10 – SENYUMAN MATAHARI PAGI

1313 Words
Lutut Bella melemas seperti agar-agar ketika mendengar pengakuan Victor. Mungkin ini puncak segala keanehan yang dia alami beberapa hari ini. Bagaimana bisa seorang Victor Alanzo menyatakan cinta pada gadis yang baru ditemuinya tiga kali dan dalam keadaan yang aneh. “Oke ini nggak real. Tuan pasti hanya bercanda saja. Mungkin sebaiknya Tuan pergi saja dari kamar saya, saya nggak peduli kalau orang-orang atau teman saya mengenali Tuan. Ini aneh. Saya juga harus siap-siap untuk pergi bekerja.” Bella memegangi dadanya yang berdetak terlalu kencang. Dia berusaha mengatur napas. Sial! Mengapa dia baru sadar kalau ternnyata Victor benar-benar tampan? Dan mengapa rasanya wajahnya memerah? Victor menarik napas dan menyadari kebodohan yang baru saja dibuatnya. Dia mendekati Bella yang salah tingkah dan memegang kedua bahunya. Victor mengecup pipi Bella cepat, “Bersiaplah. Aku menunggu di luar. Aku akan mengantar kamu ke tempat kerja.” Setelah membuat Bella mematung dan kehilangan udara, Victor meninggalkan kamar Bella. Dia bingung harus bagaimana. Ketika dia mengintip ke luar melalui jendela, dilihatnya lelaki itu berdiri tegak di muka pintu, seolah takut Bella kabur tanpa sepengetahuannya. “Gawat. Kalau kelamaan dia berdiri di sana, bisa-bisa Siska keburu ngeliat. Ember bocor itu bisa update status di medsos segala. Mampus aku ntar.” Bergegas Bella ke kamar mandi dan menyelesaikan ritual paginya lalu berpakaian dan berdandan sekadarnya. Toh, dia bukan mau pergi dengan pacar jadi tidak perlu terlalu maksimal bersolek. Yang penting keberadaan makhluk Tuhan yang paling seksi di depan kamarnya itu harus segera disingkirkan. “Ayo pergi!” ajak Bella sambil mengenakan jaket lalu mengunci pintu kamar. “Tunggu apa lagi? Kalau kelamaan di sini keburu temen saya keluar kamarnya. Tuan tidak mau, kan kalau jagad sosmed heboh gara-gara Tuan kelihatan ada di sini.” “Aku mau pergi kalau kamu berhenti memanggilku ‘Tuan’.” “Apa? It-itu nggak mungkinlah! Saya ini siapa, Anda ini siapa?” kata Bella dengan suara sedikit meninggi. “Saya nggak mau dibilang orang perempuan nggak tahu diri. Saya sudah pernah disangka begitu,” katanya lagi dengan nada lebih rendah. Dia memberi tanda dengan kepalanya supaya Victor mengikuti dia beranjak dari depan kamarnya. “Saya mau pergi kalau kamu berjanji memanggil saya Victor saja.” Astaga! Bella semakin tidak paham apa yang sedang dia hadapi saat ini. Berbicara dengan Victor seperti ini saja rasanya sudah tidak mungkin apa lagi memanggil lelaki berpengaruh satu ini dengan namanya saja. Namun sepertinya lelaki ini akan tetap geming sampai Bella menuruti kemauannya. “Baiklah, tapi hanya ketika kita berdua saja. Oke?” “Dan tidak pake saya, tetapi aku.” Bella memutar bola matanya, membuat Victor gemas ingin merengkuh Bella ke dalam pelukannya tapi dia harus menahan diri. “Ya, ya, apa mau kamu sajalah. Ayo cepat kita pergi!” Tanpa sadar Bella menarik tangan Victor dan sedikit menyeretnya agar segera menjauh dari kosannya. Melihat perbuatan Bella, Victor tersenyum lebar sekali. Dadanya berdentum keras dan terasa panas. Rasanya Victor akan meledak sebentar lagi saking bahagianya. “Di sini!” Gantian Victor yang menggandeng tangan Bella ketika mereka tiba di ujung gang. Victor membimbing Bella menuju mobilnya yang terparkir tanpa supir di depan sebuah toko. Tanpa terlihat oleh Bella, Victor terkekeh senang karena bisa menggenggam tangan gadis itu. Victor membukakan pintu untuk Bella dan mempersilakan gadis itu masuk. Semua dilakukan Victor tanpa kehilangan senyum di wajahnya. Seperti anak kecil, dia pun berlari memutari mobil lalu duduk di balik kemudi. Sebelum mobil melaju, dia melirik ke arah Bella dan tersenyum kepada gadis itu meski Bella membuang muka dan memilih memandang ke luar jendela yang berada di sampingnya. Dia bingung dengan tingkah laku Victor, seperti dia juga bingung dengan perasaannya saat ini. Rasanya begitu menyenangkan diperlakukan Victor dengan cara sangat terhormat. Berbeda dengan perlakuan Anton padanya. Bersama Victor, Bella merasa sangat tersanjung dan sangat disayangi. “Kenapa kita ke sini?” protes Bella ketika mobil mengambil jalur yang menjauh dari minimarket tempatnya kerja. “Kita sarapan dulu. Kamu pasti belum sarapan, kan?” “Tapi saya pasti bakalan terlambat sampai di tempat kerja,” katanya sambil menoleh ke arah Victor. “Aku. Aku pasti bakalan telat masuk kerja.” Bella meralat ucapannya ketika Victor menoleh cepat dengan tatapan yang tidak suka. “Tenang. Kalau sampai kamu dimarahi, minimarketnya akan aku beli. Kalau perlu gedungnya sekalian.” Astaga, penyelesaian yang sangat berlebihan. Bella tahu Victor kaya, tapi masa iya sampai membeli gedung segala demi dirinya? Dia hanya menggelengkan kepala dan pasrah saja dengan perlakuan Victor. Ada sedikit rasa ingin tahu berkelebat di kepalanya. Apa Victor berbuat hal seperti ini juga ketika bersama gadis lain? Tapi kata Siska, Victor itu dingin kepada perempuan. “Kamu mikir apa?” tanya Victor ketika disadarinya Bella terdiam hampir sepanjang perjalanan mereka. Bella tidak menjawab, pikirannya sedang sibuk saat ini. Victor membiarkan Bella dengan isi kepalanya dan fokus ke jalanan ibukota yang sudah sangat padat. “Kita sudah sampai,” kata Victor sambil menghentikan mesin mobil dan menoleh ke arah Bella untuk ke sekian kalinya. Gadis itu tetap geming. “Bella?” “Eh, maaf. Aku ..., melamun.” “Kamu melamun sepanjang perjalanan dan mengabaikan aku,” kata Victor datar. “Hhh, it’s oke. Untuk kamu aku bisa menunggu.” Bella memandang Victor, tidak memahami apa maksud perkataannya. “Kita di mana?” tanyanya ketika disadari dia tidak tahu berada di mana saat ini. “Akhirnya kamu sadar juga sama keberadaanmu.” Victor keluar dari mobil diikuti Bella. “Victor!” bisik Bella sedikit kuat ketika mereka sudah berdiri sejajar dan sedang memandang ke arah kafe. “Aku nggak bisa masuk kesini.” “Kenapa?” “Pokoknya nggak bisa. Kita cari tempat lain saja, yuk!” Victor heran melihat kelakuan Bella. Biasanya gadis-gadis sangat suka jika diajak ke kafe satu ini. Setidaknya itu yang dikatakan media sosial. Selain tempatnya yang eksklusif, menunya enak dan berkelas, suasananya juga sangat romantis. Para gadis merasa berada di negeri dongeng dan sangat dimanjakan jika berada di sini. Itu yang ditulis para selebgram dan juga youtuber. Bella kembali masuk ke dalam mobil dan duduk diam sambil mengamati Victor yang berjalan ke sisi mobil yang lain. Dia duduk di samping Bella dan membanting pintu mobil sedikit keras. Menyadari suasana hati Victor yang mungkin kesal dengan kelakuan Bella, gadis itu berusaha memperbaiki keadaan. “Maaf. Tapi aku nggak mau ke tempat yang sama dengan dua lelaki yang berbeda.” Dia berhenti bicara lalu menunduk. “Kalau kamu paham maksudku.” Victor memandang Bella yang menunduk sambil meremas ujung kemejanya dan terlihat sedikit salah tingkah. “Kamu pernah ke sini sebelumnya?” tanya Victor. Tempat ini cukup mahal, dia tidak menyangka jika mantan Bella pernah membawa gadis ini ke sini. “Pernah. Sekali,” kata Bella sambil menggigit bibir. Sebenarnya dia enggan mengingat kejadian denan Anton. “I see. Dan kamu nggak suka mengingat kejadian dengan mantan kamu itu.” Victor menyimpulkan sambil menyalakan mesin mobil. Bella mengangkat wajah. Dia tidak bisa membaca raut wajah lelaki di sampingnya dan tidak mengetahui apakah Victor marah, kesal atau biasa saja. Mereka belum lama kenal dan Bella masih belum tahu bagaimana perasaannya pada Victor dan juga tidak tahu harus bersikap seperti apa. Dia merasa hubungannya dengan Victor adalah sesuatu yang sangat tidak mungkin. Itu jika benar akan terjalin hubungan di antara mereka nantinya. “Sebagai gantinya, aku akan tunjukan tempat sarapan yang spesial sama kamu. Ini tempat sarapan kesukaan aku dan belum pernah aku kasih tahu sama siapa pun. Siska juga nggak tahu. Apa lagi Anton. Kamu mau kuajak ke sana?” Victor menoleh. Berbagi rahasia dengan gadis itu membuatnya terasa sangat spesial. Dia pun tersenyum pada Bella. Melihat senyuman Victor, rasanya Bella melihat matahari di atas kepala lelaki itu. Dia tak mengira senyuman Victor begitu hangat dan rasanya hatinya juga ikut hangat. Tanpa disadari, dia ikut tersenyum dan merasakan ketulusan yang terpancar di wajah yang kata orang-orang dingin dan tak berperasaan. ‘Kenapa dadaku jadi berdebar-debar seperti ini melihat senyumannya, ya?’ (*) 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD