Nathan Aneh

1104 Words
Bel istirahat telah berbunyi. Valerie dengan temannya langsung merapikan bukunya dan mengarah ketempat tujuan dimana warga yang kelaparan akan langsung datang.  Langkah mereka cepat seperti mau diburu hantu. Wajar saja. 5 menit setelah bel pasti akan ramai kalau tidak cepat cepat maka tidak akan dapat makanan yang di inginkan. Masa pertumbuhan katanya pemicu kejadian ini. Namun sial, tempat yang mereka tuju telah diisi oleh manusia lapar. Valerie mendengus dan memaksa masuk ke stand tersebut. Ada juga untungnya ia berbadan mini. Ia dengan gesit bisa langsung mendapatkan bakso yang ia inginkan. Jadi, bagi kamu yang berbadan mungil, jangan sedih dan resah. Peluang kamu untuk mendapat sesuatu di tempat yang sulit akan lebih mudah dengan kekuranganmu. Jangan mengeluh karena tidak tinggi. Kamu bukan tidak tinggi, namun tidak berkembang saja. Hahaha(tertawa jahat). Valerie langsung duduk di bangku panjang berbahan kayu yang sudah diisi oleh Zoya dan Arun. Mereka lebih memilih memakan mie goreng daripada harus bergulat di lautan manusia lapar tersebut. Kalau Valerie jangan heran, walau orang Korea lidahnya masih suka Indonesia. Seharusnya Indonesia bersyukur karena negaranya memiliki SDA yang paling lengkap di dunia. Namun, mereka hanya berpangku tangan dan menunggu instannya saja. Dasar generasi micin!. "Vale," panggil Zoya membuka suara. Cewek berambut ikal sepinggang dan berkulit kuning langsat itu memanggil Valerie dengan tangannya yang masih mengaduk bakso. "Waeyo? "Jawab Valerie yang masih belum fasih dalam berbahasa korea. Jadi tolong wajarkan anak imut ini yang bahkan belum pantas rasanya ia duduk di bangku SMA. "Lo masih tahan sama kanebo kering itu?," "NATHAN. Namanya Nathan Athaya Jagrata. Jangan ngubah namanya seenak jidat lo," "Hmm serah," ucap Zoya. Dia selalu memanggil Nathan dengan sebutan Kanebo kering. Karena cowok tersebut sangat kaku dan membuat Zoya kesal. Bagaimana tidak? Asal bicara hanya deheman atau menaikkan alisnya saja. Kayak orang bisu!. "Heran gue. Tuh cowok kayaknya sering banget deh ke lab trus kayak coba eksperimen sama Presdir Joe," Valerie diam lalu sedikit tertegun dengan perkataan Zoya. Gadis itu mengulum bibir dan menormalkan suaranya agar tidak terlalu kentara menyembunyikan sesuatu. "Gue kurang tau sih gimananya. Tapi kayaknya sih mereka lagi buat suatu proyek gitu," "Proyek apaan Lo gak tau Vale? Seriusan deh Vale. Cara mereka tuh kayak nyembunyiin sesuatu yang besar. I think that can surprise the world. This is a big problem," "What's the problem?" "Hey This world is strange. It could even be that scientists use HUMAN basic ingredients to carry out their experiments, " "Tuh mulut belum pernah di giles pakai mesin cuci biar bersih," "I'm just telling the truth, " "You only see from one side," ucap Valerie dengan nada yang menyebalkan dan makin membuat Zoya ingin mencabik wajah gadis mungil tersebut. Valerie sebenarnya paham akan situasi tersebut. Situasi dimana dirinya juga menjadi bagian dari mereka. Namun Valerie menutup mulutnya rapat rapat. Sesuai permintaan Noel yang notabene adalah sepupunya. Ia tak mau membantah pria tampan itu. Dunia memang sudah aneh dari kiannya bukan? Eksperimen yang mereka buat mungkin untuk kebaikan dunia kelak. Atau apapun itu. Mungkin saja. Ayahnya yang bahkan seorang dokter juga ikut bereksperimen bersama sepupu ayahnya itu. "Gue ada tebak tebakan," ucap Ichi yang baru muncul entah dan membuat Valerie kaget setengah mati karena masih bergemul dengan pemikirannya. "Anjing kaget gue," Zoya mendengus dan hampir terselak oleh sendoknya sendiri. "Gini, kalau misalnya ada suara ayam di malam hari itu tandanya apa?" Mereka bertiga diam. Antara mau menjawab atau mau melempar gadis ini ke Wuhan. Karena sumpah ya, emang diantara sahabatan pasti ada yang b****k. Nah, mereka tuh salah satunya.  Ichi yang ayahnya seorang Presdir perusahaan besar dan Jaya. Dan sang kakak pertama juga seorang Profesor tersohor di belahan dunia. Kenapa seorang Ichi yang lahir diantara bunga bunga indah itu. "Ahhh kata tetangga aku sih itu karena ada yang hamil-" jawab Arun yang dengan polosnya. "Salah!" Ichi menggebrak meja dramatis hingga membuat bakso dari Zoya hampir jatuh. "Oii pelan dong babi!" "Apasih Zoy. Marah marah mulu," Ichi mengerucutkan bibirnya dan mampu membuat Valeri memukul bibir itu dengan sendoknya. "Mau tau gak jawabannya?" "Pha?" "Goceng dulu lah," "b*****t Lo ya! Abang Lo noh palakin anjir. Napa jadi kita kita. Lagipula pertanyaan Lo gak ada faedahnya anjing!" "Busyettt mulut Lo ya Zoy. Pedes amat," Ichi duduk sambil mengusap ngusap tangannya. Lalu membaca istighfar sebanyak 3 kali. Matanya menatap dengan serius lalu berucap,"Itu tandanya kalian masih punya pendengaran yang bagus wahai jamaah!" Dan akhirnya terjadilah pertumpahan darah antara tiga sekawan itu. Arun hanya diam dan memakan makanannya seakan menjadi orang bodoh saja disitu. "Lov," panggil seseorang dari arah belakang mereka. Terlihat Nathan yang membawa tempat makan dari Valerie berdiri menjulang di belakang mereka.  Valerie tersenyum senang. Lalu menarik tangan Nathan untuk duduk di salah satu bangku di kantin itu. Dia tak mau di ganggu oleh teman temannya yang menjengkelkan itu. Nathan membuka makanannya. Lalu menyodorkan satu potong sandwich pada Valerie. Valerie menerimanya dengan senang hati dan terseyum. Hari ini Nathan mungkin tak ada rapat di OSIS. Maka dari itu pemuda jangkung ini bisa datang ke kantin. Padahal biasanya agak susah. Nathan di OSIS memegang sebagai Ketua Photography. Karena hobi pemuda itu adalah memotret pemandangan dan sesuatu hal hang menyentuh hatinya. Terutama Valerie, Foto gadisnya itu takkan pernah absen dari kamar Nathan. Karena Valerie sendiri yang meminta pemuda itu untuk membuat banyak foto dirinya di dalam kamar Nathan. "Pekerjaan kamu di OSIS udah selesai?" tanya Valerie sambil mengunyah sandwichnya. Nathan mengangguk, "Semuanya udah aku siapin. Tinggal di rapikan sama anggota yang lain," Valerie hanya mangut mangut dan terdiam saat matanya berpandangan pada Maraka. Pemuda itu berjalan bersama Jevais. Sepupu Valerie. Dan lebih tepatnya, kakak kandung Daichi Navata Shavanamira. "Maraka," panggil Valerie dan kemudian di Sahuti dengan senyuman oleh Maraka. Keduanya berjalan ke meja gadis itu. Maraka menepuk kepala Valerie yang di jawab dengan senyuman manis sang gadis. "Udah makan?" "Belum" "Makan dong" "Lagi cari perhatian. Eh ternyata Lo udah perhatian. Hayuk lah. Mau deh makan." Valerie hanya tertawa dan kemudian memberikan makanannya pada Maraka. Bekas gigitan dari makanannya. Nathan yang melihat itu langsung menariknya dan menyodorkan sandwich baru pada Maraka. Yang hanya di tatap sinis olehnya. Nana dan Valerie hanya saling pandang lalu makan dalam diam. Hingga percakapan unfaedah datang entah dari negara mana. "Kalian harus hati hati," ucap gadis cantik yang kini duduk di bangku yang diisi oleh para malaikat lalu datanglah pasukan Dajjal ini. "Tadi kan pas gue mau pulang sekolah ada yang ngancam gue pakai gunting, pisau. Dan gue dengan sigap lah ya kan ngeluarin batu. Karena kalau pakai kertas pasti dia menang. Huftt syukurlah, " Ichi menarik nafasnya seakan dia baru saja mendapat hidayah dari Tuhan. Dia tak tau saja. Bahwa kembaran tak seidentiknya ini tengah menyiapkan batu gede dari Wuhan untuk menghancurkan kepalanya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD