23. Di Dalam Koper

2180 Words
Karena mendapati Lea yang pulang malam hari itu, Melvin akhirnya tahu bahwa sebelum-sebelumnya, Lea memang sering pulang atau bahkan pergi di saat malam sudah begitu larut, tanpa sepengetahuan Melvin. Hal itu bisa tidak sadari oleh Melvin karena selama ini memang ia tidak peduli pada Lea. Di malam hari, seringnya memang Melvin mengurung diri di kamar dan tidak keluar sama sekali sampai pagi. Selain itu, rumah yang mereka tinggali ini terlalu besar, sehingga Melvin tidak akan bisa mendengar suara apapun yang terjadi di bawah. Begitu Melvin bertanya pada sekuriti yang bekerja di rumahnya pun, mereka mengonfirmasi kalau Lea memang sering pulang atau pergi malam-malam. Dan Lea juga tidak pernah bilang mau ke mana, juga tidak pernah berpesan kepada para sekuriti di rumah itu untuk merahasiakan aktivitas malam harinya pada Melvin. Mereka memang tidak bilang pada Melvin karena memang Melvin tidak menanyakannya. Sudah menjadi rahasia umum bagi pekerja di rumah itu bahwa hubungan antara Melvin dan Lea memang tidak begitu baik. Hubungan hasil perjodohan itu membuat keduanya tidak bersikap selayaknya pasangan suami-istri sama sekali. Namun, meskipun tahu kenyataannya, para pekerja di rumah Melvin dan Lea cukup paham untuk tidak menbocorkan rahasia rumah tangga tuan mereka kepada siapa pun, termasuk pada anggota keluarga Melvin maupun Lea. Setelah kejadian berpapasan tengah malam itu, dibilang hubungan Melvin dan Lea semakin merenggang. Bahkan beberapa hari setelahnya, mereka sama sekali tidak bertemu, meski sama-sama berada di rumah. Melvin pun tidak mencoba untuk memergoki Lea yang pulang atau pergi tengah malam lago. Terlalu malas untuk mendengarkan ocehan perempuan itu mengenai privasi dan batasan yang sudah mereka sepakati untuk pernikahan ini. Dan pagi ini, Melvin sukses dibuat terkejut begitu ia memasuki ruang makan untuk sarapan, didapatinya Lea sudah berada di sana lebih dulu. Sungguh tidak biasa, sebab biasanya jam segini Lea belum keluar dari kamarnya sama sekali. "Good morning, Melvin baby." Lea menyapa Melvin dengan cukup ramah. Sepertinya, mood istrinya itu sedang cukup bagus pagi ini, terdengar dari gaya bicaranya yang ramah. Berbeda dengan malam itu ketika Lea bersikap sangat dingin dan tidak ramah padanya. Melvin menarik kursi di depan Lea dan duduk di sana. Ia tidak balas menyapa, namun menyunggingkan sebuah senyum ogah-ogahan pada Lea. Bergabung bersama Lea yang sedari tadi menyantap cream soup, Melvin pun ikut sarapan. Penampilan keduanya terlihat begitu kontras. Di saat Melvin sudah berpakaian rapi dan siap untuk berangkat kerja, Lea justru hanya mengenakan tank top dan celana pendek, rambut dicepol berantakan, dan wajah polos tanpa riasan yang terlihat jelas masih mengantuk. "Tumben jam segini sarapan." Akhirnya Melvin bersuara setelah ia mewadahi soup ke mangkuknya sendiri, dan mengambil dua potong garlic bread di piring. Jangan harap Lea akan melakukan itu untuknya, karena ia tidak akan mau repot-repot bersikap baik begitu jika tidak ada orang lain bersama mereka. "Soalnya kangen sama kamu, karena udah lama nggak ketemu." "It's not funny." "Gitu aja langsung bete," cibir Lea. "Aku tuh kecapekan jadinya laper, Melvin baby. Makanya bangun buat sarapan." "Capek kenapa emang? Semaleman sibuk sama pacar kamu?" Tanya Melvin sarkastik. "Yah, nggak perlu dijawab sih. Aku nggak mencoba untuk mengusik kamu atau melewati batas kesepakatan kita kok." Lea terkekeh. "Santai aja," katanya. "Lagian kok kamu tau sih kalau aku punya pacar? Just to let you know, pacarku malah banyak! Nggak masalah kan ya? Eh, kalau kamu minta cariin