“Udah bereaksi obatnya?” tanya Rena mengusap dadaku, sontak membuatku kaget dan menepis. “Rena, apa yang kamu lakukan?” Aku berteriak menatap tajam. Tanganku spontan melepaskan dua kancing kemeja. Ternyata bukan suhu ruangan yang panas melainkan suhu tubuhku. “Ck! Sial. Kurang ajar kau, Rena.” Rena tertawa terbahak-bahak. “Ayo, Mas. Mari kita rujuk kembali.” “Gak akan pernah,” tekanku melangkah pergi tapi ditarik Rena dan menyentuh dadaku. Ingin sekali aku mendorongnya tapi sentuhannya begitu nyaman. Sial, obat pembangkit gairah. Kukumpulkan tenagaku lalu mendorongnya dan berlari ke pintu utama. “Ck!” Aku memukul pintu karena terkunci, lantas Rena tertawa. Sial, dia sudah mempersiapkan jebakan. Aku kembali berlari ke kamar mandi, tapi terkunci. Ini benar-benar membuatku frustrasi. A

