bc

Bhumi dan Bulan

book_age18+
4.0K
FOLLOW
24.2K
READ
possessive
playboy
badboy
goodgirl
dare to love and hate
drama
comedy
sweet
humorous
spiritual
like
intro-logo
Blurb

#officeromance

21+

Bijaklah dalam memilih bacaan.

Aisyah Kana Wulandari yang telah mengikat janji dengan Arman Aulady Sasongko harus menghadapi fakta menyebalkan ketika dia diminta menjadi asisten Bhumi Prakasa Harjanto, pembaca berita paling tenar saat ini. Hubungan mereka tidak pernah baik. Bhumi kurang suka dengan asistennya yang sok alim tapi tergila-gila dengan seorang penyanyi tampan, sementara Wulan benci setengah mati pada kelakuan Bhumi yang merupakan penjahat kelamin kelas kakap. Hubungan mereka tambah kacau sejak Wulan memergoki bosnya yang super tampan dan seksi sedang bergumul mesra dengan seorang artis panas di dalam ruangan sang bos.

Meski begitu hari-hari terakhir bersama Wulan malah mengubah Bhumi menjadi sosok yang berbeda sampai dia sadari pada akhirnya tidak pernah bisa melarikan diri kecuali kepada wanita itu walau tahu, di hati Wulan sudah terikat janji sehidup semati dengan Arman.

Ketika menyerah adalah jalan terakhir, dan pergi menjauh adalah solusi, satu persen yang berharga adalah kesempatan yang tersisa bagi Bhumi untuk mendapatkan cinta terakhirnya.

Mampukah Bhumi menggenggam tangan wanita yang paling dia inginkan di dunia bila ternyata yang mampu memisahkan dua anak manusia yang telah terikat hanyalah Sang Maha Kuasa?

chap-preview
Free preview
Satu : Si Tampan yang ketahuan
Bnb bab 1 "Iya, Bu. Ulan tahu. Nggak bakal kena pergaulan bebas. Percaya deh." Suara lembut mirip puteri keraton terdengar sepanjang koridor yang akan membawa gadis yang sedang sibuk berteleponan itu menuju ruangan tempat atasannya berada. Tinggal beberapa langkah lagi, ia akan segera sampai ke sana. Maka sambil berusaha mengakhiri hubungan dengan sang ibu, dengan terburu-buru Wulan meraih handel pintu ruangan Bhumi Prakasa Harjanto, atasan sekaligus News Anchor acara prime time di stasiun televisi paling terkenal di Indonesia, TV Lima. Ia masih sibuk mendebat sang ibu saat pintu ruangan itu terbuka, lalu tidak lupa ia berbalik menutupnya kembali. "Udah dulu, Bu. Mau kerja. Assalamualaikum." Wulan menghela napas lega saat ia berhasil memutuskan sambungannya. Dengan santai ia masukkan kembali ponsel flip berwarna putih miliknya ke dalam tas selempangnya yang besar.  Ibunya selalu begitu, mengkhawatirkan dirinya sejak diterima menjadi anak magang di stasiun TV di Jakarta. Padahal ibu tidak tahu, betapa Wulan sangat senang ketika berhasil mendapatkan email dari pihak HRD yang mengabarkan dirinya menjadi salah satu mahasiswa yang beruntung bisa magang selama enam bulan. Enam bulan alias satu semester tanpa perlu dipusingkan urusan kuliah. Siapa yang tidak senang? Apalagi kesempatan bertemu artis idolanya sangat besar. Wulan yang saat itu baru saja pulang kuliah sempat melonjak-lonjak kegirangan ketika tahu ia menjadi salah satu dari tujuh anak magang yang beruntung bergabung dengan stasiun TV itu. Hm, Tuhan memberi kesempatan pada si gadis kampung dari dusun di kaki gunung untuk bisa mencari ilmu di tengah kota. Luar biasa. Setelah memasukkan ponselnya, Wulan lalu memperbaiki susunan folder yang acak-acakan dalam pelukannya sebelum berbalik dan menghadapi atasan super perfeksionis yang selalu mencercanya tanpa henti. Nasib anak magang. "Pak Bhum, tadi ada yang tele..." Mata Wulan nyaris meloncat dari rongganya saat menemukan pemandangan luar biasa dihadapannya. Apalagi kalau bukan sang atasan yang sedang asik bersilat lidah, dalam artian sebenarnya- lidah mereka saling beradu- dengan seru malah, dengan salah satu artis dangdut super seksi yang sedang naik daun, Cut Kecut. "Astaghfirullah." Seketika folder dan berkas yang dibawa Wulan terjatuh hingga membuat sepasang mahluk berlainan jenis itu langsung menghentikan kegiatan mereka. "Bulan, are you crazy?" Seru Bhumi setengah marah. Wulan mengedikkan bahunya, lalu dengan kikuk memungut semua berkas yang ia jatuhkan. "Nggak pak Bhum. Saya nggak gresi." Sang artis cantik tampak canggung. Setelah memberikan satu kecupan mesra kepada Bhumi, ia langsung bangkit dari pangkuan pria itu. "Mas Bhumi ganteng, nanti kita main lagi, ya." Katanya genit. Bhumi tersenyum. Ia melambai pada Cut Kecut yang kemudian tersenyum kecut pada Wulan yang tampak cuek ketika ia melewatinya. Saat sudah berhasil mengumpulkan semua foldernya, ia berjalan tanpa ragu mendekati Bhumi yang masih duduk menatapnya dengan kesal karena mengganggu kencannya barusan. Namun dengan profesional, dia langsung menghadapi anak magang sok cerdas dihadapannya itu. "Kamu mengganggu urusan saya, tahu." Wulan menggeleng. "Nggak tahu, pak. Tadi bapak yang suruh saya cepat-cepat mengumpulkan data tentang flu burung. Sudah susah-susah saya dapet, malah kena marah. Bapak waras?" "Waras, your ass." "Pak, ngucap, pak. Nggak boleh ngomong Assalamualaikum disingkat." Bhumi menghela napasnya. Sejak diberi tahu direktur untuk menjadi pamong satu anak magang, yang akan bertugas menjadi asistennya, ia tidak menyangka akan mendapatkan satu yang model seperti Wulan. Gadis itu tidak seperti wanita-wanita cantik yang selalu mengelilinginya, tidak. Wulan berpakaian rapat dari kepala hingga kaki. Ia bahkan sempat melempari Bhumi dengan sendal jepit saat sadar Bhumi melihat kakinya yang tidak dipasangi kaos kaki beberapa hari setelah ia bergabung menjadi bawahannya. Jenis wanita yang sama sekali tidak membuat Bhumi turn on. Yang ada dia akan turn off setiap mendengar khotbah Wulan tentang hari akhir. "Ya sudah. Kamu letakkan saja berkas-berkasnya di meja saya. Setelah itu go home. Pusing saya lihat kamu berkeliaran di sini." Mata Wulan berbinar. Ia sempat melirik jam dinding yang terpasang di ruangan itu, dan nyaris terpekik bahagia saat tahu baru jam lima sore. Asyik, bisa nyuci dulu. Rejeki anak soleha. "Beneran pak Bhum? Aduh, mimpi apa saya semalam? Makasih ya pak." "Bulan, saya sudah berapa kalo bilang, berhenti panggil nama saya pak Bhum. Setiap kamu yang mengucapkannya, it makes me dizzy." "Lha bapak aja masih bandel manggil saya bulan, Wulan Pak, Wulandari." "Bulan or Wulan, there is no difference for me." Dengan kasar Wulan melemparkan setumpuk folder yang ia pegang ke meja Bhumi hingga pria itu terkejut. "Sama kayak bapak, mau orang atau soang, kalo nyosor nggak ada beda." Balasnya. "Apa itu soang?" Tanya Bhumi. Wulan memandang pria itu sama ketusnya seperti Bhumi memandang dirinya. "Soang aja bapak nggak tau. Percuma yang sok keren ngomong pake bahasa Inggris, tapi makannya masih pake pete sama terasi, saya juga mau sok keren pake bahasa saya, biar bapak sama-sama pusing. Saya pulang dulu ya, pak Bhum. Kurang-kurangi maksiat pak. Inget akhirat." Kata Wulan setengah berlari keluar dengan cepat sebelum pena kesayangan milik Bhumi mampir ke jidatnya. "WTF!!!" Pekik Bhumi dengan kesal. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Broken

read
6.4K
bc

T E A R S

read
312.7K
bc

MOVE ON

read
95.1K
bc

Akara's Love Story

read
259.0K
bc

Unpredictable Marriage

read
280.6K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.0K
bc

The Prince Meet The Princess

read
181.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook