Part 03

1019 Words
"Kaburr...." dengan rasa tak bersalah, murid yang menyoraki Kila dan Naufal berlari begitu saja. "Udah ah! Capek gue." Naufal berlalu meninggalkan Kila. "Gue juga capek dengerin lo ngoceh pelajaran dari tadi!" "Asalkan lo tau ya, gue nggak mau punya guru privat!" "GUE BENCI! SANA PERGI, BILA PERLU JANGAN MUNCUL LAGI DI DEPAN GUE!" teriak Kila. Telapak tangannya mengepal. Pandangan matanya berapi-api. Naufal melangkah cepat, tidak ingin meladeni ocehan Kila. "Naufal, gimana? Betah jadi guru privat? Ini aku bawain makanan. Kamu belum makan apa-apakan dari tadi?" tanya Lusi yang tiba-tiba saja muncul di depan Naufal sembari menyodorkan se bungkus plastik yang berisi bakso dan se botol es teh. Naufal menerimanya. "Makasih, lo udah makan belum?" dia menanya balik yang langsung dibalas anggukan oleh Lusi. "Kita duduk di sana yuk," ajak Lusi menunjuk bangku yang berada tak jauh dari mereka. Mereka berduapun duduk. Semua murid tidak begitu iri pada mereka berdua padahal wajah Naufal sangat tampan jika kacamatanya dilepas. Naufal memakan makanan yang di bawa oleh Lusi, namun baru 3 sendok dia berhenti mengingat Kila membuatnya hilang nafsu makan. Baru pertama kalinya dia diremehkan oleh seorang gadis biasanya, Naufal sangat dihormati oleh seluruh murid. "Loh kenapa berhenti? Ada masalah?" Lusi penasaran melihat raut muka Naufal yang berbeda dari biasanya. "Enggak kok. Cuma kesel aja mikirin kejadian tadi," "Kesel kenapa? Pasti gara-gara si Kila itu ya?" Lusi menebak. Naufal melenggut pelan. "Dia susah diajarin," dia menghela nafas berat membuat Lusi ikut merasa kasihan. "Gimana kalau kamu berhenti aja jadi guru privatnya si Kila itu?" saran Lusi berharap Naufal menurut, namun laki-laki yang ada di hadapannya kini terlihat menolak. "Enggak. Gue bakal berusaha karena bayarannya itu lumayan bisa bantu biaya rumah sakit ayah sekaligus sekolah juga," ujar Naufal, Lusi mengerti. "Oke kalau gitu, semangat!" Lusi meraih kedua tangan Naufal seperti anak kecil. Senyum indah terukir diwajah Lusi yang tirus. Tiba-tiba seorang laki-laki berawakan tinggi dengan baju yang dikeluarkan serta sebungkus rokok yang ditaruh dari saku bajunya. Tidak peduli adiknya kesakitan atau tidak, dia menarik lengan Lusi yang masih memegang tangan Naufal. Lusi terkejut, dia refleks menoleh. "Abang! Lepasin enggak!" Bukannya melepaskan tangan adiknya, Fardo malah menarik Lusi sehingga gadis itu berada di samping kakak laki-lakinya yang sudah terkenal sebagai ketua genk perusuh di SMA Sebum ini. "Ngapain lo deketin cowok kaya dia?" Fardo menatap remeh Naufal. Lusi berusaha melepaskan genggaman tangan kakaknya, namun tenaganya tidak sebesar Fardo. Merasa tak enak bertengkar di depan Naufal, Lusi tersenyum singkat. "Gue mau bicara sama Abang gue dulu ya," ucap Lusi. Naufal menganggkat kacamata yang sudah turun dari kedua matanya, kemudian dia mengangguk. Fardo pasrah saat ditarik oleh adiknya entah sampai kemana. Lusi sudah terbiasa dilarang oleh Fardo untuk mendekati Naufal akhir-akhir ini, namun dia merasa kesabarannya sudah habis dan telinganya sudah muak mendengar kata-kata larangan kakaknya. Setelah sampai di tempat yang berjarak jauh dari Naufal, Lusi menghempaskan tangan Fardo dengan kasar. "Sekali aja. Tolong, abang mau kan Lusi bahagia?" Fardo menatap jengah. Dia mengangguk malas, "Iya. Terus kenapa?" "Pliss... izinin Lusi buat deketin Naufal. Lusi mau bisa jadi cinta pertama sekaligus cinta terakhir buat dia," mohon Lusi. "Kenapa lo tergila-gila banget sama tuh anak? Cowok yang mau jadi pacar lo itu banyak di sekolah ini." ketus Fardo. "Karena Naufal berbeda dari laki-laki lain. Lusi yakin dia bakal setia dan enggak kaya cowok-cowok lain," ucap Lusi dengan penuh kemantapan. "Mulai sekarang biarin Lusi sama dia ya?" Lusi kembali memohon. "Boleh ya? Boleh... plis. Boleh kan?" cecar Lusi. Fardo masih saja membuang muka. "Boleh?" tanya Lusi, wajahnya di-setting menggemaskan. Jika adiknya sudah seperti itu, Fardo tidak bisa menolak namun dia tidak bisa memberi kebebesan yang berlebih pada adiknya. Se badboy-badboy nya Fardo, dia tidak ingin Lusi yang merupakan adik satu-satunya menangis hanya karena seorang laki-laki. Fardo berdeham pelan, kemudian berlalu begitu saja. Lusi bahagia, "MAKASIH, BANG" teriaknya dengan penuh semangat. **** Setelah mencari tujuh keliling sampai salah alamat, Kila akhirnya menemukan Dania yang ternyata berada di ruang kantin. "Dan! Mood gue ancur abis!" keluh Kila menghampiri Dania yang sedang anteng bermain game diponsel pintarnya. "iihh! Kok lo diem aja sih" dongkol Kila. Dania melirik sahabatnya kemudian merotasikan matanya. "Iya. Kenapa?" tanya Dania dengan malas tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel. "Tad-" KKKKRRRIIINGGG Dania tersenyum kecut. "Tempat curhat sudah ditutup. Silahkan kembali lagi ke habitat anda seperti semula," setelah mengatakan itu, Dania bangkit dari duduknya untuk menuju ke kelas. "Yah! Kenapa belnya harus bunyi sih!" kesal Kila sembari mengekori Dania. "Nanti gue suruh ayah biar jam istirahat ditambahin dua jam," Dania menghentikan langkahnya membuat Kila ikut-ikutan. "Emang ini sekolahnya orangtua lo?" remeh Dania. "Pikun! Sekolah ini milik nenek gue yang diwarisin ke ayah gue. Lo sakit, Dan? Apa perlu gue bawa lo ke rumah sakit jiwa biar sembuh?" Kila memegang kening Dania. Sontak Dania menepis tangan gadis yang ada di hadapannya ini. Dania menyengir kuda. "Iya, gue lupa. Tapi enggak sampe ke RSJ juga kali!" bentak Dania di akhir kalimat. Saat Kila merotasikan matanya, dia tak sengaja melihat Pak Aji dengan penggaris panjang sedang menghampiri mereka dari arah belakang. Kedua netra Kila membulat sempurna. "Kenapa lo?" Dania penasaran. Tanpa mengatakan apapun, Kila berlari terbirit-b***t karena takut pantatnya memerah akibat dipukul penggaris. Dania masih melongo, heran sekaligus bertanya-tanya. "ADA PAK AJI!" teriak Kila. Dania baru sadar. Dia berlari menyusul Kila. Sungguh hari ini sangat s**l! **** Langit kini sudah berwarna oren. Seluruh anak didik SMA Sebum kembali ke rumahnya masing-masing setelah seharian bersekolah. Kila keluar gerbang mendekati mobil yang dari tadi menunggunya, akan tetapi niatnya berubah selepas melihat Abian berada di parkiran bersiap untuk menjalankan motor. Gadis itu berubah pikiran. Dengan secepat mungkin dia menghampiri mobil miliknya, mengetok-ngetok kaca jendela sontak Pak Yayan yang merupakan sopir antarjemput Kila langsung membuka jendela. "Kenapa, Non?" "Kila mau pulang bareng sama temen jadi, sana balik dan inget! Pura-pura enggak kenal Kila ya," ujar Kila membuat Pak Yayan melongo entah hal apa yang akan dilakukan anak majikannya itu. "Udah sana," titah Kila. "Tapi non enggakpapa kan sendirian? Bahaya ini soalnya udah sore," Pak Yayan khawatir. Kila menatap pria paruh baya itu dengan jengah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD