2. Kamar 33

835 Words
   Alexis Sanjaya, membanting pintu kamar hotel dengan penuh emosi setelah petugas meletakkan koper miliknya di kamar yang tepat.     "Wanita sinting dari planet mana dia itu, huh? Bisa-bisanya mengaku seperti itu pada orang asing! Oh Tuhan... takdir apa yang sedang terjadi pada diriku?" dia terus menggerutu. Membanting duduknya di pinggir tempat tidur,  membuka jas serta dasinya dengan cara kasar sebagai tanda dia sedang sangat kesal.    "Ya Tuhan, apa yang sudah aku lihat hari ini?! Benar-benar sangat menyebalkan!" Alex menekan kedua tangannya pada sisi ranjang yang tak mengerti apa-apa. Dia menatap ngeri pada koper di ujung sana seolah benda itu menjadi sesuatu yang sangat menjijikkan.     Sadar bahwa dia harus segera mandi, dia harus membuka benda berwarna hitam itu. Dan berharap tak melihat sesuatu yang sama lagi. Dia sangat alergi dengan semua benda milik wanita. Ssst..., terutama bagian dalamnya.    Sangat menjijikkan...     Dia berjalan mendekat seolah benda itu berisi bom. Berjongkok. Dia harus kembali mereset koper jenis president yang ia bawa karena tentu saja wanita itu telah mengubah kombinasi angkanya. Memeriksa isi kopernya, benar itu semua milik pria, miliknya. Tidak seperti tadi. Alexis bergidik mengingat ia sempat menyentuh bra dan lingeri wanita yang sebelumnya tak pernah ia lihat apalagi menyentuhnya. Mengambil peralatannya lalu ke kamar mandi.    Alexis benar-benar mengutuk hari ini. Dia tidak pernah suka pada semua hal-hal berbau wanita dan juga pernikahan. Dan hari ini dua hal itu telah menimpanya secara bersamaan.    "... Bisa-bisanya mengaku suami istri dan sedang ... berbulan madu. Apa-apaan wanita itu? Apa dia gila?!" dumalnya seolah koper miliknya adalah teman bicara.     Dia akan melakukan ritual mandinya lebih lama untuk menenangkan perasaan dan mendinginkan kepalanya. Dan satu lagi, menjernihkan matanya yang baru saja melihat isi koper wanita, benda-benda yang baginya sangat menyebalkan. Ya, wanita adalah makhluk menyebalkan dengan segala kerumitan dunia-nya dan peralatan-nya.    Ketika sedang mandi, dia akan melakukan gerakan lebih cepat setiap kali bayangan isi koper wanita asing itu berputar satu persatu dalam ingatannya.     Setelah mandi ia bersantai di ranjang dengan menonton televisi. Hanya menggonta-ganti canel sejak tadi. Tak menemukan acara televisi yang sesuai dengan mood-nya yang sedang kacau berantakan membuatnya kesal. Tak lama kemudian ia memangku laptop lalu menelepon Leonardo, sekretarisnya. "Katakan jadwalnya," perintahnya tanpa basa-basi.    Leonardo memasang kaca mata minusnya yang cukup tebal kemudian menjawab tanpa perlu mengingat hal yang sudah tercatat di kepalanya. "Besok pagi jam delapan Pak, malam ini Anda bisa bersantai karena jadwal tiga hari Anda di Bali sangat padat, Bos-ku."    "Ok." Menutup pembicaraan hanya dengan dua huruf, O-K. "Aku akan tidur sebentar dan bangun untuk makan malam," katanya pada diri sendiri.    Alexis terus membolak-balikkan tubuhnya dengan gusar karena tak juga bisa tertidur. Sulit sekali menepis wajah gadis tadi. Kata-kata gila-nya pun terus mengiang membuatnya menutup kedua telinga dengan bantal.    "Aaarrrghhh...! Dasar perempuan sinting! Bisa-bisanya mengaku istriku dan sedang berbulan madu. Liat saja nanti, kamu akan merasakan akibat dari semua ini. Jangan harap ini hanya hal biasa yang bisa aku lupakan begitu saja tanpa pembalasan." Melempar bantal sekuatnya ke sembarang arah.     "Kamu akan mendapat balasan yang tidak akan pernah bisa kamu lupakan seumur hidup. Aku pastikan itu."    Alexis secara sengaja membesarkan volume televisi untuk dapat mengusir kebisingan di kepalanya.    Tak berhasil untuk tidur membuat kekesalannya semakin menjadi. Rasa kesal membuatnya lapar dan akhirnya meminta layanan room service.    Dia menikmati hidangab lezat makan sorenya dengan rasa kesal. Membuatnya ingin segera melahap semua hidangan yang ada di hadapan.     Dan kalian harus paham, dia adalah Alexis, Alexis Sanjaya yang arogan dan sombong.     Sekira satu jam ia melahap semua hidangan makan sorenya, Alexis melompat ke dalam kolam renang yang ada di balik kamar 33 dan 32. Melompat lalu kemudian meluncur ke sana ke mari, trnggelam lalu muncul lagi dengan gerakan-gerakan renang yang ia kuasai. Semua itu ia lakukan sepuas-puasnya di dalam air hanya untuk mencoba mengusir bayangan wajah seseorang, tatapan mata dan juga suaranya. Suara yang telah membuatnya sangat kesal karena mengakui sesuatu yang sangat mustahil.  __    Ayana, mendengar suara air yang tak tenang pun membuat dirinya tak juga tenang. Ia keluar kamar untuk berdiri di balkon dan mencari arah sumber suara air yang mengusik ketenangannya ketika melakukan gerakan yoga ringan di kamarnya. Bibir Aya tersenyum simpul mendapati tubuh seksi di sana, di dalam kolam yang membuat matanya seketika menjadi segar.     "Sepertinya hari ini terlalu panas?" Aya sengaja memancing reaksinya.     "Bahkan terlalu segar sebelum aku mendengar suara seseorang wanita pembohong--!"    Mereka saling sindir. Alex melanjutkan kegiatannya di dalam air, tak berniat menyudahi. Sementara Aya di atas sana meninggikan sebelah alisnya setelah mendengar kata-kata Alex kepadanya.     "Pembohong? Oke, baiklah aku terima sebutan itu. Tapi aku tidak akan sekejam dirimu ketika memperlakukan para pekerja kecil seperti mereka atau kepada siapa pun. Itu gunanya ada kata 'maaf'. Apa kamu tidak pernah diajarkan untuk memaafkan orang lain?"    "Jangan mengingatkan aku tentang pelajaran hidup. Kamu sendiri akan belajar untuk tidak mudah membohongi siapa pun dengan-alasan-apa pun, nona pembohong!" Alex memukul permukaan air dengan seluruh tenaganya kemudian berjalan keluar air kolam.     Melihat ekspresi kekesalan itu membuat Aya tersenyum puas. Amat-sangat-puas. "Mampus! Hahaha! Permainan baru saja dimulai, Mr. Arogan." Aya tertawa puas sambil berjalan masuk kembali ke dalam kamarnya.  ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD