai kacamata anti radiasi pun melepas kacamata tersebut, serta meninggalkan sejenak pekerjaan di layar komputernya, hanya untuk memberikan fokus penuh pada Savero.  "Gimana? Udah dapet info baru?" Melvin menanyakan itu, bahkan di saat Savero sendiri belum sempat untuk menarik kursi dan duduk di depan meja kerja Melvin yang kini sudah terdapat sebuah plakat emas dengan tinta hitam yang bertuliskan 'Melvin J. Wiratmaja - Chief Executive Officer'. Savero terlebih dahulu menarik kursi di depan Melvin dan duduk di hadapan sang atasan sekaligus sepupunya itu. Ia terlebih dahulu menghembuskan napas, kemudian memberikan Melvin sebuah map plastik bening berisi beberapa dokumen yang dibawanya. "Well, iya...gue udah dapet info baru, dan udah tau juga kenapa orang-orang dari keluarga Sadajiwa kemarin bisa rame banget dateng ke hari pelantikan lo." Melvin menerima map yang diberikan oleh Savero, lalu membukanya. Sebelum ia membaca isi dokumen di dalam sana, ia terlebih dahulu meminta Savero untuk menjelaskan semuanya. "Enlighten me," ujarnya. Savero mengangguk. "Jadi, gue udah coba korek informasi dari divisi keamanan di sini dan tanya langsung ke mereka kenapa kemarin ada orang-orang tambahan, di saat divisi keamanan kita sendiri punya orang-orang yang lebih dari cukup." Savero memulai penjelasannya. "Awalnya mereka nggak mau kasih tau dengan berdalih nggak tau apa-apa, terlebih begitu mereka tau kalau lo yang mau informasi ini. Akhirnya ya, gue cari orang yang bisa buka mulut dengan duit. Dan dia bilang kalau-kalau orang itu kemarin bisa ikut jadi anggota keamanan karena bokap lo sendiri yang izinin mereka, karena direkomendasiin oleh mertua lo. Katanya sih, for extra protection." Kening Melvin berkerut. "Jadi, mereka semua datang ke sini karena mertua gue yang mendatangkan mereka, terus bokap gue setuju? Bukan bokap gue yang sengaja minta mereka dari mertua gue?" Savero mengangguk. "Dan terus lo bilang, buat extra protection? Seriously? Emangnya bakal ada apa sih di sebuah acara pelantikan? Ada yang mau bunuh gue gitu? Gue rasa pembunuh mana pun nggak akan sebodoh itu untuk bisa bunuh gue di tempat serame itu. Mau nggak ada mereka pun, pihak keamanan kita udah lebih dari cukup." "Gue nggak tau sih maksud extra protection ini tuh gimana. Mereka juga nggak tau karena memang nggak dijelasin apa tentang ini. The informan only said, akhir-akhir ini bokap lo kayak parnoan gitu. Makanya, dia setuju aja waktu mertua lo nawarin orang-orang dia buat ikut ngejaga kemarin. Dan dari kabar yang gue dengar juga, pelantikan lo dipercepat karena bokap lo yang ngerasa parnoan itu." "What? Parnoan kenapa?" "No one knows about that. Ada baiknya lo tanya sendiri langsung tentang hal itu." Bohong kalau Melvin bilang dia tidak terkejut dan langsung kepikiran. Apa yang disampaikan oleh Savero, jelas semakin menambah kepercayaan Melvin bahwa ayahnya memang tengah menyembunyikan sesuatu. Sebab sebagai seorang anggota keluarga Wiratmaja, Melvin selalu diajarkan untuk menjadi berani, dan ia pun tahu kalau ayahnya juga merupakan seseorang yang pemberani dan tidak mudah takut akan banyak hal. Agak sulit bagi Melvin untuk percaya bahwa ada yang membuat ayahnya takut akan sesuatu saat ini. Namun, ia juga jadi bertanya-tanya, apa hal itu? Apa yang bisa membuat seorang Arthur Wiratmaja takut, di saat ia sendiri mempunyai power dan koneksi untuk membereskan banyak hal? "Dan ada sesuatu lagi yang harus lo tau." Melvin mengerjap, lamunannya pun terpecah karena Savero yang kembali bicara. Ia pun mendongak untuk menatap Savero lagi. "Apa?" "Tentang usaha lain yang dimiliki oleh keluarga Sadajiwa, dan sangat nggak banyak orang yang tau tentang ini. Kecurigaan lo ternyata benar, Melv, mereka nggak cuma punya perusahaan teh dan kopi." Rasanya, Melvin baru saja melihat sebuah titik terang, setelah selama ini dirinya telah menghadapi jalan buntu. Ia kian memerhatikan Savero dengan penuh minat seraya Savero menjelaskan semuanya. "Ternyata, mereka juga punya perusahaan jasa keamanan. Dan orang-orang yang datang kemarin itu, bukan orang-orang kemanan dari SA Group kayak yang kita kira, tapi justru dari perusahaan keamanan ini." Savero mengedikkan dahunya pada map yang ada di tangan Melvin, namun belum sempat dibukanya. "Lo bisa liat di dokumen yang gue kasih."  Melvin pun mengambil dokumen dari map yang sudah dibukanya, dan membaca isi dari dokumen tersebut. Ternyata, dokumen tersebut berisikan sebuah profil perusahaan jasa keamanan bernama The K Royal Security. Perusahaan tersebut memang bukan merupakan perusahaan besar yang terkenal sehingga Melvin sendiri baru mendengarnya. Namun, yang membuat Melvin terkejut adalah nama Alterio Selatan yang ada di sana, tertulis sebagai founder sekaligus pimpinan dari perusahaan itu. "Founder-nya si Selatan?" Tanya Melvin tidak percaya. Savero mengangguk. "Makanya, perusahaan itu awalnya nggak terdeteksi sebagai perusahaan milik keluarga Sadajiwa. Tapi, Hermadi Sadajiwa adalah investor dan pemegang saham terbesar di perusahaan itu. Dan semua putrinya juga punya saham di sana, daftarnya juga ada di dokumen yang gue kasih." Melvin membalik dokumen di tangannya untuk membaca lembar yang lain. Dan memang benar yang dikatakan oleh Savero, terdapat daftar nama-nama pemegang saham perusahaan itu, dan nama semua anggota keluarga Sadajiwa pun ada di sana, termasuk nama Azalea Sadajiwa, istrinya sendiri. Walau tidak ada satu pun nama mereka yang tercatat sebagai pemegang jabatan dalam perusahaan itu, tapi jelas sekali kalau perusahaan tersebut begitu dekat dengan mereka. Dan mengetahui keluarga Sadajiwa memiliki perusahaan jasa keamanan seperti ini, maka Melvin tidak heran jika mereka semua hebat dalam hal bela diri, termasuk hal-hal persenjataan. "Lo udah menemukan sesuatu yang aneh sama perusahaan ini?" "Sejauh ini belum. Nggak ada yang aneh sama perusahaan itu dan kelihatannya kayak perusahaan kecil yang masih berkembang biasanya." "Beneran nggak ada yang aneh?" "So far, that's all I got." Melvin mengangguk mengerti. "Oke kalau gitu. Sejauh ini informasinya udah cukup. Gaji kasih lo bonus sejumlah dua kali lipat gaji lo deh." Savero nyengir, senang karena usaha kerasnya dalam mencari informasi yang diinginkan oleh Melvin tidak berakhir dengan sia-sia karena ia mendapatkan bayaran yang sangat memuaskan. "Thanks bro, I appreciate you," ujarnya. "Tapi...lo mau apa setelah dapat semua informasi itu?" Melvin mengangkat bahu. "Gue belum tau," ungkapnya jujur. "Tapi, gue yakin informasi ini bisa gue gunakan buat nanti. Dan kalau lo mau dapat bonus tiga kali lipat dari gaji lo, gue mau lo mulai menyelidiki perusahaan The K Royal Security itu, dan sebisa mungkin cari korengnya." Savero mengerang. Di saat tugasnya baru saja rampung, ia justru sudah dapat tugas baru lagi. Dan sulit untuk menolaknya karena besarnya jumlah uang yang ditawarkan oleh Melvin sebagai bayarannya. "Nggak langsung sekarang juga sih, take your time. Selagi belum ada apa-apa yang terjadi, gue bakal ngejalanin penyelidikan kita ini dengan santai aja. Lagipula, gue masih perlu ngomong sama bokap gue soal yang kita omongin hari ini." "Wah, makasih banget buat pengertiannya. Boleh nggak kalau gue mau libur dulu?" Gurau Savero "Boleh." "Bercanda gue." "Padahal gue serius, lo kalau mau libur ya libur aja dulu. Sekalian tuh, samperin nyokap lo. Sampai sekarang belum lo samperin kan dia?" Apa yang dikatakan oleh Melvin sukses membuat Savero memutar bola mata. "Daripada nyamperin dia, mending gue kerja lembur." Lalu, Savero bangkit dari duduknya, dan tidak lama kemudian pamit dari ruangan Melvin. Membahas tentang orang tuanya memang hanya akan membuat Savero merasa sensitif, dan Melvin cuma bisa geleng-geleng kepala saja melihatnya begitu. Selepas Savero pergi, Melvin kembali sendirian di ruangannya. Pikiran Melvin kini kembali sibuk, bukan karena pekerjaannya, tapi karena semua informasi yang disampaikan oleh Savero tadi. Ia memikirkan apa yang sekiranya bisa menjadi benang merah untuk menghubungkan ayahnya, keluarga Sadajiwa, serta perusahaan jasa keamanan bernama The K Royal Security itu. Dan mau Melvin pikirkan bagaimana pun, ia masih tidak bisa menemukan benang merahnya sama sekali. Kecuali satu, kemungkinan besar perusahaan itu berhubungan dengan tato huruf K yang dimiliki oleh semua anggota keluarga Sadajiwa, Selatan, serta para pekerja mereka yang pernah Melvin lihat. *** Usai pelantikan hari itu, hubungan Melvin dan Lea bisa dibilang merenggang. Keduanya sama-sama merasa kesal antara satu sama lain setelah bisik-bisik yang mereka lakukan di acara pelantikan itu. Lupakan soal rencana bulan madu yang diminta oleh orang tuanya, Melvin dan Lea saja bahkan hampir tidak pernah bicara antara satu sama lain lagi selama beberapa hari ini. Bahkan, mereka pun jarang bertatap muka, meski tinggal serumah. Mereka hanya sering berpapasan saja, itu pun tidak saling menyapa. Pagi-pagi, Melvin sudah pergi ke kantor, sementara Lea biasanya belum keluar dari kamar, sehingga mereka tidak pernah sarapan bersama. Siang sampai sore Melvin sibuk di kantor, sementara Melvin sendiri tidak tahu apa yang dilakukan oleh Lea selama dirinya bekerja. Yang Melvin tahu, Lea dan juga saudara-saudaranya bekerja di SA Group. Meski tidak memegang jabatan tinggi, namun ia merupakan karyawan aktif di sana. Tapi entah lah, setiap pagi Melvin nyaris tidak pernah melihat Lea pergi bekerja. Atau mungkin memang karena perempuan itu baru pergi setelah Melvin pergi. Dan ketika malam hari pun, keduanya juga jarang sekali bertemu, karena akan langsung sibuk di kamar masing-masing. Makan malam pun sendiri-sendiri, sampai Melvin juga lebih sering memilih menikmati makan malamnya di kamar sembari memeriksa pekerjaannya, tanpa peduli apakah di luar Lea sudah makan, atau bahkan sudah sampai di rumah. Sikap mereka yang seperti itu tentu saja tidak menunjukkan ciri suami-istri sama sekali. Bahkan roommates pun rasanya jauh lebih akrab dibandingkan mereka berdua. Bisa dibilang, keduanya bagai tetangga yang tinggal di gedung apartemen sama, namun tidak saling kenal karena sama-sama sibuk, sekaligus tidak peduli pada satu sama lain. Padahal, mereka suami-istri. Hari ini pun tidak terkecuali. Melvin belum melihat Lea sama sekali hari ini, dan ia juga tidak mencoba untuk bertemu dengannya. Meski sudah mengetahui beberapa informasi dari Savero, namun Melvin telah memutuskan untuk tidak akan membahas yang diketahuinya hari ini pada Lea, karena hal itu akan berujung percuma. Lea pasti akan menolak menjelaskan apapun, dengan dalih mereka sudah sepakat untuk tidak saling mengusik privasi satu sama lain. Sepulangnya dari kantor, Melvin langsung masuk ke dalam kamar dan langsung mengurung diri di sana. Kebetulan, ia sudah pulang menjelang malam, dan sebelumnya telah makan malam bersama Savero, sehingga ia tidak memiliki keperluan lain untuk keluar kamar. Sekitar pukul sepuluh, Melvin ketiduran. Dan ia terbangun sekitar pukul satu dalam keadaan haus. Karena stok air minum di kamarnya kebetulan sudah habis, Melvin pun terpaksa harus turun ke dapur untuk mengambil air minum. Namun, niatnya untuk pergi menuju dapur jadi terhenti sebentar begitu ia sampai di anak tangga paling bawah dan melihat Lea yang sepertinya baru pulang, karena jelas sekali istrinya itu dari arah pintu depan, dan masih berpakaian rapi, meski warnanya serba hitam. Melvin yang semula masih setengah mengantuk pun langsung sepenuhnya segar karena memergoki Lea yang pulang jam segini, entah dari mana. Melihat Melvin, Lea pun berhenti, dan tidak langsung berjalan menuju kamarnya. "Baru pulang?" Tanya Melvin dengan nada tidak suka pada istrinya itu. Posisi mereka saat ini berdiri berhadapan, dengan jarak beberapa meter. Lea memasang raut wajah datar yang tidak ramah. Melvin sempat berpikir kalau Lea itu punya banyak kepribadian karena kadang, ia bisa bersikap manis dan ceria, tapi terkadang juga bisa dingin dan tidak ramah seperti ini. "Emangnya nggak bisa liat?" Balasan Lea membuat Melvin tertawa sinis. Ia melirik jam dinding di ruangan itu. "Jam satu lewat baru pulang? Ke mana aja?" "Loh? Kok peduli?" "Aku cuma heran aja kenapa bisa-bisanya kamu baru pulang jam segini. Jangan-jangan emang setiap hari ya?" "Kok lupa terus sih? It's not your business, darling. Jangan sok jadi suami mau tau gitu lah, padahal aslinya juga nggak peduli sama sekali." "Emang kamu maunya aku peduli betulan? Gitu? Salah emang cuma nanya doang?" "Enggak. Aku mau kamu diem aja, nggak usah ngusik urusan aku." Usai mengatakan itu, Lea langsung melengos dan meneruskan langkahnya menuju kamar begitu saja. Meninggalkan Melvin yang masih berdiri di tempatnya semula dengan perasaan yang begitu dongkol sekaligus takjub dengan sifat asli Lea yang ternyata seperti ini. "Azalea." Lea yang baru saja hendak membuka pintu kamarnya pun kembali menoleh pada Melvin yang memanggilnya. "Apa?" Tanya Lea ogah-ogahan. Di luar dugaan, Melvin mengacungkan jari tengahnya pada Lea. "f**k you, babe." "Oh, f**k you too, darling." Kini Melvin benar-benar tahu, tanpa topeng sok baik yang digunakannya di depan orang lain, Lea tak lebih dari seorang wanita menyebalkan, penuh rahasia, dan bisa jadi juga liar. Karena perempuan baik mana yang baru pulang semalam ini tanpa bilang apapun pada suaminya? Melvin rasa, hanya Azalea Sadajiwa yang seperti itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD