MAMD-03

1350 Words
Pemandangan danau yang indah, udara yang sejuk dan masih bersih menyambut mereka. Rasa lelah setelah empat jam melakukan perjalanan tadi, hilang seketika. Udara segar yang mengisi paru-paru terasa sampai ke otak. Benar-benar detox alami untuk jiwa raga yang lelah menghadapi hiruk pikuk dan polusi ibu kota. Meluruskan pinggang setelah pegal duduk terus, Ara berjalan mendekati ujung tebing yang diberi pagar besi sebagai batas menuju ke arah danau. Tebing itu tidak curam, tapi banyak pohon pohon dan semak liarnya. "Cantik!" "Eh ...." "Iya, cantik, 'kan? Selalu suka lihat pemandangan ke danau dari sini." Damar sudah berdiri tepat di samping Ara. Bahkan bahu Ara bersentuhan dengan lengan Damar Ara mendongak menatap gemas wajah Damar dari samping tempatnya berdiri. Tinggi Ara memang hanya sebatas bahu Damar. Apa sih ni orang, mepet banget! Kalau aku sampe pingsan kena serangan jantung gimana? Situ mau, kasi nafas buatan? Aku sih gak nolak. Dumel Ara dalam hati sambil bergeser sedikit memberi jarak. Dia harus menyelamatkan jantungnya. Damar yang tidak mendapatkan respon apapun dari Ara, menunduk dan menoleh pada Ara. Tiba-tiba dirangkulnya bahu Ara dan menariknya agar mendekat. "Dulu, tebing ini tidak diberi pagar seperti ini. Setiap mau ke danau, aku dan Danisha sering mengambil jalan pintas dengan cara menuruni tebing ini. Hingga suatu hari, Danisha tersandung akar kayu saat kami berlomba lari mencapai danau. Kakinya terkilir, luka di sana-sini dan dagunya sobek. Akhirnya tebing ini diberi pagar, biar gak kejadian lagi," cerita Damar sambil menatap kosong ke arah danau. Ara mendengarkan dengan tidak fokus. Ya Tuhaaan ...! Gimana mau fokus coba? Ara mengangguk saja, bingung mau berkomentar apa, selain otaknya yang tiba-tiba melemot, jantungnya juga saat ini sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Menghembuskan nafas kasar, Ara berdehem menarik perhatian Damar. Memberinya senyum dan segera berpamitan dengan alasan ingin membantu Airina memindahkan barang barang dari mobil ke dalam vila. Ara mendapati Danisha masih berkutat di bagasi mobilnya. "Abang lu kenapa sih, Sha? Suka banget bikin gue baper. Kalau gue sampe cinta lagi gimana?" rutuk Ara kesal. "Bukannya emang masih?" Danisha melirik Ara yang berdiri bersandar di badan mobil dengan wajah jutek. "Mana ada! Gue udah lama move on ya!" ketus Ara. Danisha hanya mengedikkan bahunya, mengeluarkan tas terakhir dari bagasi mobil, menutupnya kemudian mengajak Ara masuk ke dalam vila. "Lu gak percaya?" Ara tak terima. "Apa sih?" Shafa yang baru turun dari lantai dua, merasa penasaran karena melihat wajah Ara yang cemberut. "Temen lu tuh, lagi galau!" ketus Danisha sambil lalu. --- Liburan kali ini mereka menginap di vila keluarga Dewanto, karena masing masing keluarga membawa anggota keluarganya lengkap, jadi butuh kamar yang lebih banyak. Tiga kamar untuk masing masing orang tua dan dua kamar lagi untuk anak perempuan dan anak laki-laki. Awalnya Damar berencana tidur menggunakan extra bed di kamar orangtuanya, tapi karena ternyata Ammar, adik semata wayang Shafa ikut menyusul bersama sepupu mereka, maka bertambahlah jumlah anak laki-laki yang ikut meramaikan acara liburan kali ini. Tentu saja Damar senang mendapat tambahan teman. Setelah menyantap makan siang yang telah disediakan oleh asisten rumah tangga, pengurus vila, masing-masing anggota keluarga memilih untuk beristirahat di kamar. Tiga kamar di lantai dasar ditempati para orang tua, sedangkan kamar untuk anak-anak berada di lantai atas. Menjelang sore, sehabis istirahat dan mandi, semua wajah sudah tampak segar kembali. Berkumpul santai di pinggiran kolam renang di halaman belakang vila. Para orang tua mengobrol di bawah gazebo putih yang berada di samping kolam renang. Sedangkan anak-anak memilih bersantai di kursi-kursi lounger yang tersedia di pinggir kolam renang sambil bermain game yang sedang viral di aplikasi game What Am I. Ara memilih tiduran bak turis yang sedang berjemur sambil memejamkan mata. Tiba-tiba suara berisik anak-anak bercanda berubah menjadi sepi. Hanya terdengar cekikikan tertahan Shafa dan Ammar. Akhirnya tenang juga .... Batin Ara. Ara menikmati sunyi, beberapa detik kemudian tercium aroma mint segar yang menerpa wajahnya. Perlahan Ara membuka matanya. Sebelum kelopak matanya terbuka sempurna, tiba-tiba wajahnya ditiup kencang seseorang. Terkejut. Ara sontak bangkit dari tidurannya. Keningnya menghantam sesuatu. Sambil meringis mengusap keningnya, Ara memfokuskan pandangannya, mencari apa yang dihantam keningnya tadi. Semua tertawa terpingkal-pingkal melihat kejadian itu. Kecuali Damar, ia sedang mengelus hidung bangirnya yang nampak memerah. "Untung gak patah!" gerutunya. "Huh! Mudah-mudahan bengkok terus tuh hidung biar kapok! Jadi orang iseng benget sih, Kak?" Ara kesal setengah mati. Keningnya masih sakit. "Lagian elu sih Kak, gayanya udah kayak bule aja, pake berjemur," kekeh Ammar sambil menyeka air matanya yang keluar karena tertawa. "Dikerjain deh ama Kak Damar!" sambungnya lagi. Danisha mencubit lengan Damar. Kesal, karena sepertinya Damar semakin sering menggoda Ara. Danisha takut Ara kembali jatuh pada Damar. Dia tau bagaimana galaunya Ara ketika sedang parah-parahnya jatuh kepada Damar. Ara jadi menyebalkan! "Apa sih Dek? Sakit ih! Nyubitnya gak kira-kira!" Damar mengelus lengannya yang merah bekas cubitan Danisha. "Ganjen banget!" ketus Danisha tak perduli. "Ganjen apaan?" "Auk ah!" Danisha beranjak menuju gazebo di mana para orang tua mengobrol sambil duduk santai. "Ma ...!" "Eh ... Danisha, Sayang! Sini, Nak, ada singkong dan sukun goreng nih, baru aja diantar Mbok Yani. Cobain deh, enak, singkongnya lembut!" Dinda menyerahkan sepotong singkong goreng kepada Danisha. "Danisha, nanti panggilin Ara sebentar, ya!" perintah Donni begitu melihat Danisha mendekat. "Iya Om," Danisha menjawab sambil menerima singkong dari sang mama. Kemudian kembali menuju tempat Ara dan yang lainnya berkumpul. "Ra, lu dipanggil Om Donni!" "Ada apa?" "Gak tau, gue cuma disuruh manggil aja tadi." Danisha sibuk mengunyah singkong gorengnya. "Mau dong singkong gorengnya! Dapat di mana, Dek?" tanya Damar yang selera melihat cara Danisha menikmati singkong gorengnya. Danisha hanya menunjuk ke arah gazebo dengan dagunya. Damar dan Shafa langsung bangkit dari duduk untuk segera menuju gazebo. Ternyata Shafa juga berminat pada singkong goreng yang sedang dinikmati Danisha. "Kaaak! Aku mau juga! Ambilin yaa! Satria juga!" teriak Ammar kala melihat Shafa ternyata bergegas menuju gazebo. "Ayah manggil?" Ara mendatangi kursi Donni. "Iya, Sayang! Ayah pengin kopi, bikinin dong. Kopi ama krimer nya udah di dapur. Kata mama, udah diletakkan di pantry dekat tempat gula dan bubuk teh," Donni memerintah Ara dengan lembut sambil mengelus sayang bahu Ara. "Siip, Yah! Om-Om yang lain, ada yang mau juga gak?" tanya Ara sekalian. "Bro, ada yang mau kopi? Ara mau bikinin, nih!" tanya Donni pada yang lain. "Wah! Mau dong kalau Ara yang bikin," Dewanto menyahut cepat, disetujui juga oleh Shafri. "Hehe ... siap Om!" Ara tersenyum sambil mengacungkan ke dua ibu jarinya. Kemudian beranjak ke dapur diikuti Shafa. Danisha yang memperhatikan dari jauh, segera ikut menyusul. --- Malam ini mereka mengadakan acara barbeque di pinggir kolam renang untuk makan malam. Mbok Yani, ART penjaga vila dan suaminya sudah menyiapkan ikan, ayam dan jagung yang menjadi menu panggangan. Semua alat dan bahan telah tersedia. Damar, Ammar dan Satria yang kebagian tugas memanggang. "Yang enak ya, Cung!" ejek Shafa pada Ammar yang sudah keringatan. "Cang-cung, cang-cung! Emangnya gue kacung!" "Hahaha. Tuh, muka lu keringetan, item sana-sini. Persis kacung soalnya!" ejek Shafa sambil memindahkan ikan dan ayam yang telah selesai dipanggang ke dalam piring saji. Kemudian diantar ke gazebo di mana para orang tua bersantap malam. Ara mendekati Ammar sambil membawa piring saji yang kosong dan menanyakan apa sudah ada lagi yang matang. "Kamu mau yang mana, Ara?" tanya Damar yang saat itu sedang memindahkan ikan-ikan yang sudah matang dari panggangan. "Ha? Untuk ku atau ramai-ramai?" tanya Ara polos. "Untukmu!" senyum Damar sambil menjawab Ara. "A-aku mau ikan nila, Kak! Yang sedang jangan terlalu besar," Ara menjawab terbata, ia membalas senyum manis Damar. Hatinya berdesir. Damar mengambil piring yang berada di tangan Ara. Memilih seekor ikan nila yang sesuai keinginan Ara, dan seekor lagi untuk dirinya sendiri. Menempatkannya dalam satu piring yang sama. "Lu sama Satria dulu ya, Mar. Gue makan duluan, dah laper," cengir Damar pada Ammar sambil memegang perutnya. Kemudian ia memberikan piring yang berisi ikan tadi kepada Ara. Ara menatap piringnya yang berisi dua ekor ikan, kemudian beralih menatap Damar tak mengerti. "Kita makan sama-sama ya, di kursi itu. Kamu ambil sambal kecapnya dan aku ambil minuman dulu," ucap Damar sambil menunjuk pada sebuah kursi lounger di tepi kolam renang. Ya Tuhaaan! Apalagi Kak Damar ini? Gue setengah mati menghindar, Dia malah ... Uuugh! Batin Ara lelah. . . Tbc gaes ^_^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD