Pertemuan Terlarang
Suamiku adalah seorang prajurit dan kami tinggal di asrama. Aku yang bukan pengantin baru merasa aman, karena aku pikir tidak akan ada yang berminat padaku, maklum semua sudah berkeluarga disini.
Siapa sangka. Pria itu adalah pria muda yang merupakan komandan suamiku. Dia baru saja pindah ke asrama dan ternyata diam-diam memperhatikanku.
Semua kejadian bermula ketika beliau datang ke rumah mencari suamiku. Aku yang saat itu berfikir yang mengetuk pintu adalah suamiku, dengan santai aku membuka pintu dalam keadaan habis mandi dan hanya mengenakan handuk yang melilit membungkus tubuhku.
Kreekk...
Pintu terbuka dan aku tersenyum cerah berharap itu suamiku.
"Upsh!" Aku terkejut ketika yang berdiri di depanku bukanlah suamiku, melainkan pria tampan yang berdiri mematung menatap handukku yang terlepas karena tidak terlilit sempurna. Bahkan saking terkejutnya aku nyaris terjatuh.
"Ehhh! B-Bapak. M-Maaf, Pak. " aku membungkuk dan meraih handuk yang terjatuh di lantai. Aku melihat pria itu menelan ludah menikmati pemandangan indah yang dia nikmati secara gratis. Ya, pemandangan tubuhku tanpa sehelai benang yang membuatnya terpana.
"M-maaf, Pak. Saya kira yang datang suami sayaa..." ucapku akhirnya memecahkan ketegangan, terlebih aku melihat komandan suamiku menelan ludahnya sambil menatapku tak berkedip. Aku melirik ke arah lain tanpa sengaja aku melihat ada yang menonjol dibalik celana panjangnya.
Wajahnya tampannya memerah seketika, dia tampak menutupi rasa malunya. "Ehm! Anu..." dia menggaruk kepalanya, mencoba menenangkan diri.
"Ada apa, Pak? Tumben ke rumah?" Sapaku lagi, dan beliau akhirnya bisa menguasai diri setelah aku melihat beberapa kali beliau menarik nafas, meski benda menonjol dibalik celananya itu masih tetap sama.
"Ehh! Ibu. Kirain sudah tahu. Saya ke sini mau jemput ibu karena ini darurat. Apakah ibu sudah menyiapkan yang di kirim untuk pak Reza?" Tanya pria itu membuatku menautkan dahi.
"Emang ada apa, Pak?" Tanyaku tegang. "Masuk dulu, Pak..."
"Ada perintah darurat untuk back up di area konflik, Bu." Jawabnya sambil masih tidak tenang, wajar dia harus menenangkan pikirannya dulu agar si dedek tidur lagi.
"Konflik?" Dahiku bertaut karena mas Reza gak ada bahas soal itu.
"Iya, Bu. Sprint dari pusat turun dan prajurit sudah langsung ke lokasi. Dan saya harus cek kesiapan makanya saya mau kesana. Dan sekalian bawa barang yang diperlukan makanya saya kesini" jawabnya sudah mulai tenang dari nada suaranya tak lagi bergetar.
"Maksudnya, suami saya mau ke daerah yang konflik itu, Pak?" Tatapku meyakinkan.
"Ya, begitu, Buk." Tegasnya.
Dan seketika jantungku berdegub kencang mendengar daerah konflik. Karena baru tiga belas orang anggota Brimob dan dua puluh orang anggota TNI tewas karena penyergapan itu.
"Astagaaa...." Aku yang panik langsung berbalik arah dan siapa sangka aku kepeleset dan nyaris terjatuh. Untungnya tangan kekar itu segera menangkapku dengan cepat. Sayangnya handukku terlepas. Aku sudah jatuh di pelukannya bak adegan-adegan drama romantis sekaligus memalukan.
"Ehh! Maaf, Pak..." ucapku dengan wajah memerah. Dan pria itu juga wajahnya memerah. Dia menelan ludah dan jantungnya berdegub kencang.
"Ehmm...i-iya, Bu. Gak papa gak sengaja juga kan?" Ucapnya membuatku menganggukkan kepala dan menunduk.
"Pak, bentar ya? Saya liat hp. Bapak pulang saja nanti saya antar langsung ke suami saya. Saya juga ada yang mau di bahas langsung. Penting..." tegasku lagi membuatnya langsung menyahut cepat.
"Tidak! Jangan Bu. Biar saya saja sekalian. Toh mereka prajurit saya. Kalau ibu mau ikut untuk ketemu suami, gak papa bareng saya saja, sekalian toh?"
"Hah?!! Emang boleh, Pak?" Tatapku tak percaya, secara dia adalah seorang komandan yang derajatnya jauh di atas kami.
"Tidak masalah, daripada saya sendirian." Dia tersenyum simpul.
"Ehm baik kalau begitu pak, saya bersiap dulu..." sahutku langsung berlari ke kamar dan mengunci pintu. Aku menyandarkan badanku di pintu. "Astagaaa...bisa-bisanya aku teledor gini. Mana dia komandan mas Reza lagi. Gimana kalau jadi bahan gosip. Seorang istri menyambut komandan dengan telanjang untuk menggoda? Ahh! Mana mungkin dia tergoda juga sama aku, dia aja tampan banget dan pasti banyak cewek lah..."
Aku menepuk jidatku berkali-kali, menahan otakku berfikir macam-macam. Sampai sebuah ketukan halus membuyarkan lamunanku.
"Bu, sudah selesaikah?" Ucapnya lagi. Aku sontak terkejut. "Saya nungu di sini." Suara lembut itu menggetarkan hatiku, ahh andai saja....
"Ehh! Lagi bersiap, Pak. Bentar..." ucapku lagi dengan bibir bergetar.
Aku terburu-buru menyusun pakaian suamiku dan barang keperluannya, lalu mengganti pakaian rapi dan merias tipis wajahku. Aku gak sempat merapikan riasanku karena memang komandan suamiku sudah mendesak ku.
"Bu...sudah selesaikah? Soalnya mereka sebentar lagi berangkat..." ucapnya membuatku segera bergegas dengan rambut sedikit masih acak-acakan dan dengan pedenya berseru.
"Sudah, pak!" Seruku sambil keluar kamar sampai membuat komandan suamiku terkejut lalu tersenyum dengan manis sekali.
"Ohh! Marii..."" ucapnya sopan dan membantu membawakan tas baju suamiku.
"Pak! Jangan repot-repot!" Tolakku, sampai akhirnya tanpa sengaja jemari tangan kami saling menggenggam dan terdiam untuk beberapa saat. Jantungku berdegub kencang, entah karena senyumnya atau karena ada hangat yang menjalar memenuhi rongga d**a karena sentuhan tangan pria tampan ini.
Bersambung....
NOTE : Tinggalin jejak komen yak beb...