pacar bilang aja ya, babe, siapa tau aku bisa ngenalin kamu ke seseorang yang bisa bikin kamu lupa sama mantan kamu itu." Melvin tahu, Lea hanya bergurau, meski ia sendiri tidak bisa memastikan apakah yang disebutkan Lea tadi memang ada benarnya. Bisa saja, Lea memang sudah punya pacar, dan karena itu ia kerap pulang malam. Melvin sendiri tidak masalah, karena sudah jelas mereka sepakat untuk menjalani open marriage. Walaupun yang menyarankan kesepakatan itu adalah Melvin sendiri, namun sampai sekarang ia masih belum berniat utuk memiliki hubungan lain di luar pernikahannya. Selain karena hatinya masih untuk satu orang yang sama, Melvin rasa ia juga ia tidak punya banyak waktu untuk main-main. kesepakatan itu kemarin hanya dibuatnya semata agar Lea tidak mengusiknya. Maka, Melvin pun menggelengkan kepala. "No thanks." Lea tertawa saja. Ia sendiri sudah bisa menebak kalau Melvin akan menjawab begitu. Sejenak, mereka sibuk dengan makanan di mangkuk masing-masing, sampai akhirnya Lea bicara lagi. "Sebenernya, aku sarapan pagi ini juga karena ada yang mau kuomongin sama kamu sih." Melvin yang baru saja menyuapkan sesendok sup ke dalam mulutnya pun mendongak untuk menatap Lea. "Ngomongin apa? Mau bahas masalah privasi dan segala macemnya lagi?" "Kamu salty banget sih, padahal bukan itu yang mau kuomongin." "Terus?" "Nanti sore aku berangkat ke Singapura, karena ada masalah perusahaan yang harus diurus. Lima hari, bareng Kak Letta." Melvin mengangguk paham. "Oke." "Oke doang?" "Hati-hati." Melvin menambahkan singkat. Lea kembali terkekeh, kali ini sambil geleng-geleng kepala. "Beneran cuma bilang itu aja?" Melvin hanya mengedikkan bahu sebagai balasan. Memangnya dia harus bilang apa? Business trip ke luar negeri sudah bukan hal yang menurutnya harus dianggap luar biasa lagi, mengingat skala perusahaan mereka. Lagipula, Melvin malas bertanya-tanya jika pada akhirnya Lea hanya akan menjawab jika Melvin telah melanggar privasinya. Jadi, mau Lea betulan akan business trip bersama Letta atau hanya bohong, itu urusan Lea. Melvin tidak mau ikut campur. "Makasih karena udah bilang." Sekali lagi Melvin menambahkan. "Have a safe trip." Lea nyengir. "Thank you, hubby. Jangan kangen ya." Melvin tertawa sinis. "Ada nggak ada kamu di rumah ini juga nggak ada bedanya, apa yang mau dikangenin?" "Kalau gitu, jangan sampai bawa wanita lain ke rumah ya. Walau terserah kamu mau berhubungan sama siapa, tapi nggak enak entar diliat yang lain lagi." "Excuse me? I'm not that nasty," protes Melvin. Lea hanya meledek dengan mengedipkan sebelah matanya pada sang suami, membuat Melvin jadi mengabaikannya hingga sarapan mereka selesai. Azalea Sadajiwa tidak pernah tidak membuatnya kesal setiap kali mereka berhadapan. *** Berhubung Lea bilang bahwa ia akan berangkat saat sore hari, begitu Melvin tiba di rumah sepulangnya ia tiba dari kantor, Lea sudah tidak ada lagi. Asisten rumah tangganya pun mengabari bahwa Lea sudah berangkat dan diantar ke bandara oleh supir mereka tadi sore. Melvin hanya mengiyakannya saja, sebelum ia masuk ke dalam kamarnya. Rasanya sama sekali tidak ada yang berbeda karena kini Lea sedang pergi untuk business trip ke Singapura. Berhubung sehari-hari juga mereka jarang berinteraksi, jadi Melvin pun tidak merasa kehilangan atau seperti ada yang kurang sama sekali. Mau ada atau pun tidak ada Lea, rasanya tetap biasa saja. Dan malam ini, Melvin memilih untuk makan malam di ruang makan, dibandingkan di kamarnya. Sebab Lea tidak ada, ia jadi tidak perlu takut lagi berpapasan dengan perempuan itu. Selesai makan malam, Melvin bahkan menyempatkan diri untuk bersantai dan menonton TV di ruang tengah. Setelah beberapa lama tinggal di rumah ini, baru sekarang Melvin bisa benar-benar merasa sesantai ini. Akhirnya, ia bisa sendirian, tanpa perlu memikirkan harus berpapasan dengan Lea di rumah mereka ini. Semula Melvin santai saja menonton TV sembari menyesap pelan red wine pada gelas di tangannya, dan benar-benar menikmati momen kesendiriannya ini. Hingga tanpa sengaja, netra Melvin tertuju pada pintu kamar Lea yang kebetulan memang bisa dilihatnya dari ruang tengah ini. Melvin pun berhenti menyesap wine-nya, lalu ia menaruh gelasnya ke atas meja. Entah kenapa, tiba-tiba saja Melvin teringat akan pembicaraannya dan Lea sebelum mereka menikah, tepatnya di hari pertama mereka tinggal di rumah ini. Saat itu, Lea bertanya apakah mereka akan tidur sekamar atau tidak, dan tentu saja Melvin bilang tidak. Don't you ever sneak into my room then. Dan itu yang dikatakan oleh Lea pada Melvin setelahnya. Lea dengan jelas berkata bahwa ia tidak ingin Melvin masuk ke kamarnya. Saat itu, Melvin tidak terlalu memikirkannya, tapi sekarang dia jadi penasaran. Terlebih lagi dengan rasa curiganya pada Lea yang kian bertambah setiap harinya. Apa yang kira-kira disembunyikan Lea di dalam kamarnya? Pasti ada sesuatu, kan? Mustahil tidak ada apa-apa jika Lea sampai tidak ingin Melvin masuk ke dalam kamarnya. Melvin tahu, jika sampai ia nekat untuk masuk ke dalam kamar Lea tanpa izin, maka ia akan melanggar omongannya sendiri. But who cares? Lea tidak ada sekarang, jadi dia tidak akan tahu. Dan Melvin betul-betul yakin kalau dia pasti bisa menemukan sesuatu yang dapat mendukung kecurigaannya terhadap Lea dan mungkin juga keluarga Sadajiwa di dalam sana. Maka dari itu, Melvin pun berjalan mendekati kamar Lea. Tanpa ragu, ia mencoba untuk membuka pintu tersebut yang ternyata dikunci. Melvin tertawa...wah, apakah Lea sudah menduga kalau Melvin benar-benar akan masuk ke dalam kamarnya di saat ia sedang pergi? Jika memang begitu dan ia sengaja menguncinya karena tidak ingin Melvin masuk ke sana, maka Lea betulan menyembunyikan sesatu di dalam sana. Tentu saja Melvin tidak akan menyerah begitu saja hanya karena pintu kamar Lea sekarang terkunci. Ia tahu jika semua pintu di rumah ini memiliki kunci cadangannya masing-masing. Karena itu, Melvin pun memanggil asisten rumah tangganya untuk mengambil rentengan kunci cadangan tersebut. Dan tentu saja terlebih dahulu berpesan padanya, untuk tidak mengatakan pada Lea apa yang dilakukannya malam ini. Usai memastikan asisten rumah tangganya itu bisa tutup mulut, Melvin pun melanjutkan pekerjaannya tadi, setelah kembali ditinggal sendirian. Tanpa perlu bersusah payah, Melvin berhasil membuka pintu kamar Lea dengan kunci cadangan yang didapatnya. Kesan pertama Melvin begitu ia masuk ke dalam kamar itu adalah...biasa saja. Ia melihat sekilas keadaan kamar yang menurutnya tidak aneh itu. Kamar bernuansa cokelat dan emas itu tertata rapi karena sepertinya baru dibereskan sebelum Lea pergi. Melvin juga tidak melihat barang-barang yang mencurigakan di area dekat tempat tidur. Bahkan, ia sudah sampai menunduk untuk melihat ke bawah kolong dan tidak menemukan apa-apa. Ia justru samar-samar bisa mencium sekilas wangi parfum Lea yang masih tertinggal di kamar itu, tapi tentu saja hal itu tidak penting. Selain perabot bawaan kamar, tidak ada barang-barang lain yang mencurigakan. Lea bahkan tidak membawa foto keluarganya untuk dipajang di kamar ini. Sepertinya ia memang hanya membawa pakaian, serta barang-barang pribadi, dan kebutuhannya saja. Melvin pun meneruskan langkah menuju walk in closet yang menyambung dengan area tempat tidur. Pada lorong yang menyambungkan area tempat tidur dan walk in closet itu terdapat kamar mandi. Melvin sempat masuk ke sana, dan lagi-lagi ia tidak menemukan sesuatu yang aneh. Setelah keluar dari kamar mandi, Melvin kembali menuju walk in closet di kamar itu yang ternyata sudah dipenuhi oleh pakaian, tas, serta sepatu Lea. Walk in closet tersebut memiliki lemari-lemari berpintu kaca, jadi dari luar Melvin sudah bisa melihat isinya yang tertata rapi. Melvin sempat membuka salah satu laci yang tidak terlihat isinya, dan ia langsung menyesal begitu melihat ternyata isinya adalah pakaian dalam Lea. Well...that's so awkward for himself. Setelah membuka laci yang salah itu, Melvin hampir saja menyerah dan berpikir jika mungkin memang tidak apa-apa di kamar Lea ini. Dan mungkin saja, Lea hanya tidak ingin kamarnya dimasuki orang lain semata karena tidak suka privasinya diusik. Namun, di saat Melvin hampir saja hendak keluar dari sana, tanpa sengaja matanya melihat beberapa koper yang ada di sudut ruangan. Dan salah satunya adalah koper yang waktu itu diberikan Selatan pada Lea. Yang isinya tidak jadi Melvin lihat. Melvin tahu, apapun isi di dalam koper itu kemungkinan besar sudah dipindahkan oleh Lea, dan kemungkinan isinya sudah kosong. Hanya saja, rasa penasaran dan tidak puas Melvin muncul karena waktu itu ia batal melihat isi di dalam koper tersebut. Sehingga Melvin pun berjalan mendekati koper itu berada, menariknya dan mengubah posisi koper yang semula tegak, jadi menggulingkannya di atas lantai agar ia bisa membuka koper tersebut. Seingat Melvin, beratnya tidak jauh berbeda dengan berat ketika ia pertama kali mengangkatnya waktu, sehingga ia pun sedikit berharap jika koper tersebut masih terisi. Dan syukurnya, tidak ada kunci tambahan yang digunakan pada koper itu sehingga Melvin bisa membukanya dengan mudah. Setelah koper itu berhasil dibukanya, Melvin tertegun sesaat karena ia baru sadar jika koper itu sudah dimodifikasi dan tidak seperti koper-koper pada umumnya. Jelas, itu bukan koper untuk meletakkan pakaian, karena lengkungan yang biasanya digunakan untuk meletakkan pakaian di koper pada umumnya, sudah ditambahkan sebuah kotak hitam yang melekat pas di koper itu dan terbuat dari busa yang kokoh. Jadi wajar saja ketika Melvin mengguncang koper ini waktu itu, ia tidak mendengar suara apapun. Kedua sisi koper sama-sama memiliki kotak busa tambahan yang melekat itu. Melvin pun mencoba untuk membuka penutup pada salah satu sisi kotak. Meski agak sulit, namun pada akhirnya Melvin berhasil menarik penutup kotak busa tersebut hingga terlepas. Dan begitu melihat apa isinya, Melvin sukses dibuat menganga. Bagaimana tidak? Kotak itu ternyata merupakan wadah untuk berbagai jenis pisau. Ada lima pisau di sana dengan ukuran dan bentuk beragam, dan semuanya diletakkan di lubang yang begitu pas di sana. Dan ada satu lubang untuk meletakkan pisau yang kosong di sana, menandakan bahwa Lea bisa saja membawa pisau yang seharusnya ada di situ. Meski masih shock berat, namun Melvin lanjut membuka kotak di sisi koper yang satunya. Lagi-lagi, ia dibuat menganga melihat ada tiga jenis senjata api di sana, beserta berkotak-kotak amunisinya. Menemukan senjata-senjata yang ada di dalam koper itu sukses membuat kedua tangan Melvin sedikit bergetar. Seumur hidupnya, baru kali ini ia melihat seseorang menyimpan senjata sebanyak ini di dalam kamarnya. Dan yang lebih gila lagi, orang yang menyimpan semua senjata itu adalah Azalea Sadajiwa! Istri Melvin sendiri. Pertanyaannya, untuk apa? Tidak bisa dipungkiri, Melvin takut menebak jawabannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD