Brandon Bisa Membaca Hati Orang

1031 Words
Langkah Sean yang membawa Alura dalam gendongan, berakhir di sebuah rumah paling besar dan megah yang ada di kompleks itu. Tentu itu membuat mata gadis desa seperti Alura, langsung membelalak kagum. Sungguh, ini baru kali pertama dia melihat secara langsung rumah sebesar dan semewah ini. Rasanya seperti mimpi. 'Wah, dia kaya sekali rupanya,' gumam Alura dalam hati. Tapi tiba-tiba, wajahnya berubah pucat saat mengingat sesuatu. 'Apakah istrinya tidak akan marah saat melihat suaminya membawa aku ke rumah ini dengan cara dibopong seperti ini?' Perasaan Alura berubah menjadi khawatir. Dia tidak lagi mengagumi rumah itu karena kekhawatirannya itu. "Aku akan memanggilkan dokter untukmu," ucap Sean setelah meletakkan Alura di sebuah sofa yang besar dan sangat empuk yang ada di ruang keluarga. Alura hanya mengangguk membiarkan Sean mengeluarkan ponselnya dari saku celana untuk menelpon dokter yang dimaksud. Pandangannya kemudian mengitari ruangan mencari sosok wanita yang kira-kira berpenampilan layaknya seorang nyonya. Tapi yang didapatinya justru tatapan tajam Brandon padanya. 'Kenapa anak itu menatapku seperti itu?' tanya hati Alura. Bukan tanpa sebab, tatapan itu seperti bukan tatapan polos seorang anak kecil melainkan seperti tatapan seorang aparat kepolisian yang tengah menginterogasi seorang tersangka. Untuk mengurangi suasana yang tegang itu, Alura akhirnya menguraikan senyum lebar. Sayangnya, Brandon tak membalas senyum itu. "Dokter sedang dalam perjalanan ke sini." Alura terhenyak mendengar suara tiba-tiba Sean. Dia langsung menoleh pada pria itu dengan anggukan samar. "Oh, eh, iya." "Kamu bisa menahan rasa sakitnya sebentar bukan?" tanya Sean lagi. "I-Iya, bi-bisa, tuan. Hanya perih dikit kok. Dan yang bagian pergelangan kaki kalau tidak digerakkan tidak sakit." "Baguslah kalau begitu. Sedari tadi aku mengkhawatirkan keadaan kamu." Sean menoleh pada baby sitter Brandon. "Bisa tolong ambilkan minum buat...." Sean menoleh pada Alura. "Siapa namamu?" "Alura...." Sean mengalihkan pandang pada baby sitter Brandon lagi. "Alura. Ya, tolong ambilkan minum untuk Alura." Baby sitter itu mengangguk lalu meninggalkan ruangan itu. Sean mengambil duduk di single sofa yang terletak di sebelah kiri double sofa yang ditempati Alura. "Kalau boleh tahu, kamu darimana dan mau kemana?" "Aku dari desa mau ke rumah yang ada di tempat kejadian tadi. Aku mau bekerja di rumah itu sebagai pembantu." "O...." Sean angguk-angguk tanda mengerti. Obrolan tidak lanjut karena baby sitter datang membawa minuman Alura. Setelah Alura minum, dokter yang akan mengobati luka-luka Alura dan memeriksa keadaan kaki gadis itu datang. *** "Luka-lukanya sudah saya obati, tuan. Saya juga sudah meninggalkan salep dan lainnya untuk perawatan selanjutnya. Lalu untuk pergelangan kakinya, saya meminta untuk tidak banyak bergerak agar terhindar cidera yang lebih parah. Saat ini saya mendapati kakinya hanya terkilir. Tapi jika dalam tiga hari rasa sakitnya tidak juga mereda atau bahkan menjadi semakin menjadi, maka saya akan melakukan pemeriksaan lebih dalam." Itu penjelasan sang dokter sebelum akhirnya dokter itu pamit undur diri pada Sean. Sean beranjak dari tempat duduknya. Dia berjalan menuju kamar tamu yang kini ditempati oleh Alura untuk sementara waktu. Karena pintunya sedikit terbuka, Sean yang tiba-tiba menghentikan langkah, melihat apa yang dilakukan Alura di dalam sana. Gadis itu sedang menatap ponselnya yang pecah. "Yah, tidak bisa menyala lagi. Bagaimana aku bisa menghubungi ayah, ibu, dan Mia?" Sean menghela nafas panjang sebelum akhirnya kembali melangkah. "Aku akan mengganti ponsel itu dengan yang baru." Alura yang tidak menyadari kehadiran Sean sebelumnya, tersentak kaget mendengar suara Sean yang tiba-tiba hingga ponselnya yang rusak nyaris jatuh. "Tuan... maaf, aku tidak bermaksud untuk meminta ganti rugi karena menolong Brandon adalah murni kehendakku." "Justru karena itu, aku harus mengganti ponselmu yang rusak itu. Karena kamu menolong Brandon tanpa memikirkan keselamatan kamu sendiri." Alura mengangguk. Dia tidak enak untuk menolak. "Ya, baiklah. Sebelumnya aku ucapkan terima kasih." "Oya, katanya kamu akan bekerja sebagai pembantu bukan di rumah itu?" "Ya, tuan." "Bagaimana kalau kamu menjadi baby sitternya Brandon saja?" Mata Alura melebar. "Bukannya Brandon sudah punya baby sitter? Wanita yang tadi itu...." "Dia mengundurkan diri. Hari ini dia akan pulang. Dia tidak kuat lagi mengurus Brandon karena anak itu memang nakal sekali. Tidak ada pengasuh yang kuat mengurusnya sampai berbulan-bulan. Tidak sampai hitungan tiga bulan saja sudah mengundurkan diri." "O...." Alura angguk-angguk tanda mengerti. "Dan anehnya kali ini dia yang meminta kamu menjadi baby sitternya." Alura terhenyak. "Apa? Brandon memintaku untuk jadi baby sitternya, tuan?" "Iya. Padahal selama ini dia tidak pernah begitu. Apa kamu bersedia?" Alura tak langsung menjawab. Dia justru mengingat saat Brandon menatapnya tajam. Apakah itu pertanda kalau anak itu sedang berencana untuk menjadikan dirinya baby sitter korban kenakalannya untuk berikutnya? "E... aku sudah diterima bekerja di rumah itu. Tidak enak kalau...." "Bagaimana kalau aku menggajimu dua kali lipat dari gaji bekerja di sana?" Alura terdiam. Lalu jarinya menghitung. Dia terhenyak saat mengetahui jumlahnya. Bukan mata duitan, tapi siapa yang tidak mau digaji besar? Tidak peduli tantangan apa yang akan dia hadapi. "Ini serius, tuan?" "Tentu saja serius." "Tapi aku harus bilang dulu pada temanku yang ada di rumah itu. Saat ini ponselku rusak. Aku tidak bisa menghubunginya. Kira-kira apakah aku bisa berjalan pelan-pelan ke rumah itu untuk menyampaikan ini pada temanku itu?" "Oh, jangan!" sahut Sean. "Dokter melarangmu untuk banyak bergerak sementara waktu. Soal temanmu, biar jadi urusanku." Setelah memastikan deal, Sean kemudian keluar dari kamar itu. Tapi yang kemudian masuk adalah Brandon. Anak laki-laki kecil itu mendekatinya dengan gaya angkuhnya yang begitu kentara. Di balik sikapnya itu, tak ada yang tahu kalau Brandon mampu melihat hati seseorang hanya dengan melihat saja. Dan, Brandon bisa tahu berbentuk seperti apa hati Alura. "Mulai sekarang tante baby sitter aku bukan?" tanya Brandon dingin. Alura mengangguk. "Iya." Plak. Brandon melempar buku gambar ke hadapan Alura. "Kalau begitu, buatkan aku gambar pemandangan." Alura terhenyak melihat sikap Brandon meskipun tidak begitu kaget karena Sean sudah menjelaskan kalau anak laki-laki ini nakal. Dia lalu mengambil buku gambar itu, membuka lembar-lembarnya, sebelum akhirnya mengalihkan pandang pada Brandon lagi. "Gambaran-gambaran yang ada di buku gambar ini, kamu yang menggambar, bukan?" Brandon mengangguk. "Ya." "Bagus. Aku sendiri tidak bisa menggambar sebagus ini. Jadi sangat salah kalau kamu memintaku yang menggambar. Bukannya lebih bagus, hasilnya malah tambah jelek. Jadi, kamu buat sendiri saja, ya? Caranya gunakan daya imajinasi kamu dengan baik dan maksimal. Lalu fokuslah. Aku yakin, hasilnya akan luar biasa." Brandon tersenyum miring mendengar penjelasan Alura. Dia memang tidak salah pilih. Akhirnya, dia menemukan wanita yang selama ini diinginkannya. Bersambung.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD