Part 04

962 Words
     "Enggakpapa. Buruan sana pergi. Bilang ke mamah kalau Kila udah pulang sama temen," usir Kila, namun Pak Yayan masih saja mematung. "Saya enggak bisa, Non. Takut non kenapa-kenapa gimana?" ucap Pak Yayan keras kepala. Kila memandang ke arah Abian. Gawat! Laki-laki yang disukainya itu sudah akan menjalankan motornya. "Udah ya, Kila pergi." Gadis itu dengan cekatan menghampiri Abian yang sebentar lagi akan maherat. Saat hendak akan menjalankan motornya, sebuah tangan memegang lengannya membuat Abian menengok sekaligus terkejut. "Tunggu! Gue ikut bonceng dong," pinta Kila tanpa ada rasa malu sedikitpun. Murid-murid yang masih tersisa di tempat itupun memandang mereka berdua. "Maaf, lo siapa ya?" Abian dengan heran. Kila menyelipkan sisa-sisa rambutnya ditelinga dan dengan semangat gadis itu menjulurkan tangan. "Kenalin gue Alesya Kilatha Aurora. Panggil aja Kila, tapi lebih bagus manggilnya sayang. Gue anak ke-dua dari 3 bersaudara dann gue jomblo," Abian menautkan alisnya. Karena merasa tak enak, dia menjabat tangan Kila. "Abian Devan Givano." ucapnya singkat. "Gue ikut bonceng boleh?" Kila kembali bertanya, berharap Abian akan menyetujuinya. "Maaf, enggak bisa." kata Abian dingin. Kila mendecak sebal jika laki-laki yang ada di hadapannya tidak mau memboncengnya, maka dia akan pulang sendirian. Jalan kaki! Tidak! Itu melelahkan bagi Kila. Nekat, gadis itu menaiki motor Abian tanpa izin membuat laki-laki tersebut nanap. "Gue tadi enggak ngizinin lo. Turun sekarang," perintah Abian. Kila menggeleng, tangannya melekap erat pinggang Abian. Ini baru pertama kali bagi seorang Abian Devan Givano ada seorang gadis yang memeluknya. Jantungnya berdegup kencang kala gadis yang di belakangnya merangkul dengan erat tapi tunggu, dia tidak mau terlihat seperti laki-laki murahan. Dia harus bersikap lebih dingin agar dirinya terlihat mahal. Kila tanpa malu-malu menyandarkan kepalanya dipunggung lebar Abian. Naufal yang tak sengaja melihat merekapun menggeleng-gelengkan kepala. "Ngatain gue minus, tapi dia enggak nyadar akhlaknya minus." gumam Naufal. Bu Lauren menghampiri laki-laki berkacamata bulat itu sembari membawa secarik kertas bertuliskan nomor telfon ayahnya Kila. Naufal mengerjap ketika Bu Lauren tiba-tiba berada di hadapannya. "Ada apa, Bu?" "Ini nomor ayahnya Kila." Bu Lauren menyerahkan kertas yang tadi dibawanya. "Buat apa, Bu?" Naufal bingung. "Buat ngelaporin bagaimana perkembangan Kila selama belajar sama kamu dan setiap kamu lagi ngajar dia, kirim fotonya. Itu buat bukti," jelas Bu Lauren panjang lebar. "Baik, Bu." Naufal menerimanya. Bu Lauren pergi, tapi langkahnya terhenti saat melihat Kila sedang menempel-nempel dengan murid baru. "Astagfirullah." Bu Lauren mengusap-usap d**a. "Naufal, tolong kamu pisahin si Kila dari murid baru itu." Naufal menautkan alis. "Tapi itu kan bukan bagian dari pekerjaan saya, Bu." tolak Naufal secara halus. Cukup saat istirahat tadi Kila sudah menghancurkan mood bagusnya, tapi tidak lagi dengan sekarang! "Ini bagian dari pekerjaan kamu karena tugas kamu itu ngubah sikap Kila menjadi baik." Naufal menghela nafas. "Baik, Bu." turutnya. Kakinya melangkah ke arah Kila. "Tunggu apa lagi?  Yuk jalan," ajak Kila. "Maaf, bukannya lo terlalu lancang ya. Gue baru kenal lo dan juga lo baru kenal gue. Bisa tolong lepas enggak rangkulannya?"  Kila malah mengeratkan rangkupannya. Abian mau tidak mau memegang tangan Kila untuk melepaskan pelukan itu, namun gadis yang ada di belakangnya ini memiliki tenaga yang kuat. Sudah sebanyak 3 kali Abian berusaha, tetapi gagal dan itu membuatnya kesal! "Turun!" kali ini bukan Abian yang mengucapkan kata itu, namun seorang laki-laki berawakan tinggi serta kacamata bulatnya yang sudah menjadi khasnya. Naufal. "Lo nga-" belum sempat menyelesaikan perkataannya, lengan Kila ditarik oleh Naufal membuat gadis itu jengkel. "Lepasin enggak!" teriak Kila. Naufal tetap memegang erat lengan gadis itu. "Turun dulu. Baru gue lepasin," ucap Naufal datar. Wajah Kila berpaling ke arah Abian. "Tolongin gue, Bian. Dia orang yang suka ngebully gue di sekolah ini." raut muka Kila di-setting menyedihkan. "Dia pernah mukul gue," "Nampar gue," "Bahkan..." Kila kini pura-pura menangis sesegukan. "Dia selalu minta prnya dikerjain gue" "Gue ini sadgirl. Jangan buat gue lebih sadgirl  lagi karena penolakan lo." Kila berharap aktingnya bisa membuat Abian kasihan padanya. Naufal melongo. Apa kata Kila? Pembully? Sungguh ini tidak sesuai kenyataan. Naufal yang tak terimapun menyangkal. "Jangan percaya omongan dia! Gue guru privatnya." "Bohong! Dia ngadi-ngadi. Bian... pliss, langsung jalan aja yuk, keburu malem nih." mohon Kila. Abian masih saja diam, tak membela siapa-siapa. Dia masih berfikir siapa yang benar siapa yang salah. "Kalau lo enggak mau turun juga, gue bakal laporin lo ke ayah lo. Mau?" ancam Naufal. Kila memicingkan mata dan menatap remeh Naufal. "Emang lo kenal ayah gue?" tanya Kila. Naufal tanpa berkata apapun, dia menunjukkan secarik kertas yang diberikan Bu Lauren tadi membuat Kila sukses dibuat tak bergeming. "Bentar, gue bakal chat ke ayah lo kalau anaknya ini lagi pa-" Kila dengan sergap menghentikan tangan Naufal. "Ya udah iya, gue turun." akhirnya setelah berdebat selama 1 abad lamanya, Kila mengalah. Dia dengan berat hati turun dari motor Abian dan terkekeh kecil. Malu! **** "Gue benci! Gue bakal ngasih pelajaran buat si Minus!" misuh Kila meremas kuat kertas yang berada ditelapak tangannya. "Gue bakal pecahin kacamatanya!" "Gue enggak akan biarin dia hidup tenang!" "Gue enggak terima! Gue benciiii!" Kila mengacak-ngacak rambutnya sendiri dengan rasa frustasi sekaligus malu. Bagaimana jika Abian menganggapnya sebagai gadis aneh? "Kakak sinting ya?" Tiba-tiba suara anak kecil di balik pintu membuat Kila refleks menoleh. "Gigi Alden ompong ya?" balas Kila lebih menohok. Bibir Alden melengkung. Kila dengan gemas mencubit pipi adiknya itu. Alden meringis kesakitan membuat Kila melepaskan cubitannya. "Kakak nakal!" kesal Alden sembari melipatkan tangannya didada. Kila terkekeh, "Maaf. Habisnya kamu ngatain kakak 'sinting' sih," "Kenapa kesini?" tanya Kila serius. "Dipanggil Ayah," jawab bocah berumur 7 tahunan itu. Seketika Kila bingung. Tumben ayahnya memanggil biasanya orangtua laki-lakinya itu sangat dingin dan cuek, tetapi kalau ayahnya sudah marah, Kila jadi takut dan tidak bergeming sedikit pun. "Jangan-jangan gue mau dimarahin!" batin Kila yang was-was. "Kakak kenapa bengong?" Alden mendongak. Tangan kecilnya menarik pelan rok kakaknya itu. "Enggak. Yuk, kita turun bareng-bareng." ajak Kila. Alden mengekori dari belakang. Nampak seorang laki-laki tengah duduk disofa ruang tamu sembari melipat kedua kakinya dan juga ibunya berada di sana! Kila berfikir mungkin Ayahnya memanggil dirinya untuk menanyakan suatu masalah, tapi Kila tidak merasa membuat masalah akhir-akhir ini.  Hal apa yang akan mereka bicarakan?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD