Tanggung Jawab

1393 Words
"Kau harus bertanggung jawab!" Rossa menghentikan niatnya membuka pintu ruang kerja Shakira. Ia berniat memberikan laporan yang harus Shakira kerjakan sebelum diserahkan pada big bos. Ia membuka pintu sedikit lebih lebar dan mengintip sekaligus menguping apa yang Shakira bicarakan. Rupanya Shakira tengah berbicara dengan seseorang lewat sambungan telepon. “Semua ini salahmu! Pokoknya kau harus bertanggung jawab!" Lagi, Rossa kembali mendengar kata tanggung jawab diiringi isakan tangis. Namun satu-satunya yang jadi pertanyaannya kini adalah, tanggung jawab pada siapa? Dan tanggung jawab apa sampai membuat Shakira menangis? Seketika ia mulai curiga dan terus mendengarkan sampai seseorang menepuk bahunya dan membuatnya setengah berteriak. Ia terlonjak kaget dan segera membekap mulutnya sendiri. "Apa yang kau lakukan?" Rain bertanya dan ikut mengintip lewat pintu ruang kerja Shakira yang sedikit terbuka. "Stt …." Rossa meletakkan jari telunjuk di depan mulut memberi isyarat agar Rain diam dan mengikutinya mendengarkan pembicaraan Shakira. Mengikuti apa yang Rossa katakan, akhirnya Rain juga menguping dan mengintip di belakang Rossa. Meski ia tidak tahu untuk apa, tapi bisa memandang Shakira adalah adalah anugerah terindah. "Semua ini karena kau dan membuat masa depanku hancur. Kau jahat, kejam, sialan!" Shakira masih saja meracau memaki entah siapa di seberang sana. Ia tak menyadari jika tengah menjadi korban intip oleh dua orang yang saat ini memasang keterkejutan di wajah masing-masing. Rossa menutup mulut, matanya melebar dengan pikiran yang berkelana. Tanggung jawab, masa depan, apa jangan-jangan … batinnya. Sama sepertinya Rain pun mulai berpikir aneh. Tiba-tiba saja pikirannya menjadi buruk. "Aku tidak mau tahu, kau harus bertanggung jawab apapun yang terjadi. Kau harus menyelamatkan masa depanku!" Rain kian terdiam kaku. "Tanggung jawab, masa depan?" batinnya. Ia menelan ludah kasar dan seketika teringat kejadian Sky dan Shakira yang keluar dari lift bersama-sama juga blazer yang teronggok dan jas Sky yang Shakira pakai. Disaat itu juga Sky berjalan dari arah ruangannya dengan tangannya yang menggenggam ponsel yang menempel di telinganya. Alisnya sedikit mengernyit melihat dua orang saat ini tengah berada di depan pintu ruangan Shakira. Sementara Rain dan Rossa yang menyadari kedatangannya seketika menatap ke arahnya dengan curiga. Sky yang berjalan dan hampir melewati keduanya seolah tak mempedulikan apa yang tengah Rain dan Rossa lakukan. Meski sebenarnya ia penasaran apa yang dilakukan dua manusia itu tapi imagenya terlalu tinggi untuk bertanya. Ia hanya meliriknya sekilas kemudian tetap melangkah dengan berbicara pada seseorang lewat telepon. "Kau tenang saja, aku akan bertanggung jawab.” Deg! Baik Rossa dan Rain sama-sama terdiam kaku. Mereka melirik Shakira yang menutup telepon begitu juga Sky yang memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana. "Rain, apa kau memikirkan apa yang aku pikirkan?" tanya Rossa tanpa menoleh Rain yang berdiri di belakangnya dengan ia yang masih mengintip Shakira. Seketika tubuh Rain bergetar hebat. ‘Bertanggung jawab, ya aku akan bertanggung jawab’. Kata-kata itu terus terngiang dalam otak dengan bayangan Sky dan Shakira yang berada di pelaminan. "Tidaaaaaak!" teriak Rain frustasi dengan menjambak rambutnya. Bahkan ia baru akan memulainya, tapi ia sudah terlambat dan kalah. Rossa begitu terkejut mendengar teriakan Rain hingga tak menyadari Shakira hendak membuka pintu. "Apa yang kalian lakukan?" Mendengar suara teriakan, Shakira membuka pintu ruangannya dan justru mendapati Rossa setengah membungkuk tepat di depannya. Dengan segera Rossa berdiri tegak dan tertawa kikuk. "Hehe, ha-- hai, Ra," ucapnya dengan tangannya yang melambai kaku. Alis Shakira mengernyit, terlebih saat melihat Rain berlari menjauh dengan menangis. Apa ia melewatkan sesuatu yang menarik? batinnya. “Um … Ah, iya, aku sampai lupa. Aku ingin memberikan ini.” Mengalihkan perhatian Shakira, Rossa memberikan map yang memang sebelumnya ingin ia berikan. Ya, itu adalah tujuan utamanya ke ruangan Shakira, bukan untuk menguping pembicaraannya. Shakira menerimanya kemudian memeriksanya sekilas. Menutup kembali map di tangan, ia kembali dengan pertanyaan yang sebelumnya ingin ia tanyakan. “Apa yang kau dan Rain lakukan di sini?” “Si-- siapa, aku?” Menunjuk wajahnya dengan kedua jari telunjuk. “Tentu untuk memberimu ini, kan,” jawabnya seraya menunjuk map di tangan Shakira. “Dan Rain?” tanya Shakira dengan alis sedikit meninggi. “Rain? Ah, etto,ano, dia … dia bilang ingin mengajakmu makan siang nanti. Ah, iya benar, itu. Tapi aku mengatakan jika kau akan makan siang denganku,” jawab Rossa dengan sedikit gugup. Ia masih sedikit terkejut dan shock menerima kenyataan ini. Mungkin nanti ia akan menanyakannya dengan serius mengenai ‘tanggung jawab’ yang Shakira maksud. “Oh ya, aku harus segera kembali. Sampai jumpa nanti siang.” Rossa segera berbalik dan berjalan cepat meninggalkan Shakira. Jika lama-lama di sana, mungkin Shakira akan curiga dan tahu ia menguping. Shakira yang melihat gelagat aneh Rossa merasa sedikit curiga. Ia memiringkan kepala menatap punggung Rossa yang berjalan menjauh. “Hm, aneh sekali,” gumamnya. Mengedikkan bahu, Shakira kemudian kembali masuk ke dalam ruangan untuk meletakkan map berisi pekerjaanya. Kemudian kembali ke luar ruangan untuk menuju toilet. Sesampainya di toilet, Shakira segera memasuki bilik toilet yang kosong. Menyelesaikan keinginannya buang air kecil dan tiba-tiba ia teringat sesuatu. “Tanggal berapa sekarang?” gumamnya dengan melihat kalender kecil dalam jam tangan miliknya. Ia terdiam sejenak dan seperti tengah berpikir dan menghitung sesuatu. “Hm, bukankah harusnya sudah?” gumamnya. Mendesah berat, ia segera menyelesaikan urusannya dalam toilet kemudian keluar dari bilik toilet. Sebelum kembali ke ruangan, ia merapikan penampilannya di depan cermin besar toilet seraya mencuci tangan dan tak berhenti mengingat-ingat kapan terakhir kali ia mendapat tamu bulanannya. “Loh, Shaki?” Sebuah suara membuat Shakira menoleh. Senyum kecil pun terukir di bibir melihat siapa yang menyapa. “Hai,” balasnya. Alena, nama wanita yang saat ini berdiri di samping Shakira, adalah salah satu temannya yang kemarin juga hadir di acara ulang tahun kecil-kecilannya. “Sudah selesai?” tanya Alena seraya menghidupkan keran wastafel dan mencuci tangan. Sedangkan Shakira mengambil tisu untuk mengeringkan tangannya kemudian menoleh pada Alena dan menjawab, “Sudah. Apa yang terjadi dengan tanganmu?” tanyanya. Helaan nafas berat terdengar lolos dari mulut Alena. “Ketumpahan tinta,” jawabnya. Tanpa sengaja ia menumpahkan tinta stempel dan mengenai tangannya. Untung saja tidak banyak, jadi hanya sebagian kecil dari telapak tangannya yang kotor. Tapi tetap saja pasti akan meninggalkan jejak meski telah dicuci dengan sabun sekalipun. Shakira berusaha menahan tawanya. “Selalu saja ceroboh,” batinnya. “Oh ya, Len, bulan lalu tanggal merah kita sama, kan?” Shakira ingat jika bulan lalu mereka mendapat tamu bulanan di tanggal yang sama. Alena mengangguk tanpa menoleh pada Shakira dan masih berusaha membersihkan kedua tangannya. “Kenapa? Bulan ini aku sudah selesai seminggu yang lalu,” jawabnya. “Oh …. Baiklah.” “Memangnya kenapa?” tanya Alena kembali karena Shakira tak menjawab pertanyaannya. “Bukan apa-apa. Aku lupa jika persediaan pembalutku habis. Jadi sepertinya aku harus segera membelinya,” jawab Shakira yang bersiap kembali. Penampilannya sudah rapi dan tangannya juga sudah kering. Lagipula, jika terus-terusan di sana, ia pasti tidak akan berhenti mengobrol dengan Alena. “Memangnya kau belum?” “Aku duluan, ya,” ujar Shakira tanpa menjawab pertanyaan Alena kemudian segera pergi kembali ke ruangan. Melihat Shakira telah pergi, Alena kembali membersihkan tangannya yang hampir bersih dari sisa jejak tinta tanpa menaruh curiga apapun. Sampai kegiatannya terhenti hingga ia terlonjak kaget saat mendengar pekikan seseorang. “Alena!” Alena menoleh perlahan karena sangat hafal dengan suara cempreng siapakah ini. “Tidak bisakah kau tak menjerit?” cibirnya dengan memutar bola mata malas. “Bagaimana aku tak menjerit?! Ada berita besar! Kau pasti akan terkejut mendengarnya!” Bukannya memelankan suaranya setelah mendapat cibiran. Rossa justru kian menaikkan volume suaranya. “Ya, Tuhan ….” batin Alena dengan menutup telinga. Namun Rossa segera menyingkirkan tangan Alena dari telinga.”Sini aku beritahu,” ucapnya kemudian membisikkan sesuatu di telinga Alena. Seketika mata Alena melebar dan menatap Rossa dengan pandangan penuh keterkejutan. “Jangan membuat fitnah.” “Heee, aku serius tahu. Tadi aku mendengar Shakira meminta tanggung jawab pada Sky. Kau pikir kalau bukan itu lalu apa lagi?” sergah Rossa yang sangat yakin akan apa yang ia pikirkan. Alena terdiam dan seperti tengah berpikir. Kemudian ia teringat pertanyaan Shakira sebelumnya. Seketika ia menutup mulut seolah tak percaya kemudian tangannya yang bergetar bertengger di atas bahu Rossa. “Ini gawat,” ucapnya dengan raut wajah penuh kekhawatiran. Tanpa keduanya ketahui, seseorang di dalam bilik toilet mendengar semuanya. Dan jiwa wanita penggosipnya segera membuat tangan nakalnya mengirim pesan pada teman-teman penggosip lainnya. “Ini pasti akan jadi berita besar,” gumamnya disertai cekikian membayangkan berita ini pasti viral.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD