Bab 3. Merasa Iba

1015 Words
“Bodoh!” umpat Sean yang sudah benar-benar hilang akal. Rasanya, ia ingin menelan Yuri bulat-bulat saat ini juga.   “M-maaf kakak,” balas Yuri yang langsung menundukkan kepalanya saat mendengar umpatan Sean barusan. “Aku antar,” ujar Sean yang langsung menarik lengan Yuri dengan sedikit kasar menuju luar apartemen. Namun sebelum itu,   Brukk…!   Tubuh mungil Yuri lagi-lagi harus tersungkur akibat tersandung undakan kecil saat keduanya sudah berada tepat di depan pintu apartemen. Melihat Yuri yang meringis kecil, Sean pun tidak tahan dan langsung menggendong tubuh mungil itu layaknya anak kecil lalu membawanya keluar dari apartemen. Sedangkan Yuri sediri yang sempat kaget itupun lantas langsung mengalungkan kedua lengannya di leher Sean.   Saat Sean sampai di parkiran apartemen, mungkin lebih tepatnya kini ia tengah berada tepat di depan mobil miliknya, Sean berniat untuk menurunkan Yuri dari gendongannya.   “Turun,” titah Sean saat Yuri tak kunjung mau diturunkan dari gendongannya.   “Tu—”   Belum Sean menyelesaikan ucapannya, Yuri lebih dulu menenggelamkan kepalanya di curug leher Sean. Menyadari bahwa Yuri tengah tertidur pulas dalam gendongannya saat ini, Sean pun menghela nafas berat dan langsung masuk ke dalam mobilnya. Ia, mendudukkan dirinya sendiri dengan sangat hati-hati di kursi pengemudi agar tidak membangunkan Yuri yang terlelap.   Tapi tunggu, memangnya Sean tahu dimana rumah Yuri? Tentu saja tidak. Sean mengemudikan mobilnya menuju tempat di mana ia dan Yuri pertama kali bertemu kalau itu. Tidak, Sean hanya memiliki firasat bahwa rumah Yuri memang tak jauh dari tempat tersebut.   ***   Saat sampai di tepi taman dekat tempat pertama kali mereka bertemu, Sean memberhentikan mobilnya. Setelah itu dia mengguncang pelan punggung mungil Yuri guna membangunkan.   “Bangun,” ucapnya sambil terus berusaha mengguncang tubuh Yuri agar terbangun.   “Eunghh...,” lenguh Yuri saat tidur lelapnya terusik. Ia, perlahan menjauhkan kepalanya dari curug leher Sean. Kini, wajahnya dan wajah Sean, sudah setara, dalam artian sejajar.   “Onii-chan?” ujar Yuri dengan suara seraknya yang semakin menambah keimutan Yuri yang baru saja terbangun.   “Turun,” titah Sean sambil membukakan pintu mobil agar Yuri turun dari gendongannya dan beralih keluar dari mobil.   “Hm!” gumam Yuri menurut yang langsung turun dari gendongannya Sean yang sejujurnya terasa amat nyaman.   “Pulang,” titah Sean lagi setelah keluar dari mobilnya sendiri.   “Ah, Terima kasih Kak Sean sudah mengantarkan Yuri pulang,” ujar Yuri yang menyadari bahwa Sean telah mengantarnya sampai di daerah yang memang dekat dengan rumah Yuri.   “Hm,” balas Sean yang hanya sebatas gumaman saja.   “Oh! Nii-chan! Mari minum teh di rumah Yuri!” ajak Yuri dengan antusias.   “Tidak,” tolak Sean mentah-mentah.   “Kenapa? Apa kak Sean tidak nyaman jika bertamu ke rumah Yuri?” tanya Yuri yang terlihat bersedih.   “Tidak,”   “Lantas mengapa kak Sean menolak?”   “...”   “Ah, baiklah kalau begitu Yuri pulang dulu ya. Kak Sean hati-hati di jalan ya!” ujar Yuri yang mengerti. Ya, Yuri merasa bahwa ia terlalu melewati batas. Sean, merupakan orang asing yang baru saja ia kenal. Maka dari itu, sebaiknya Yuri tidak bersikap seperti ini pada Sean. Karena, itu akan menggangu Sean saja bukan?   Saat Yuri akan melangkahkan kaki mungilnya menuju arah pulang, tiba-tiba saja Sean menahan tangannya yang tentu membuat sang empunya pun sontak menoleh menatap Sean heran.   “Ada apa kak?” tanya Yuri pada Sean dengan keningnya yang sedikit mengerut.   “Ya,” balas Sean yang tidak nyambung dengan pertanyaan Yuri barusan.   “Ya?”   “Hm,”   “Ya apa? Aku tidak mengerti yang kak Sean maksud,” tanya Yuri yang memang benar-benar tidak mengerti apa yang sebenarnya dimaksud oleh Sean.   “Rumahmu,” jawab Sean yang masih saja singkat. Yuri semakin mengerutkan keningnya, sebelum pada akhirnya ia pun mengerti apa yang Sean maksud.   “Kak Sean mau mengunjungi rumah Yuri?!” tanya Yuri memastikan dengan wajahnya yang berbinar cerah.   “Hm,” balas Sean yang tentu membuat Yuri memekik senang.   “Yeayy!! Nii-chan ingin mengunjungi rumah Yuri! Ayo kakak!” pekik Yuri antusias lalu segera menarik lengan Sean menuju arah rumahnya.   ***   Setelah sampai di depan rumah kecil itu, Sean termenung sejenak. Ia tak menyangka bahwa rumah Yuri akan seperti ini. Baginya, kondisi rumah Yuri saat ini terbilang sedikit tidak layak. Namun, tentu saja ia tidak akan mengatakannya pada Yuri.   “Yuri pulang!” ujar Yuri saat membuka pintu rumahnya.   “Ayo Nii-chan, silahkan masuk,”   “Hm,” balas Sean yang masih memperhatikan kondisi dalam rumah tersebut. Kosong melompong, hanya terdapat meja kecil, tikar, futon, dan lain-lain.   “Nenek! Lihat! Aku membawa orang ke rumah kita, dia adalah Nii-chan Yuri..., dia sangat baik!” ujar Yuri pada sebuah frame yang berisikan foto sang nenek. Melihat Yuri yang tampak antusias saat bercerita mengenai dirinya pada sosok yang berada di dalam foto tersebut, tentu membuat Sean sedikit merasa iba.   ‘Memangnya, apa yang terjadi pada anak ini? Apakah dia memang sudah tidak memiliki siapapun lagi?’ tanya Sean dalam hati sambil tersenyum menatap sosok mungil di hadapannya itu dengan sorot mata yang tak dapat terbaca.   “Nah, Nii-chan, tunggu sebentar ya..., Yuri ingin mengambil gelas, teko, sendok, teh, gula, dan air panasnya terlebih dahulu,” ujar Yuri lalu bergegas pergi ke belakang untuk menyiapkan semua bahan. Ingin rasanya Sean bertanya dan membantu, namun ia masih sulit untuk berbicara banyak terhadap orang lain yang baru dikenalnya.   ‘Apa dia bisa melakukan itu semua karena dia bekerja? Waktu itu, aku memergokinya tengah menjadi pelayan di sebuah restoran.’ Pikir Sean yang lagi-lagi dalam hati. Tentu saja, bagaimana bisa Sean melontarkan itu semua secara gamblang? Sedangkan dia memang sangat sulit untuk berbicara banyak pada orang lain maupun dirinya sendiri?   “Nah, bahan-bahannya datang!” ujar Yuri dengan wajah sumringah sambil membawa nampan besar yang tampak berat itu. Bagaimana tidak? Semua alat termasuk teko dan termos dia bawa di dalam nampan tersebut.   “Kubantu,” ucap Sean yang mengambil alih nampan tersebut dari tangan mungil Yuri.   “Ah?! Terima kasih Nii-chan,” balas Yuri pada lelaki dingin tersebut.   “Hm,”   “Kemari Nii-chan, duduk bersama Yuri,” ujar Yuri yang kini sudah duduk lebih dulu di atas tikar dan menumpukan lengannya di atas meja. Lantas, Sean pun menurut dan ikut duduk di samping Yuri sembari menaruh nampan tersebut di atas meja.   “Nii-chan ingin minum teh apa? Yuri memiliki Sencha, Gyokuro, dan Matcha,” tanya Yuri pada Sean yang hanya menatapnya datar.   “Gyokuro,” jawab Sean yang dibalas anggukan mantap dari Yuri.   “Baiklah, kalau begitu akan Yuri buatkan sekarang juga,” ujar Yuri yang langsung meracik teh buatannya sendiri itu. “Tunggu sebentar, Nii-chan tahu ini teh apa?” Tanya Yuri dengan alis berkerut heran. Ia baru sadar, bahwa Sean menjawabnya dengan gamblang tadi, bukankah ini teh khas yang jarang orang lain ketahui?  ~~Bersambung~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD