2. Keen365

1517 Words
“Mimpiku semalam, sungguh mengerikan. Kurasa artis komedi dan suami sahabatnya itu layak menerima karma, karena telah menghancurkan sebuah rumah tangga.”  “Bom menghancurkan badan mereka, tangan artis komedi itu ada di jendela lantai dua Hotel Hilton, 25 Januari 2001 jam 12.15.” Dean menghela napas panjang setelah membaca kembali tweet terakhir Keen365. Begitu jelas, lugas dan sederhana. Tapi sudah menimbulkan kemacetan berkilo-kilometer. Dan Hotel Hilton ditinggalkan pelanggan dalam sepekan sebelum kejadian. Hotel berkelas Internasional itu, kini hanya menyisakan tidak lebih dari lima puluh orang yang menginap. Masih lebih banyak pegawai Hotel Hilton itu sendiri. Dean berdiri di depan jendela, menatap potongan tangan wanita yang menempel di kaca, dan tertahan oleh engsel jendela. Karma itu benar adanya, tangan itu tadi yang menempeleng istri sah pacar gelapnya. Dean sudah menelpon resepsionis, dan diminta tidak membuka pintu kamar hingga polisi datang. Di depan hotel Hilton, jalan sudah tidak macet lagi. Lalu lintas lancar dengan banyak polisi yang mengatur, tapi kemacetan masih mengulari di radius dua kilometer dari hotel. Garis polisi melintang sepanjang hotel, dan para petugas mulai bekerja mengevakuasi mobil yang sudah berkeping-keping. Terdengar ketukan di pintu. Dean yang memang sudah menunggu, membuka pintu dan mendapati seorang lelaki Melayu setinggi dirinya. Kulitnya sawo matang, dan ada cambang yang lumayan tebal hingga menutupi bibir bagian atasnya. Dan tas selempang di pinggang. Profil yang sudah diketahuinya dari Komandan. “Permisi, Tuan Dean Parker? Saya Kapten Hanung.” Dean menyambut jabat tangan erat Kapten Hanung. Lalu menyilahkan dia dan dua anak buahnya memasuki kamar. Seorang perempuan yang tampak tidak bersemangat dan satu lagi petugas foreksik. Dua orang pegawai hotel berada di belakang mereka. “Mohon maaf bila kejadian ini membuat anda tidak nyaman berada di Indonesia, Tuan Dean,” ucap Kapten Hanung sembari menuju ke jendela dan tertegun mendapati tangan korban yang menempel di kaca, seolah mengucapkan salam perpisahan.  “Bisa kalian ambil tangan itu, minta orang hotel membuka jendelanya. Kita perlu sidik jarinya karena yang di mobil sudah jadi omelet bakar.” Dean meringis mendengar perintah Kapten Hanung pada anak buahnya. Dia lalu meminta Dean ke sudut ruangan bersamanya. “Mohon maaf Tuan Dean Parker, apa bisa saya meminta keterangan dari anda.” Dean mengangguk. “Pertama, bagaimana anda begitu tenang melihat tangan itu menempel di sana?” Dean menatap sepasang mata Kapten Hanung yang agak sipit. Lelaki itu tak berkedip menatapnya. Pertanyaan itu sangat sederhana, tapi sudah mencakup belasan pertanyaan yang pasti akan diajukannya kepada Dean, selaku salah satu saksi ramalan Keen365 terbukti. Dean mengeluarkan lencana dari kantong bajunya. Kapten Hanung tertegun melihatnya logo dan nama kesatuan Dean yang tertera. “Federal Bureau Future Investigation? FBFI? Aku pernah dengar kehebatan nama itu, tak kusangka bertemu dengan orangnya di sini,” ucap Kapten Hanung takjub, lalu menjabat tangan Dean lagi. “Apalah aku, Hanung dari PIC, Private Investigation Corp.” “Club,” sahut si anak buah perempuan mengkoreksi “Diam kau Elly,” sergah Kapten Hanung. “Jangan lupa panggil suamimu untuk meliput.” Sepertinya tidak ada kesepakatan nama agency di sini. Kapten Hanung kembali melanjutkan perbincangannya dengan Dean Parker. “Pantas saja anda melihat tangan itu seperti melihat stiker tempel saja. Jadi, boleh saya tahu anda kebetulan berada di hotel ini, atau berdasarkan ramalan bocah sialan itu?” Pasti yang dimaksud adalah Keen365. “Aku sedang ada kasus kriminal bilateral, besok aku harus menghadap kedutaan,” ucap Dean, “Hanya saja, sopir taksi memberitahu tentang ramalan ke-51, jadi aku tertarik untuk mengetahuinya. Maka aku memilih kamar dengan view langsung ke depan hotel.” “Dan anda sudah mendapat hadiah hadir,” ucap Kapten Hanung sembari manggut-manggut. Dean menggeleng. “Kuberikan pada anda, hadiahnya.” “Terima kasih, PIC akan dengan senang hati membawa tangan itu ke forensik. Pasti akan membuat suami si Elly senang, karena akan mendapat hadiah berita pertama.” Seorang lelaki kerempeng tiba-tiba masuk, dengan kamera menggantung di lehernya. Elly, anak buah Kapten Hanung segera menyambutnya setelah dia menunjukkan tanda pengenala ke arah Kapten Hanung. Dia lalu mengambil gambar tangan yang masih menempel di kaca dari berbagai sudut. “Barry Wings, suami Elly. Dia wartawan terkenal, anda bisa memakai jasanya bila ingin membuat viral kasusmu.” Dean hanya mengangguk. “Kalian sudah menemukan identitas korban?” tanya Dean. Bersama Kapten Hanung, mereka mengamati pegawai hotel mulai membongkar jendela. Semuanya tidak lepas dari bidikan kamera Barry Wings. “Sementara dari nomor plat mobil, dia artis komedi. Dan rumor yang beredar dia memang punya hubungan dengan seorang lelaki bersuami, korban di sebelahnya. Kurasa Keen365 kali ini sedang berbaik hati karena tidak mengumbar nama korban. Kurasa dia tipe orang yang menghargai sebuah ikatan perkawinan atau keluarga. Tweetnya sudah sangat jelas menunjukkan. Dan ini semakin membuat semuanya menjadi buram.” “Kenapa? Bukankah sudah kasus ke lima puluh satu?” “Karena dia mengacak korbannya!” sergah Kapten Hanung kesal. “Tidak ada satupun yang mengaitkan semua korban, selain mereka orang Indonesia.” Dean terdiam. Di masa depan, dia sudah membaca semua file Keen365. Namun, aturan perjalanan waktu ke masa lalu, bukan untuk mengabarkan apa yang akan terjadi di masa depan. Itu sama saja dengan Keen365, karena akan merusak tatanan semesta. Satu-satunya cara adalah mencegahnya, dengan menyesuaikan timeline dan spaceline. Garis ruang dan waktu. “Apa anda yakin dia pelakunya?” tanya Dean pada Kapten Hanung, membuat lelaki berkumis itu menggamit Dean ke sudut kamar. “Jangan katakan anda mengetahui pelakunya, Sir.” Dean berpura-pura berpikir, dengan mengusap dagu dengan tangan kanan sembari menjepit tangan kiri di ketiak tangan kanan. Kapten Hanung menunggunya. “Sebenarnya, saat kejadian ledakan itu, aku sedang di basement.” Kapten Hanung berubah air mukanya. Terlihat seperti anak kecil yang diiming-imingi permen. “Oh ya, katakan padaku. Semua mobil sudah berada di basement atas perintah manajemen hotel. Kenapa mobil artis komedi itu tahu-tahu bisa keluar dan meledak?” Dean menoleh ke arah jendela, mengamati tangan yang sudah bisa diambil dari sisi jendela yang terbuka, oleh pegawai hotel. Petugas forensik menyiapkan kotak penyimpannya. “Ada sebuah pertengkaran sebelumnya, yang menyebabkan pengemudi mobil itu marah, lalu dia keluar dari basement.” Sepasang mata sipit Kapten Hanung membelalak lebar. “Bisakah kau mengkonfirmasi keterangan di kantor PIC?” *** “Anda tahu, ada banyak agency dilibatkan dalam setiap kejadian ramalan Keen365?” Dean Parker menggeleng. Dia berada di kantor PIC, sebuah ruko dalam radius lima kilometer dari Hotel Hilton. Segelas kopi terhidang di hadapannya, setelah lima menit dia duduk di sebuah sofa, di lantai dua. Lantai dua tak ubahnya squad room PIC, sebuah ruangan panjang tanpa sekat, dengan beberapa meja milik setiap anggota PIC. “PIC adalah agen yang terlibat sejak ramalan pertama,” ucap Kapten Hanung seolah membanggakan agencynya. “Setelah itu, ada beberapa agency. Sebagai agency paling senior, tak ada satupun kasus Keen365 yang berhasil kami pecahkan.” Dean mengangkat sudut bibirnya. “Itu bukan rekor yang bagus.” “Aku tahu. Dan pemerintah lebih buruk lagi rekam jejaknya. Mereka yang bertugas menyelesaikan dampak paralel setiap ramalan Keen365, dan tak ada yang bisa melakukannya sampai sekarang. Anda pasti melihat bagaimana kemacetan berkilo-kilo bahkan berjam-jam baru terurai? Kerugian Hotel Hilton yang tidak akan pernah mendapat kompensasi karena ditinggal kabur pelanggannya. Belum lagi dampak kecil lainnya, yang semua bisa anda dengarkan lewat radio. Semua keluhan rakyat negeri ini ada di sana. Semua itu tinggal dikalikan lima puluh. Itulah ” Dean menyesap kopinya. Untuk itulah dia dikirim dari masa depan. Bila tidak, semua itu akan dikalikan 512 hingga lima tahun ke depan. Sebuah angka yang tidak banyak untuk ukuran bilangan, tapi dampaknya bisa mengguncang sebuah negara. Dean sendiri tidak mengerti, kenapa dia dikirim setelah setelah kejadian, di ramalan ke lima puluh satu. Padahal dia bisa dikirim ke setahun sebelumnya, saat ramalan itu belum pernah terjadi. Tapi, bukan wewenangnya untuk membantah. “Dan prestasi perdana PIC, pecah telor setelah kedatangan anda di Indonesia. Ini prestasi luar biasa bagi PIC. Terima kasih.” Dean mengernyit kening, tak mengerti. Dia hanya memberikan keterangan tentang pertengkaran di basement dan ciri-ciri wanita berbaju ketat yang membuat korban ledakan itu marah dan meninggalkan basement. Kapten Hanung memang langsung menghubungi seseorang untuk menemui si wanita berbaju ketat. Setelah itu, mereka berdua menuju kantor PIC ini. Belum sempat dia membuka mulut, Kapten Hanung sudah menjabat tangannya. “Saya sudah menelpon FBFI, dan mereka bersedia memperbantukan anda di PIC. Sampai dengan kasus kriminal bilateral anda selesai. Bagaimana?” Kapten Hanung yang melamarnya untuk bergabung, sesuai rencana. Tapi ada yang tidak dimengertinya dengan ending dari kasus ini, karena tentu saja itu tidak ada dalam berkas yang dibacanya di masa depan. “How? Bagaimana bisa kasus ini selesai, begitu saja?” tanya Dean heran. “Cici, Mimi dan Didi. Anggaplah tiga nama ini yang sesuai dengan ramalan Keen365. Aku, pada akhirnya harus menghormati Keen365, karena dia tidak menyebut nama asli korban. Cici si artis komedi, Didi selingkuhannya. Dan Mimi adalah istri sah. Anda sudah memberikan keterangan tentang kejadian di basement, lalu kami menginterogasi Mimi. Ternyata, dia yang memasang bom di mobil Cici, lalu sengaja memicu pertengkaran. Hingga membuat Cici dan Didi meninggalkan basement. Bom itu disetting untuk meledak pada kecepatan tertentu. Dan itu terjadi tepat di depan hotel Hilton. Lalu … boom. Dendam istri terbayar lunas.” Dean tertegun. Sesederhana itu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD