8. Green House

2032 Words
Tanpa terasa, waktu seminggu setelah Melvin bertemu dengan Lea di Printemps Cafe berlalu dengan cepat, tanpa benar-benar terasa. Jika dipikir-pikir lagi, mungkin rasanya seolah Melvin baru saja mengedipkan mata, lalu hari tiba-tiba berganti menjadi hari ini yang merupakan hari pertunangan Melvin dan Lea. Semalam Melvin tidak bisa tidur karena memikirkan pertunangan yang akan diadakan untuk meresmikan hubungan mereka. Ia terlalu takut untuk tidur dan terbangun keesokan harinya di hari yang tidak ia harapkan sama sekali. Tapi, mau Melvin tidak tidur sekali pun, waktu tetap bergulir dengan sendirinya tanpa bisa dihentikan. Dan hari ini pun tetap tiba. Pesta pertunangan mereka diadakan di rumah utama keluarga Sadajiwa. Melvin tidak tahu seperti apa pesta yang akan berlangsung karena yang mengurus semuanya adalah orangtua mereka. Melvin dan Lea hanya akan terima beres dan tinggal hadir di pesta pertunangan itu. Dari yang didengar Melvin lewat Abby yang tidak bisa mengoceh perihal pesta pertunangan ini, pesta itu akan diadakan di halaman belakang rumah keluarga Sadajiwa. Pestanya tentu saja bertema garden party mengingat lingkungan tempat tinggal keluarga Sadajiwa yang asri karena dikelilingi oleh kebun teh. Abby juga bilang jika yang akan hadir di acara itu hanya keluarga dan rekan-rekan bisnis terdekat saja. Melvin juga tidak mengundang siapa-siapa secara khusus di pesta pertunangannya dan Lea ini, kecuali Pandu Lakeswara yang memang satu-satunya teman terdekat Melvin disini. Melvin benar-benar diawasi di hari pertunangannya ini. Ia bahkan merasa jika orangtuanya menyewa orang-orang khusus yang ditugaskan untuk mengawasinya. Mereka tidak ingin mengulang kejadian di masa lalu dan melihat Melvin mengacaukan pertunangan kali ini. Melvin pun sama sekali tidak berniat untuk kabur. Berbeda dengan dulu, ia sudah tidak punya alasan lagi. Gema yang dulu menjadi alasan baginya melawan, kini sudah berbahagia dengan hidupnya dan juga Harlan, sehingga membatalkan pertunangan dengan Lea pun tidak akan bisa membuat Melvin kembali padanya. Melvin dan keluarganya sudah tiba di rumah keluarga Lea beberapa jam sebelum acara pertunangannya dimulai. Ketika mereka sampai, tentu saja belum ada satu pun tamu yang datang. Dan berbeda dari kunjungan mereka sebelumnya, kali ini rumah keluarga Sadajiwa ramai oleh orang-orang yang menyiapkan pesta nanti. Mulai dari tim dekor, hingga katering. Halaman belakang rumah ini pun sudah disulap menjadi sangat cantik. Walau pesta pertunangan ini hanya dilaksanakan di rumah, tapi tentu saja pestanya tidak akan lepas dari kemewahan. Meja-meja berlapis kain putih tersusun di halaman belakang rumah itu, setiap mejanya didekor sedemikian rupa dengan bunga dan ornamen lain. Ada banyak pula hiasan bunga di setiap sudut dan lampu-lampu yang menggantung berbentuk seperti balon-balon putih. Warna merah mudah dan putih mendominasi dekorasi pesta ini. Melvin jadi yakin jika ibunya lah yang mengatur urusan dekorasi, mengingat dua warna itu adalah dua warna kesukaan ibunya. "Jadi,  kapan lo balik ke Aussie?" pertanyaan itu diajukan oleh Savero pada Melvin. Savero memang ikut pulang ke Indonesia bersamaan dengan Abby untuk datang ke pesta pertunangan Melvin dan Lea. Walau Melvin sudah bilang jika Savero tidak diharuskan untuk datang, namun laki-laki itu bersikeras untuk datang dan menyaksikan momen yang menurutnya penting di hidup Melvin. Padahal, Melvin justru menganggap momen pertunangannya dan Lea ini sebagai mimpi buruk. "Minggu depan," jawab Melvin. "Lo kalau mau balik duluan ke Aussie ya balik aja, nggak perlu bareng gue." "Bareng aja lah, sekalian. Abby juga katanya mau bareng lo." Melvin hanya mengangguk, lantas menyesap wine dari gelasnya. Kini mereka sedang berada di teras halaman belakang rumah keluarga Sadajiwa, menonton para pekerja yang masih sibuk memberikan sentuhan terakhir untuk dekorasi ini. Mayana secara pribadi mengawasi dan mengatur para pekerja itu, sekaligus sibuk juga memberikan arahan kepada orang-orang katering yang kini sedang sibuk menata makanan. Tidak sendirian, Mayana bersama Letta, saudara tertua Lea. Melvin hanya berdua dengan Savero memerhatikan dari teras. Mereka tidak tahu harus melakukan apalagi. Abby sudah sibuk bersama Lea dan dua saudara Lea yang lain sejak mereka sampai. Sibuk mengurusi masalah make up dan dress untuk pesta nanti. Suprisingly, Abby sudah sangat akrab dengan Lea dan saudara-saudaranya. Padahal, sebelum ini Abby sendiri yang memberitahu Melvin perihal rumor keluarga Sadajiwa. Dua kepala keluarga justru tidak terlihat oleh Melvin. Terakhir kali Melvin lihat, ayahnya sedang sibuk menelepon sana-sini, sibuk sendiri karena banyak yang menghubunginya akibat pesta pertunangan ini. "Lo di Aussie berapa lama sebelum tinggal secara permanen disini, Melv?" Savero bertanya lagi. Melvin menghela napas dalam. Memikirkan dirinya kan meninggalkan negara yang sudah lama ditinggalinya dan kembali tinggal secara permanen di negara kelahirannya sendiri membuat Melvin merasa sangat berat. "Mungkin tiga minggu sebelum the wedding." Savero diam dan nampak berpikir. Sungguh, Melvin tahu apa yang laki-laki itu pikirkan. Savero sudah sangat lama menjadi orang kepercayaan Melvin. Tidak hanya itu, Savero juga sepupu terdekat Melvin, bahkan jauh lebih dekat dibanding dirinya dengan Darel atau sepupunya yang lain, walau kehadiran Savero sendiri tidak dianggap di keluarga besar mereka. "Udah gue bilang kan, kalau emang berat bagi lo untuk ikut pindah kesini, nggak apa-apa. You don't have to follow me around. Lo bisa pindah jadi orang kepercayaannya Abby," ujar Melvin sembari menepuk-nepuk pundak Savero. Savero menggelengkan kepala. "Enggak lah. Gue bakal tetap ikut pindah." "Mending lo pikir-pikir lagi." "Keputusan gue udah bulat, Melv. Anggap aja ini kesetiaan gue mengabdi sama lo." Melvin terkekeh dan memilih tidak mendebat lagi. Jika memang itu keputusan Savero, mau tidak mau dia harus menerimanya. Savero pasti sudah memikirkannya matang-matang. Jika pindah ke Indonesia mengikuti Melvin, maka Savero akan sering berhadapan dengan keluarga besar mereka yang sama sekali tidak akur dengannya. Sekarang saja Melvin khawatir bagaiamana Savero akan menghadapi anggota keluarga yang lain di acara pertunangan Melvin hari ini. Tapi, sepertinya Savero memiliki caranya sendiri untuk menghindar dari Darel dan yang lain. Tidak lama kemudian, Savero dipanggil oleh Arthur karena disuruh untuk melakukan sesuatu. Jadilah ia meninggalkan Melvin sendirian di teras itu. Ditinggal oleh Savero membuat Melvin memutuskan untuk meletakkan gelas wine di tangannya, lalu jalan-jalan di sekitar halaman belakang rumah keluarga Sadajiwa yang luas dan terhubung langsung dengan kebun teh milik mereka. Melvin ingin menjauhkan dirinya dari pemandangan yang berhubungan dengan pesta pertunangannya karena ia sudah terlalu muak melihat semuanya. Bukannya tidak sabar, Melvin justru ingin waktu berhenti agar prosesi tukar cincin antara dirinya dan Lea nanti tidak akan terjadi. Tapi, tentu saja itu mustahil. Mulanya Melvin berniat untuk pergi ke kebun teh, tepatnya di titik dimana ia sempat merasa melihat pria berdarah-darah tempo hari. Walau kemungkinannya kecil, namun Melvin berharap bisa menemukan sesuatu yang bisa membuktikan jika yang dilihatnya waktu itu memang benar. Bukti berupa tetesan darah, misalnya. Hanya saja, belum sempat memasuki area kebun teh, perhatian Melvin justru tertarik pada sebuah green house ayang tidak sengaja ditemukannya berada di sisi lain rumah ini. Didorong oleh rasa penasaran, Melvin pun pergi menuju green house tersebut dan tanpa ragu langsung masuk ke dalam sana karena pintunya yang kebetulan terbuka lebar. Green house tersebut cukup luas dan diisi oleh banyak sekali tumbuhan. Pada pot-pot gantung, ada berbagai macam jenis anggrek, lalu ada pula mawar berbagai jenis warna yang tumbuh membentuk sebuah semak di sudut green house, tumbuhan menjalar yang entah namanya apa menjuntai di satu sudut dinding, dan sisanya banyak tumbuhan yang tidak Melvin kenali sama sekali. Melvin mendekati sebuah pohon yang ditumbuhi banyak bunga berwarna merah muda yang letaknya tidak jauh dari pintu masuk. Pohon itu rendah, namun lebar dengan daun berbentuk panjang dan runcing, serta bunga berwarna merah muda yang bentuknya mirip seperti bunga kamboja. Mengingat adiknya yang sangat suka bunga kamboja dan kerap menyelipkan bunga itu di telinganya, Melvin pun berniat untuk memetik satu. Namun, ketika tangannya baru terulur untuk memetik bunga tersebut, sebuah suara mengejutkan Melvin dan membuat niatnya itu batal. "Don't touch that, Melvin." Melvin spontan berbalik, mendapati sudah ada Hermadi Sadajiwa di hadapannya. Sejak tiba disini, Melvin baru melihat Hermadi ketika tadi mereka baru sampai dan Hermadi menyambutnya. Setelahnya, sang kepala keluarga Sadajiwa itu menghilang dan ternyata ada disini. Ketika Melvin masuk ke dalam green house ini, ia sama sekali tidak menyadari kehadiran Hermadi. Entah beliau ada di sudut mana, Melvin tidak tahu. Namun, dari penampilannya yang hanya memakai celana pendek, kaos oblong, dan topi anyaman bambu selayaknya petani, serta tangan yang kotor oleh tanah, mudah bagi Melvin untuk menebak kalau calon ayah mertuanya itu sedang berkebun. Mungkin hanya Hermadi Sadajiwa yang masih sempat-sempatnya berkebun di saat anaknya akan bertunangan sebentar lagi. "Itu bunga oleander. Kalau kamu sentuh nanti kulit kamu bisa iritasi karena bunga itu beracun." Melvin secara otomatis mengambil satu langkah menjauh dari pohon yang sempat ingin ia sentuh tadi. Hermadi tertawa, pria itu pun melangkah mendekati Melvin. "Untung aja saya lihat, kalau tadi udah terlanjur kamu sentuh, bisa-bisa pertunangan kamu dengan Lea hari ini jadi batal karena kamunya sakit." Melvin meringis, walau diam-diam berpikir jika mungkin saja itu ide yang bagus. "Maaf, Om, saya nggak tau kalau bunganya beracun. Maaf juga karena kesini tanpa izin, saya penasaran aja tadi karena waktu saya mau jalan-jalan ke kebun teh, malah ketemu green house ini." "Santai aja, nggak apa-apa. Saya nggak akan marah karena calon mantu saya datang ke istana kecil saya ini." Melvin tersenyum canggung. Ia jadi menyesal karena sudah datang ke green house ini. Jika tahu akan bertemu dengan calon mertuanya yang menyeramkan ini, lebih baik ia langsung ke kebun teh saja tadi. "Om emang suka berkebun ya?" tanya Melvin basa-basi. Hermadi tertawa, senang ditanya begitu. "Berkebun itu sudah jadi bagian hidup saya," ujarnya. "Percaya atau enggak, semua tumbuhan di green house ini saya tanam dan rawat sendiri, tanpa jasa tukang kebun sama sekali. Makanya ini saya sempatin ngurus beberapa tanaman yang tanah di potnya sudah harus diganti, sebelum acara pertunangan kamu dan Lea." Melvin mengangguk dan pura-pura antusias. "Tumbuhan disini cantik-cantik, Om." "Iya, tapi hampir tujuh puluh persen tumbuhan yang ada disini beracun." Melvin kaget mendengarnya. Ia memandang ke sekeliling green house, disini banyak tumbuhan yang terlihat cantik. Tapi, apa kata Hermadi tadi? Hampir tujuh puluh persen tanaman disini beracun? Itu berarti nyaris semuanya. Andai saja Hermadi tadi tidak muncul dan Melvin sudah menyentuh salah satu tumbuhan yang ada disana, mungkin sesuatu yang buruk akan terjadi padanya. "Makanya orang-orang nggak sembarangan datang kesini. Salah-salah, mereka malah bisa keracunan. Untung aja tadi saya liat kamu," ujar Hermadi. Kengerian dirasakan Melvin begitu dilihatnya Hermadi menyeringai, begitu kontras dengan nada bicaranya yang ramah. "Saya ngerti, Om. Saya nggak akan sembarangan masuk kesini lagi." "Jangan begitu. Kamu masih boleh kok kesini untuk liat-liat. Biar saya kasih tau apa aja tanaman yang beracun disini." Hermadi berjalan dan mau tidak mau Melvin mengikutinya. Mereka berhenti di depan sebuah pohon yang memiliki buah bulat-bulat berwarna hijau. "Ini Cerbera odollam atau suicide tree," jelas Hermadi. "Di India, tumbuhan ini sering dipakai orang-orang untuk bunuh diri, makanya dikasih nama suicide tree." Lalu, Hermadi menunjuk tumbuhan lain yang memiliki bunga bercabang-cabang kecil berwarna putih. Bentuknya cantik, orang awam pasti tidak akan mengira jika tumbuhan tersebut beracun. "Kalau yang itu Cicuta alias water hemlock. Semua bagian tumbuhan itu beracun dan nggak seharusnya disentuh. Terus, ada juga deadly nightshade, wolf's bane, dan masih banyak lagi." Hermadi menunjuk beberapa tumbuhan lain disana yang tidak begitu diperhatikan oleh Melvin. Ia tidak peduli dengan tumbuhan-tumbuhan itu karena tidak akan mau menginjakkan kaki disana lagi. Pertanyaan Melvin cuma satu, "Kenapa Om banyak tanam tumbuhan beracun begitu?" "Karena semua tanaman ini bisa dijadikan racun yang mematikan. We can kill someone with this poisonous plants, Melvin," jawabnya santai. What. The. Hell. Apa maksud Hermadi mengatakan itu padanya? Ekspresi ngeri Melvin membuat Hermadi terkekeh. Ia melanjutkan, "Saya gunain tanaman-tanaman ini untuk protection." "Protection?" tanya Melvin tidak mengerti. "Ya, protection. Saya gunakan itu untuk melindungi keluarga saya, terutama putri-putri saya," jawab Hermadi. Nada suaranya berubah jadi sangat serius. "Mereka semua itu harta terpenting dalam hidup saya. Jadi, saya nggak akan pernah mau liat anak saya tersakiti oleh orang lain. Kalau ada yang berani menyakiti mereka, secara fisik maupun batin, saya nggak akan segan-segan menggunakan salah satu harta saya di istana ini untuk mereka. Just so you know, I'm that kind of guy." Melvin tidak mau merasa ngeri atau pun takut, tapi dari cara Hermadi menyampaikan itu semua padanya, Melvin merasa Hermadi secara tersirat memperingatkannya untuk tidak menyakiti putrinya jika tidak mau berakhir tewas dengan racun-racun dari tanaman-tanaman ini ada di tubuhnya. Entah Hermadi serius atau hanya bergurau, Melvin tidak tahu. Yang pasti, Hermadi adalah sosok mertua yang sangat berbahaya karena memiliki racun-racun dari tanaman ini sebagai senjatanya. Kengerian Melvin terhadap pria itu pun kian bertambah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD