Skylar Sannan

1414 Words
Shakira pulang saat waktu telah petang, ia sengaja menghindari orang-orang agar tidak melihatnya yang memakai jas milik Sky.  Kruuuk .... Perutnya berbunyi saking laparnya karena tadi siang tidak makan, ia tidak ingin orang-orang curiga padanya. Bahkan Niko saja telah berpikir kotor tentangnya, bagaimana dengan karyawan lain yang melihatnya memakai jas Sky? Ia berjalan mengendap menghindari karyawan lain yang mungkin masih seliweran di kantor. "Shakira!" Shakira seketika berhenti dengan tubuh kaku mendengar seseorang memanggil namanya. Ia menoleh sedikit demi sedikit dengan gerakan kaku. "Rain?" "Hai, kau baru pulang?" Rain berjalan ke arah Shakira dengan ragu terlebih saat matanya kembali menangkap jas Sky membungkus tubuh wanita yang ia suka. "I- iya, tugasku baru selesai," ucap Shakira dengan gugup. Rain memperhatikan jas yang dipakai Shakira membuat hatinya terasa terjun bebas. "A- apa ini model baru?" tanya Rain dengan arah pandangnya pada jas yang Shakira pakai. "Ah ini, ini ... i- iya, ini fashion terbaru. Androgini kau tahu?" kilah Shakira sebagai alasan. Ia tak mungkin mengatakan yang sebenarnya meski Rain sudah tahu kebenaranya. "Kulihat kau tetap cantik walau memakai jas," puji Rain dengan semburat kemerahan di wajahnya. Mereka memang berteman meski tak begitu sering berbincang. Tapi Rain sudah menyukai Shakira sejak lama, saat pertama kali Shakira masuk ke kantor ini. "A- apa? Benarkah?" Wajah Shakira merona mendapat pujian seperti itu. Bukan sekali Rain memujinya entah karena hal apa, tapi sepertinya Shakira yang kurang peka dan Rain yang tak berani mengutarakan perasaannya. "Ah mak- maksudku, i- itu--" Rain tidak dapat mengatakan apapun setelahnya. Ia merasa canggung jika harus berhadapan dan berbicara langsung dengan Shakira bahkan telah terang-terangan memujinya, meski ia sering melakukannya dalam durasi yang singkat. Sebenarnya, ia tak bisa mengontrol detak jantungnya saat berhadapan dengan Shakira dan selalu membuatnya gugup. Itulah kenapa ia tak bisa mengutarakan perasaannya. "Se- sepertinya aku harus segera pulang, Rain," ujar Shakira dan mulai melangkah. Bukanya berniat menghindar, ia hanya takut jika Rain menyadari jas yang dipakainya adalah milik Sky. Meski sebenarnya ia memang sudah tahu.    "Tunggu! Shakira, bagaimana jika aku mengantarmu?" tawar Rain yang mengikuti Shakira di belakangnya. Ia berusaha menguatkan hati dan detak jantungnya. Ia bahkan tidak tahu jika Shakira dan Sky saling mengenal, tapi bagaimana bisa pria itu berjalan di depannya? Ia tak mau kehilangan Shakira sebelum ia mencoba, jadi akan ia coba merebut Shakira dari Sky. "Apa tidak merepotkan?" tanya Ara dengan ragu. Sudah hampir malam dan ia tidak membawa mobil. "Tidak, aku justru senang bisa mengantarmu pulang," ujar Rain dengan tersenyum malu. "Eh?" Shakira menghentikan langkah dengan menatap Rain. Semburat kemerahan kembali tercetak di wajahnya. Ia juga dapat melihat hal serupa di wajah Rain.  Rain menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal dan menatap arah lain, ia ingin menangis. Jantungnya seperti tengah berlomba dan ia harap Shakira tidak berpikiran aneh tentangnya. "Terimakasih," jawab Shakira dengan suara kecil dan diiringi senyum tipis.  Rain terpana, meski hanya melihat senyum tipis itu dari samping, tapi sanggup membuat hatinya seakan terbang ke angkasa. Kemudian seulas senyum tipis tersungging di bibirnya. Mungkin, ia masih memiliki kesempatan, batinnya. Ia mulai membuka pembicaraan, sekaligus latihan agar mengurangi kecanggungan saat berbicara dengan Shakira. "Kudengar kau baru saja merayakan ulang tahun?" tanyanya membuka pembicaraan saat keduanya berjalan menuju parkiran. "Iya, kemarin," jawab Shakira dengan menunduk menatap sepatunya yang berjalan seirama dengan langkah Rain di sampingnya. "Selamat." Rain menghentikan langkah dan mengulurkan tangan pada Shakira. "Maaf terlambat dan tidak memberimu hadiah,” ucapnya kemudian. Shakira terdiam dan menatap tangan Rain yang masih di udara. Ini kali pertama Rain berbicara banyak seakan mereka adalah teman dekat. Tapi sepertinya itu bukan masalah, setidaknya Rain tidaklah pria sinting yang akan menggodanya seperti Sky. Perlahan tangannya terangkat dan menerima uluran tangan Rain. "Iya, tidak apa-apa, terima kasih," ucapnya diiringi senyum simpul yang mampu membuat Rain meleleh. Kemudian Shakira melepas jabatan tangannya dan kembali melangkah. Sementara Rain seperti terkena serangan jantung, dilihatnya tangannya yang baru saja bersentuhan dengan tangan Shakira kemudian memegangi dadanya yang berdetak tak karuan.  Shakira menoleh saat tak mendapati Rain berjalan mengikutinya. "Apa kau jadi mengantarku?" tanyanya dengan tersenyum manis hingga membuat Rain seakan kembali tersengat listrik. "Ya Tuhan … makhluk macam apa dia …." teriak Rain dalam hati. "Manis sekali …." dan lagi-lagi itu hanya teriakannya dalam hati. Mungkin ia akan dicap pria gila jika berteriak seperti orang tak waras.   Shakira tersenyum manis hingga matanya menyipit dan kembali berjalan. Tak membuang waktu, Rain segera berlari mengejarnya. Demi apapun, ia akan mendapatkan cinta pertamanya. Persetan jika harus melangkahi Sky yang jauh lebih tampan darinya.   **** “Sekali lagi, terima kasih, Rain.” Saat ini Shakira telah berada di depan apartemennya. Hanya membutuhkan waktu setengah jam perjalanan, Rain berhasil mengantar Shakira pulang dengan selamat. “I- iya. Aku senang bisa mengantarmu. Kalau begitu, aku pergi. Sampai jumpa besok,” balas Rain yang kemudian melajukan mobilnya meninggalkan area apartemen Shakira. Shakira hanya melempar senyuman dan masih berdiri menatap kepergian mobil Rain. Tanpa ia ketahui, Rain masih menatapnya lewat pantulan spion mobil dan seketika menghentikan mobilnya setelah melewati belokan. “Wuuu … kau hebat, Rain. Kau mengantarnya pulang! Kau hebat!” teriaknya seperti orang gila. Ia bahkan memukul daanya yang berdetak tak karuan dimana ia tekan selama setengah jam saat duduk berdampingan dengan Shakira. Sementara Shakira segera memasuki apartemennya dengan memainkan ponsel sembari melangkah menuju kamarnya. Brugh!!! Setelah sampai kamarnya, Shakira segera merebahkan tubuhnya keatas ranjang empuk miliknya. Namun sebelumnya ia telah membuang jas Sky ke sembarang arah. Ingin ia bakar saja jas pria itu tapi ia akan dijadikan tersangka sebagai pembakar barang orang. Dipijitnya pundaknya yang terasa lelah dan memutarnya guna meregangkan otot tangannya. Ia menatap langit kamarnya dan teringat tingkah konyol Rain saat berhadapan dengannya. Bagaimana tidak konyol? Rain terus saja memegangi dadanya saat mengantarnya pulang. Ini memang kali pertama Rain mengantarnya meski mereka telah mengenal hampir setahun, atau mungkin lebih? Entahlah, ia lupa. Dan saat ia bertanya kenapa? Rain hanya mengatakan, "tidak apa-apa."  Drt … drt … Ponsel yang sebelumnya ia taruh di atas nakas bergetar. Ia segera meraihnya dan panggilan dari nomor tidak dikenal. Haruskah ia mengangkat panggilan? Ia terlihat berpikir namun akhirnya menggeser layar ke warna hijau "Halo." ["Hai, Nona pengaman."] "Kau!" ["Kenapa? Terkejut?"] "Darimana kau tahu nomorku!" ["Tidak penting. Yang terpenting adalah, kau tidak mencoba menyuruh pria bertindik itu masuk kamarmu, kan?"] "Apa maksudmu?" tanya Shakira dengan sedikit menjauhkan ponsel dan menatap ponselnya dengan alis  mengernyit seakan Sky dapat melihat ekspresi penuh tanyanya saat ini. ["Aku khawatir dia menjadi mangsamu."] "Pria sinting!" teriak Shakira hingga suaranya nyaris serak. Nafasnya memburu karena kesal, tentu ia tahu maksud ucapan pria m***m itu. Tanpa menunggu waktu ia segera mematikan sambungan telepon dan membuang ponselnya asal layaknya membanting Sky yang menyebalkan. Sementara di tempat Sky sendiri, pria itu tengah tersenyum dengan menatap ponselnya. Namun ada sebuah rasa yang mengganjal saat ia tahu Shakira diantar oleh Rain. Ia hanya sebatas mengenal pria itu namun tidak berteman. Tapi, bagaimana bisa pria itu mengantar Shakira pulang? Padahal ia yang sengaja menunggu Shakira sampai wanita itu keluar gedung, tapi saat ia melihat siluet Shakira, ternyata ia bersama pria yang ia ketahui bernama Rain itu. Meski ia percaya apa yang dikatakan Shakira perihal pengaman-pengaman itu, namun ia hanya ingin memastikan bahwa Rain telah pulang. Ia bangun dari duduknya dan berjalan ke kamar mandi. Tangannya merogoh saku celananya dan menemukan pengaman yang tadi pagi ia bawa sebagai alat menggoda Shakira. Ia tersenyum tipis, menyimpan pengaman itu ke rak kecil dalam kamar mandi dan mulai menanggalkan pakaiannya untuk membersihkan diri. Dihidupkannya shower hingga mengguyur tubuhnya. Dinginnya air yang mengguyur  seakan tak terasa saat bayangan Shakira yang kesal, marah, dan memakinya terlintas. Ia menengadah dengan memejamkan mata berharap pikirannya mengenai Shakira sirna karena berhasil membuatnya tegang. Namun sial, justru bayangan tadi pagi saat ia melihat Shakira hanya memakai tank top justru kian terngiang-ngiang dan mampu membuat sesuatu di bawah sana kian mengeras. Ia memang sudah lama mengamati Shakira, bukan cinta, hanya penasaran karena menurut sepengetahuannya, Shakira berbeda. Wanita itu ramah, namun terlihat kuat, bukan wanita cengeng, bukan juga seperti w**************n walaupun keramahannya membuat siapapun mengukir senyum untuknya. Seulas senyum putus asa tersungging di bibirnya, ia memejamkan mata sejenak dan lagi-lagi bayangan Shakira yang terlintas. Ia berdecak, mematikan shower kemudian memilih berendam air dingin untuk melemaskan sesuatu yang keras. Namun di sisi lain,ia tak sabar lagi segera kembali ke kantor dan menggoda Shakira. Skylar Sannan namanya, pria dengan tinggi 185 cm dan berat badan 70 kg, putra sulung dari bunda Mentari dan ayah Candra, kini memiliki pekerjaan sampingan yakni menggoda wanita bernama Shakira Vania. Pekerjaan sampingan yang dibayar dengan senyuman yang jarang ia tampilkan. Namun sialnya, terasa sangat menyenangkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD