Kegilaan yang Menyenangkan

1562 Words
Shakira berangkat seperti biasa untuk mencari nafkah di kota besar yang penuh kepalsuan ini. Mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk masa tua orang tuanya nanti juga untuk tabungannya sendiri. Ia anak bungsu dari dua bersaudara pasangan ayah Abimanyu dan ibu Audrey. Orang tua juga kakaknya sudah melarangnya bekerja di kota orang namun ia kekeh demi mendapat pengalaman dan penghasilan dari jerih payahnya sendiri.   Waktu baru menunjukkan pukul setengah 7 pagi dan kantor masih cukup sepi. Ia sengaja berangkat pagi untuk menghindari Sky. Dengan penuh percaya diri ia melangkah memasuki gedung tempatnya bekerja dimana sudah puluhan bulan memberinya penghasilan. Rok span selutut berwarna hitam, kemeja lengan panjang berwarna peach dengan hiasan pita di balik punggungnya, juga sepatu hak lima sentimeter menjadi pilihannya kali ini untuk menemani hari. Make up tipis natural, liptint yang mempercantik bibir, juga riasan mata yang membuat wajah ayunya kian bertambah cantik. Kaki jenjangnya yang putih melangkah pasti hendak memasuki menuju lift sampai tiba-tiba saja ia menghentikan langkan dengan bersenandung kecil saat ponsel dalam tasnya berdering.   "Halo, ada apa, Bu."   ["Pertanyaan macam apa itu? Apa perlu alasan saat seorang ibu ingin menelpon putrinya?"]   Shakira tersenyum kecil mendengar celotehan sang ibu. "Tumben menelpon pagi-pagi.”   ["Ibu hanya ingin mengingatkan, jika kau lupa. Usiamu sudah 26 tahun, benar?"]   "Iya, jadi?" Entah kenapa tiba-tiba saja perasaan Shakira menjadi tidak enak.   ["Jadi kapan kau mengenalkan calon mantu ibu?!"] pekik ibu Shakira hingga membuat Shakira menutup telinganya.   Shakira yang menjauhkan ponsel dari telinga terdengar berdecak ringan. "Ish, ibu … kakak saja belum menikah," sanggahnya yang tak terima diminta nikah duluan.   ["Tapi dia sudah tunangan, Ra. Smentara kau? Begini saja, ibu punya teman, dia punya seorang anak. Anaknya itu tampan, tinggi, putih, baik--"]   "Sapi?" potong Shakira.   ["Apa katamu! Pokoknya ibu tidak mau tahu, akhir bulan ini kau harus pulang! Jika tidak, ibu akan menyeretmu dan tidak memberimu izin bekerja!"]   Piip ….   Sambungan terputus dan Shakira hanya bisa menatap ponselnya lesu. Ia menghela nafas berat. Pasti ibunya berniat menjodohkannya dengan pria yang disebutkan sebelumnya. Apa-apaan ibunya itu, gerutunya dalam hati. Ia baru 26 tahun, toh banyak juga wanita yang menikah lebih dari usianya.   "Shakira!"    Shakira menoleh saat suara cempreng Rossa memasuki Indra pendengarannya. "Apa?" ucapnya ketus. Ia masih kesal dengan apa yang baru saja ibunya sampaikan.   "Ish kau ini, apa seperti ini caramu menyapa sahabatmu?" gerutu Rossa yang berjalan di samping Shakira. Sementara Shakira hanya memutar bola mata malas.    "Oh ya, semalam kau pulang bersama pacarmu, kan?" goda Rossa dengan menyenggol-nyenggol bahu Shakira dengan siku.   "Tidak bisakah jangan seperti bocah? Setiap pria yang berjalan denganku kau anggap pacar, bagaimana jika aku berjalan dengan pacarmu, kau juga akan menggodaku?" cibir Shakira dengan kesal disertai dengusan.   "Hehe, jangan berlebihan seperti itu, aku kan hanya tanya. Soalnya kemarin aku melihat Sky masih menunggumu di parkiran," ujar Rossa memberitahu.   Shakira menghentikan langkahnya dan menatap Rossa dengan tatapan aneh. "Lalu apa hubungannya denganku?"   "Ya ampun, Ra, kau kan kekasihnya, tentu saja menunggumu, bodoh!" Rossa mengetuk kecil kepala Shakira dengan pulpen. Kemudian kembali melangkah setelah sebelumnya terhenti karena pertanyaan Shakira.   "Sudah kukatakan, dia bukan kekasihku!" pekik Shakira dengan suaranya yang melengking.   "Lalu kau pikir dia menunggu siapa? Dia itu tidak punya banyak kenalan di kantor," jelas Rossa seraya melangkahkan kaki memasuki lift.. "Dan lagi, lain kali kau harus bawa baju ganti, jadi jika Sky bermain agresif, kau punya cadangan baju ganti," ucapnya kembali dan  menjulurkan lidah. Pintu lift tertutup tepat setelah ia mengatakan demikian membuatnya selamat dari serangan Shakira.   "Rossa!" teriak Shakira penuh kekesalan. Ia lupa mimpi apa semalam hingga hari ini, di waktu yang masih pagi ini, ia dibuat jengkel oleh orang-orang. Ibunya, Rossa, dan ia harap tidak akan ada lagi. Menghela nafas berat karena sadar ia tidak akan bisa membungkam mulut Rossa, ia terdiam dalam pikirannya sendiri. Setahunya Sky memang tak begitu mempunyai banyak teman. Tapi, jika yang dikatakan Rossa benar, untuk apa Sky menunggunya?   Shakira!"   Shakira terhenyak sesaat kala mendengar sebuah suara memanggil namanya. Ia tahu suara siapa ini, tapi kenapa memanggilnya demikian? Apa pria itu sudah sadar? batinnya. Ia menoleh perlahan namun menyesal saat melihat Sky membuka mulutnya dan berkata, “Si nona pengaman.”   Demi apapun, Shakira tidak ingin lagi berdebat. Dua perdebatan kecil saja sudah membuatnya naik pitam, jangan tambah lagi dengan menghadapi Sky yang saat ini justru menyeringai licik padanya.   Memilih mengabaikan Sky, Shakira bergegas bahkan nyaris berlari menuju lift. Ia trauma harus satu lift dengan makhluk itu. Karena ia yakin, Sky tidak akan membungkam mulutnya dan terus menggodanya. Dan ia harus bersyukur karena ia berhasil memasuki lift sebelum Sky mengikutinya. “Selamat ….” gumamnya penuh kelegaan dengan mengurut d**a. Rasanya bisa terbebas dari Sky adalah sebuah anugrah terindah sejak beberapa hari ini harinya buruk karenanya.   Sky yang melihatnya terdengar berdecak. "Tsk, sial!" gumamnya yang gagal menangkap mangsanya. Tanpa berpikir dua kali, Ia segera menaiki tangga darurat sebelum  Shakira memasuki ruang kerjanya. Ia berlari melewati setiap anak tangga yang jumlahnya tak terhitung menuju lantai tiga. Ia sudah seperti orang gila, tapi rasa candu menggoda Shakira mengesampingkannya berpikir demikian. Seakan sangat sayang jika sehari saja ia tak menggoda wanita itu. Melihat Shakira marah dan misuh-misuh seperti menjadi kepuasan tersendiri baginya.   Shakira tak henti-hentinya menghela nafas penuh kelegaan di dalam lift karena berhasil lolos dari Sky. Rasanya malas sekali harus meladeni pria sinting itu.    Ting!   Pintu lift terbuka dan ia segera keluar dari dalam lift. Melangkahkan kaki jenjangnya, ia merogoh ponselnya dalam tas saat ponselnya tiba-tiba kembali berbunyi.   "Nona pengaman."   "Kyaaa …." jerit Shakira yang terkejut hingga ponsel yang baru saja ia ambil dari dalam tas terlempar. Jantungnya berdetak kencang dengan wajah pucat pasi, ia sudah seperti melihat hantu sekarang.    "Menghindar, eh?" ucap Sky yang kini bersandar di depan pintu ruangan Shakira. Keringat membasahi rambutnya dan menetes melewati pelipisnya, namun ia justru terlihat seksi seakan telah melakukan olahraga. Dan, oh, jangan lupakan sembulan kacang yang tercetak jelas karena kemejanya yang basah oleh keringat.. Ia tidak memakai jas juga kaos dalam, hanya kemeja berwarna putih yang melindungi tubuh berototnya. Berotot? Tentu saja, bahkan Shakira dapat melihat samar roti sobek di balik kemeja yang dipakainya..   Shakira mengatur deru nafasnya yang masih tak terkontrol. "Bagaimana bisa Sky disini?" batinnya dengan tangannya yang menepuk dadanya berkali-kali berusaha menetralkan detak jantungnya yang sebelumnya seakan hendak meloncat keluar. Semburat kemerahan terlihat samar di wajah saat tanpa sengaja kembali melihat roti sobek dengan dua titik kacang di atasnya. "Bagaimana bisa kau disini?!" teriaknya hingga melupakan bahwa ponselnya tergeletak di lantai.   "Menaiki tangga sekaligus berolahraga," jawab Sky dengan seringai tipis terpatri di bibirnya. Ia juga menyisir rambutnya ke belakang menggunakan tangan.   "Minggir!" Mengabaikan Sky yang seakan sengaja, Shakira berusaha menyingkirkan Sky dari depan pintu ruang kerjanya dengan menarik tangan pria itu agar segera menyingkir.   "Lain kali kau juga harus mencobanya untuk olahraga," ujar Sky yang sedikitpun tak beranjak. Tarikan Shakira tak akan mempan untuknya.   Tak membuahkan hasil, Shakira hanya menatap Sky datar bahkan memasang wajah marah setelah mengambil nafas untuk menekan emosinya. Karena ia benar-benar kesal, marah, benci, dan kata kebencian lain yang ada di dunia ini melihat wajah tampan Sky yang sayangnya sangat sialan.   "Ah tidak, aku punya ide lebih bagus. Kita bisa berolahraga malam. Aku yakin tak akan membuatmu gemuk karena kau telah menyiapkan pengaman," ujar Sky yang sarat akan makna.   "Hu … hah … hu … hah …." Shakira mengambil nafas panjang dan mengembuskannya perlahan hingga beberapa kali. Mungkin jika itu Niko, ia akan menghajarnya habis-habisan. Sayangnya itu adalah Sky, dan mereka bukan teman akrab. Shakira masih berpikir kalau Sky melaporkannya ke polisi jika ia menghajarnya. Tentu ia tahu maksud Sky meski ia belum berpengalaman. Ia sudah dewasa meski masih perawan. Olahraga malam tidak akan membuatnya hamil karena menggunakan pengaman. Yah, itulah maksud tersembunyi yang Sky katakan.   Sky mencondongkan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya seraya berbisik di telinga Shakira. "Ingin mencobanya, nanti malam?Atau … di sini, sekarang?”   Shakira tak kuat lagi, tak sabar lagi dengan pembicaraan menjijikan ini. Ia menunduk dalam dengan tangannya terkepal kuat di sisi tubuhnya. "Maaf, bisakah kau menyingkir? Pagiku sangat buruk hari ini, jika kau membuatnya semakin buruk lagi, maka aku akan membuatmu masuk rumah sakit," peringat Shakira dengan tersenyum manis penuh arti saat ia menegakkan kepala dan menatap Sky. Dan arti itu adalah, kebencian.   Sky terdiam dan mulai mengambil jarak. Ia bergeser dari tempatnya berdiri memberi celah Shakira untuk masuk ruangannya. Senyuman Shakira justru membuatnya meremang dengan sesuatu di dalam sana terasa bergejolak.   "Terima kasih," ucap Shakira dengan tetap mengukir senyum kepalsuan. Dan saat satu kakinya telah memasuki ruangan sementara satu kakinya masih di luar, ia menghentikan langkahnya karena suara Sky kembali terdengar.   "Bukankah sebaliknya? Karena aku akan membuatmu terkapar."   Seketika mata Shakira memicing tajam, aura kehitaman seakan menguar dari tubuhnya. Sepertinya ia akan benar-benar membuat Sky masuk rumah sakit saat ini juga. Namun, saat ia menoleh, Sky telah menghilang dimana ia berjalan mundur ke arah ruangannya dengan tangan terangkat. Melambai padanya dengan sebuah pengaman dicapit dua jari tangannya, seringai lebar terukir di bibirnya. Tak sampai disitu, Sky kemudian menggigit bungkus plastik pengaman dan berakting seolah akan membukanya dengan gigi.    "p****t ayam m***m …." teriak Shakira hingga suaranya seakan terlontar sepenuhnya sampai batas kuatnya menjerit. Wajahnya terasa panas dan berubah merah padam. Jika membunuh tidak dosa, mungkin ia akan membunuh Sky sekarang.   Sementara Sky yang telah berhasil masuk ke dalam ruangannya, kini berdiri bersandar pintu. Ia menutup wajahnya dengan sebelah tangan dan berguman dimana senyuman sarat akan makna terukir di bibirnya. “Ya, Tuhan, aku mulai gila.” Sayangnya, kegilaan ini terasa sangat menyenangkan.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD