CH 09 ~ Finger Play

1024 Words
“Kanaya! Kamu benar-benar keterlaluan kali ini, siapa yang mengajarimu mabuk-mabukan hah!” Steve benar-benar kecewa terhadap Kanaya. Saat itu gadis tersebut menggeliat, lalu menyipitkan matanya. “Steve! Pangeran Ku! Astaga, Steve kamu datang menjemputku?” Naya tercengir sambil merangkul Steve yang sedang fokus menyetir. Hal itu membuat Steve kehilangan kendali mobilnya. “Naya! Hentikan jangan memeluk Daddy seperti ini! Astaga, Kanaya kamu benar-benar mabuk!” sentak Steve. Steve langsung mematikan mesin mobilnya. Gadis itu mendongak, lalu tersenyum ke arah Steve. “Sayang, Daddy, aku sangat mencintaimu. Tidakkah kamu dapat melihat itu?” ucap Naya yang masih memegangi d**a bidang Steve. “Nay! Sadarlah kamu sedang mabuk! Cepat kembali ke tempat duduk mu!” Steve mencoba mendorong tubuh Naya tapi gadis itu menggeleng, ia menolak. Kanaya menarik kerah baju Steve lalu menatap kedua mata Steve begitu dekat. Keduanya hampir tidak berjarak, kala itu Steve benar-benar tidak dapat mengendalikan detak jantungnya sendiri. Pria itu mengumpat di dalam hati, saat hatinya berdesir ketika sedekat ini dengan Kanaya. “Naya! Cepat kembali ke tempat duduk mu!” ulang Steve. Kanaya malah tersenyum lagi. “Daddy, aku cinta kamu.” Kanaya langsung mendekatkan bibirnya pada bibir Steve. Ia mengecup bibir Steve sambil menyesapnya sedikit demi sedikit. Steve hampir meledak, baru kali ini ia merasa gugup bukan main, padahal ketika berada di dekat wanita lain, Steve justru biasa-biasa saja. Steve ingin menghindar, ia juga ingin melepaskan kecupan Kanaya itu. Tapi, gadis itu malah memperdalam ciumannya. Hingga refleks Steve mendorong tubuh Kanaya hingga ia bersandar di kursinya kembali. Keduanya saling memandang, Steve tidak dapat menghindari perasaan bergetar dalam hatinya. Jantungnya berdegup kencang tidak karuan. Saat itu ia terus terpaku pada bibir tipis nan kecil milik Kanaya. Steve adalah pria normal, ia merasa b*******h saat itu. “Steve, i want you, so bad!” Kanaya menatap Steve dengan gairah yang sama. Naya menarik tangan Steve lalu mengarahkan tangannya ke kancing baju kemeja yang sedang ia kenakan saat ini. Kanaya sudah gila, ia bahkan meminta Steve melucuti pakaian miliknya. “Nay! Ini tidak benar!” Steve menolaknya keras. Batin Steve terus bergejolak. Ia ingin melakukan apa yang naluri nya katakan, tapi dia juga merasa itu tidak bisa dia lakukan. Gadis itu Kanaya, jika itu bukan Kanaya mungkin tidak masalah. Tapi, Kanaya? Mereka memiliki hubungan keluarga, meski bukan hubungan sedarah. “Dad! Naya menyukai Daddy, bukan sebagai anak kepada Daddy-nya. Aku mencintai Daddy!” tekan Kanaya. Saat itu tidak ada yang menghalangi keinginan Kanaya untuk menciumi bibir Steve. Kanaya menarik lagi kerah baju daddy-nya, lalu menciumi lagi bibir Steve dengan begitu rakus. Pria itu benar-benar sudah terpancing. Ia tidak dapat menghindari gairahnya yang sudah meluap karena perbuatan Kanaya yang memaksanya. Jantung Steve berdegup kencang tak terkendali. Dia merasakan hawa panas dan dorongan nafsu yang menggebu. Dia sekuat tenaga membuang semua perasaan yang seolah akan meledak, dia terbakar, dia tidak dapat mengendalikannya. “Naya! Tolong hentikan!” Steve terengah-engah di tengah ciuman tadi. Tapi Kanaya sudah sangat menikmati ciuman itu. Perlahan tangannya melepaskan kancing bajunya sendiri sehingga Steve membelalak kaget. “Kanaya! Stop it!” “Steve, apa aku tidak berhasil menggoda mu?” Kanaya menangis dengan cukup keras. Ia merasa tidak berhasil menggoda daddy-nya. Padahal Naya cukup sadar ketika melakukan hal itu, meskipun gairahnya terpacu karena alkohol yang di minumnya tadi juga. "Aku tidak menarik? Aku sejelek itu di matamu? Aku tidak membuatmu tergoda?" “Kanaya, kenapa kamu menangis?” tanya Steve yang malah semakin kebingungan. “Aku ingin kamu memandangku sebagai seorang gadis. Hanya itu, Daddy!” ucap Naya dengan air mata bercucuran. Pergolakan batin tak dapat dielakkan lagi. Steve merasa bersalah, dia tidak tega melihat tangisan Kanaya. "Kamu cantik, kamu sangat cantik, siapa bilang kamu jelek, Nay..." "Tapi kamu nggak tergoda denganku, tandanya aku ini jelek kan?" Sibodoh ini, kamu tahu dia mabuk! Kenapa kamu malah menggunakan perasaan di saat seperti ini? Jangan sentuh dia, jangan apapun yang terjadi!!! "Aku terlalu jelek, aku jelek sampai kamu tidak mau menyentuh ku!!" pekik Naya dengan air mata yang makin membanjiri pipi putihnya. Steve mengusap wajahnya masih dalam keadaan menindih tubuh Kanaya. Perlahan Steve menekan tombol seat slide pada mobilnya agar jok mobilnya berubah menjadi posisi yang nyaman untuk Kanaya merebahkan diri. Kanaya terkejut saat daddy-nya menyentuh pipinya, lalu mengecup keningnya, kemudian menempelkan keningnya pada kening Naya. “Daddy sangat menyayangi Kanaya. Tapi, hubungan seperti itu, bagaimana mungkin, Nay,” ucap Steve dengan suara begitu lemah membuat sekujur tubuh Kanaya merinding. “But i love you, Dad!” ucap Naya tidak juga merubah pendiriannya. (Tapi aku cinta kamu, Dad!) “Nay, Daddy akan memberikan yang kamu mau, tapi untuk hal ini Daddy tidak bisa,” ucap Steve, tapi sedetik kemudian Steve malah mengecup bibir Kanaya dengan begitu lembut. Reflek Kanaya langsung memejamkan mata. Steve memperdalam ciumannya, padahal baru saja Steve mengatakan mereka tidak dapat menjalani hubungan seperti itu. Lalu apa arti perlakuan Steve pada Naya kali ini? Batin Naya terus bertanya-tanya tapi ia semakin menikmati sentuhan dari bibir Steve. Kecupan Steve beralih ke leher Kanaya, pria itu memberikan gigitan kecil hingga Kanaya mengerang, mendesah merasakan gairah yang semakin meluap. what are you doing, Steve! Perlahan Kanaya meraih kepala Steve, lalu ia memberikan kecupan lembut di leher Steve, hingga seluruh leher Steve berubah merah. Hal itu berhasil membuat pria itu menegang. Keduanya pun saling memberikan kecupan dan ciuman bibir yang cukup panas. Naya begitu memburu bibir penuh Steve, ia melumatnya habis dengan amat liar. Siapa yang mengajari Naya berciuman? Kenapa dia begitu lihai. Itu yang ada dalam pikiran Steve saat ini. Steve sejujurnya masih sadar, bahwa ini seharusnya tidak terjadi. Tapi ia hanya ingin membuat Kanaya tenang, ia tahu bahwa Naya masih di dalam pengaruh alkohol, gairahnya bangkit pasti karena minuman tersebut, pikirnya. Namun tidak dipungkiri saat menyentuh Kanaya, pria itu juga merasakan gairah yang serupa. Steve ingin melanjutkannya. Tapi, akalnya masih menolak keras. Sadarlah Stevano! Dia itu Kanaya! Putrimu! Steve langsung mengembalikan posisi duduknya, setelah ia memastikan Kanaya tertidur. Ternyata benar, Kanaya hanya butuh di selesaikan, setelah itu tubuhnya melemah dengan sendirinya. Saat itu Steve benar-benar merasa menjadi pria yang menjijikan. Dia melakukan hal itu, membuat Kanaya mencapai kepuasan walaupun tidak dengan bercinta secara langsung. “Kamu sudah kelewat batas Steve! Kamu gila!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD