bc

THE TWEETS

book_age18+
656
FOLLOW
1.9K
READ
adventure
time-travel
mystery
expert
captain
detective
high-tech world
like
intro-logo
Blurb

Dean Parker, seorang detektif dari masa depan berusaha menangkap dan menghentikan aktivitas tweets dari Keen365. Akun Keen365 kerap men-tweet kejadian yang belum terjadi, terutama kejadian pembunuhan artis atau pejabat. Setiap tweet-nya selalu terjadi sehingga kerap memicu keresahan dan kerusuhan. Keen365 banyak dicari oleh pejabat, artis, polisi bahkan diburu oleh kriminal yang ingin menggunakan kemampuannya.

chap-preview
Free preview
1. Ramalan Ke-51
Dean Parker mengenakan kaca mata hitamnya. Dia baru saja turun dari pesawat yang menerbangkannya dari LA ke Jakarta. Wajah blasteran Timur Tengah dan Amerika membuatnya terlihat mencolok di antara para penumpang yang berseliweran di bandara. Dengan langkah tenang, lelaki jangkung berusia tiga puluh tahun itu, merapikan jas dan menarik tas travel rodanya menuju gerbang depan. Menghampiri sebuah taksi yang tampak sedang menunggu penumpang. Dia melongok ke kaca yang terbuka dan mendapati seorang sopir berkulit sawo matang sedang membaca koran. “Hilton Hotel, please?” “Oke, Sir.“ Sopir taksi mengangguk cepat sembari melipat koran. Dia bergegas keluar dari taksi dan membuka bagasi. Dean memasukkan tas travelnya dan sejurus kemudian taksi yang ditumpanginya menembus keramaian Jakarta. Dean mengeluarkan ponsel, menekan salah satu tombol. Dari layar ponsel muncul hologram setinggi dua puluh centimeter. Dia lalu menyentuh sebuah icon di ponsel, lalu melakukan sebuah panggilan video. Dan hologram itu pun menampilkan gambar yang semula buram dan dalam beberapa detik menjadi jelas. Seraut wajah separuh baya dengan kumis dan jenggot mulai berhias uban, menerima panggilannya. Pakaiannya menunjukkan bahwa dia dari militer, dengan beberapa tanda pangkat dan bintang.  “Jakarta, Commander.” Lelaki yang dipanggil Commander itu mengangguk. “Great. Pakailah bahasa Indonesia.” Dean terdiam sejenak. Bahasa Indonesianya masih agak kaku, terutama di logatnya. Sejak misi ini diterimanya sepekan kemarin, dia berusaha mempelajari Bahasa Indonesia secepat kilat. Dan sang Komandan memintanya untuk berkomunikasi dengan bahasa ini. Pasti agar dia tidak tampak aneh di mata penduduk lokal. “Baik, Komandan.” Sang Komandan tersenyum, menunjukkan sikap arif dan bijaksananya. Dean mulai lebih santai. “Laporan aku tunggu setiap jam lima pagi. Hari ini, kau tahu akan terjadi di mana?” Dean mengangguk. “Depan Hotel Hilton, Komandan.” “Usahakan kau berada di sebelah Kapten Hanung. Aku kirim foto dan profilnya. Kau harus membuat dia yang memintamu bergabung di PIC. Bukan sebaliknya.” “Siap, Komandan.” Sambungan video diputus oleh Dean. Hologram itu pun hilang. Dia lalu menyimpan ponsel ke saku celananya. Meski ponselnya mempunyai fitur hologram, namun bentuknya tidak jauh berbeda dengan ponsel milik sopir taksi. “Tugas negara, Sir?” tanya sopir taksi, membuka percakapan. Profil orang Indonesia adalah orang yang ramah, terutama pada turis mancanegara. Rupanya profil itu tak pernah lepas dari ingatan Dean. Segala hal tentang Indonesia hanya dipelajarinya dalam satu pekan. Dia hampir tidak menemukan literatur yang lengkap, untunglah salah seorang teman dekatnya punya sebuah buku yang sudah usang. Buku tentang negeri ini sangat langka, karena negeri ini nyaris hilang di masa depan. Karena ulah salah seorang warganya sendiri, negeri kepulauan ini tak lagi mencatat sejarah untuk masa depan. Dan Dean bertugas membuat semuanya kembali seperti sedia kala. Untuk itulah dia dikirim dari tahun 2125 ke tahun 2001. “Hanya mencari sesuap nasi,” jawab Dean.  Sopir taksi itu tertawa. Kalimat Dean adalah kalimat yang biasa dia dengar dari sesama sopir taksi. Terdengar aneh di telinganya bila diucapkan oleh seorang bule dengan logat yang dipaksakan untuk mirip dengan penduduk lokal. “Bisa bahasa Indonesia, Sir?” “Sedikit-sedikit.” Sopir taksi mengangguk ramah. “Baca koran, Sir. Biar lebih fasih. Atau mau dengar radio?” “Terserah bapak sopir.” Sopir taksi lalu menyalakan radio, memilih-milih saluran dan berhenti pada saluran informasi. Saluran yang biasa dipilih oleh pengendara kendaraan umum seperti dia. Semula memberitakan tentang kemacetan panjang dan informasi jalur alternatif. Beberapa kecelakaan dan saran untuk menghindari rute karena jalan ditutup. “Jakarta tambah kacau, Sir.” “Oh ya? Kenapa?” “Ada peramal gila, Sir. Dia menulis apa yang dilihatnya di mimpi. Dan semua tentang orang-orang yang akan terbunuh. Hari ini, dia tidak menyebut siapa yang akan mati. Tapi hanya bilang di depan Hotel Hilton.” Dean mulai memberi perhatian. “Anda percaya ramalannya?” Si Sopir mengendik bahu. “Entahlah Sir. Mau tidak percaya, kenyataannya terbukti. Mau percaya, saya juga tidak mau itu terjadi. Kasihan kalau memang benar. Ini seperti, seseorang bisa melihat bahwa besok dia akan mati. Entahlah. Bahkan di koran ini ditulis semua yang sudah dia ramal dan terbukti. Tidak ada yang luput. Semua benar.” “Boleh pinjam korannya?” Si Sopir dengan senang hati memberikannya. “Halaman sepuluh, Sir. Aku rasa, dia sengaja meramal orang-orang yang pernah bertemu dengannya. Makanya, Sir nanti hati-hati selama di Indonesia. Mending di hotel saja, selesaikan urusan, lalu pulang lagi, Sir.” Dean tidak terlalu mendengarkan ocehan sopir taksi. Dia sudah membuka halaman sepuluh dan melihat sebuah tabel yang tidak terlalu panjang tapi memenuhi satu halaman, tapi cukup meresahkan. Ada lima puluh nomor, artinya sudah ada lima puluh kejadian.  Kolom sebelah kiri, menampilkan tweet dari Keen365. Kolom sebelahnya, kejadian yang sudah terjadi. Sama persis berikut nama korban, lokasi dan waktunya. Berita itu berjudul : Keen365, peramal apa psikopat? “Apa ada ramalan ke lima puluh satu, Pak?” tanya Dean. “Ini semua sudah terjadi.” “Ada di radio. Sudah sejak kemarin diberitakan. Sir tahu, saya sampai belajar twitter sama anak. Biar tahu beritanya.” Benar saja, setelah jeda iklan, penyiar radio kembali mengingatkan semua pendengar radio untuk kembali membaca tweet dari Keen365 tentang ramalannya hari ini. Dan memperingatkan untuk menghindari area Hotel Hilton dalam dua jam ke depan. “Twitter?” tanya Dean. Dia lupa belum mempunyai aplikasi tersebut di ponselnya. Dia lalu mengeluarkan ponsel dari sakunya. Jujur dia kurang nyaman ke mana-mana harus membawa benda persegi yang terasa cukup berat di tanggannya. Namun, dia harus menyesuaikan teknologi dengan jaman di mana dia berada sekarang, hanya saja Markas-nya sudah menyisipkan teknologi komunikasi antar waktu pada ponsel di tangannya. “Ya, Sir. Keen365. Cari saja. Komentar-komentarnya bikin panik, lebih baik tidak baca. Atau nanti malah tidak bisa mencari sesuap nasi, seperti kata Sir. Bagi saya tidak masalah, karena kita akan sampai di Hotel Hilton sebelum kejadian, jadi setelah itu saya akan pulang.” Sopir taksi masih mengoceh sembari mengemudi berusaha mencari jalur alternatif karena mulai bertemu dengan kemacetan. Sementara Dean sudah mempunyai akun twitter dan mulai mengikuti aktivitas Keen365. Tweet Keen365 dimulai sejak setahun yang lalu. Sebenarnya Dean sudah mempelajarinya begitu misi ini diserahkan padanya. Namun ternyata sensasinya berbeda bila dia berada dalam kondisi sebenarnya. Celoteh sopir taksi yang menceritakan kejadian demi kejadian, tertangkap di telinganya dan disesuaikannya dengan setiap tweet Keen365. Kemacetan saat semakin dekat ke Hotel Hilton, klakson yang saling bersahutan ditambah panas terik matahari negeri tropis. Benar-benar meresahkan.  Kenapa sudah setahun berlalu, penegak hukum belum berhasil menemukan Keen365? Padahal kejadian seperti ini akan berlangsung hingga lima tahun ke depan, semakin mengeruhkan suasana negara.  “Sir, sepertinya saya sampai di sini saja.” Dean melempar pandangan ke luar jendela. Taksi yang ditumpanginya tak bisa bergerak lagi dan hotel Hilton menjadi latar belakang deretan mobil yang rapat di sepanjang jalan. “Sir bisa jalan kaki ke Hotel, bagaimana? Maaf, bukannya saya tidak mau, tapi benar-benar tidak bisa bergerak. Sepertinya jalan menuju lokasi ramalan itu sudah ditutup polisi, untuk menghindari korban lebih banyak seperti sebelumnya. Jadi, saran saya, lebih baik Sir berjalan saja ke hotel. Itu hotelnya.” Dean mengangguk. Membayar ongkos taksi dan sejurus kemudian sudah menyeret tas travel rodanya menyusuri trotoar, menuju hotel Hilton. Ternyata beberapa orang di depan dan belakangnya melakukan hal yang sama. Keluar dari kendaraan dan berjalan di sepanjang trotoar. Beberapa wartawan dengan kamera beraneka ragam berseliweran. Ramalan itu akan terjadi, meski polisi sudah menutup jalan. Berita yang sangat empuk bagi media. Ramalan kejadian masih satu jam lagi, masih sempat bagi Dean untuk membooking kamar dan merapikan barang-barangnya. Di sepanjang jalan, dia melihat polisi berjaga, dan sebagian berusaha mengalihkan arus kemacetan. Dean tidak menyangka sedemikian hebatnya ramalan Keen365. Bahkan ada helikopter yang berkeliling di area hotel, memberi peringatan untuk menjauh dari kawasan ramalan. Sikap resepsionis ramah sekali, seolah tidak akan terjadi apapun di luar sana. Meski televisi di belakangnya menampilkan situasi terkini di luar hotel. Bahkan Bellboy yang mengantar Dean ke kamar, tampak riang dan mengatakan pada Dean bahwa mereka aman-aman saja, selama tetap berada di dalam hotel. Dean sengaja memilih kamar dengan view jendela lokasi ramalan itu akan terjadi. Dari lantai dua, dia bisa melihat area yang dimaksud adalah area parkir depan hotel yang kini kosong melompong. Semua kendaraan sudah dipindah ke area parkir basement. Sepertinya penegak hukum sudah berupaya maksimal untuk mencegah korban berjatuhan. Selesai berganti pakaian dan merapikan pakaian di koper, Dean pun keluar dari kamarnya dan menuju parkir basement. Ramalan hari ini dia sudah membacanya di twitter. Korbannya adalah artis yang dirahasiakan namanya di tweet Keen365, namun Dean sudah tahu data detilnya dari database markas. Dia hanya ingin mengetahui bagaimana ramalan itu bisa terjadi, sedangkan pihak keamanan sudah mengantisipasi demikian terkoordinir. Di basement, hanya ada beberapa orang yang mengobrol. Mereka menunggu timeline ramalan itu terlewati, Dean menangkap sebagian pembicaraan mereka. Dean berjalan menyusuri deretan mobil, berusaha mencari mobil yang akan meledak hari ini. Dia merasa aman, karena mobil itu tidak akan meledak di basement sesuai ramalan. Saat ini, dia juga tidak akan mencegah ramalan itu terjadi. “Dasar laki-laki murahan!” Plak! Plak! Dean dan beberapa orang menoleh ke sumber suara. Seorang wanita dengan pakaian ketat tampak menampar seorang lelaki berkali-kali. Ada perempuan lain dalam pelukan si lelaki, yang sekilas memang tampak lebih muda dan lebih cantik dari si wanita berpakaian ketat. Rupanya, si wanita dengan pakaian ketat memergoki si lelaki dengan perempuan lain. Adu mulut dan dorong pun terjadi. Tidak ada yang berusaha melerai, karena semua sedang fokus dengan ramalan yang akan terjadi beberapa menit lagi. Dean pun hanya mengamati mereka bertiga. Pertengkaran yang semakin seru, karena dua wanita itu kini saling menjambak rambut. Rupanya, pertengkaran itu dimenangkan oleh si lelaki dan perempuan lain. Mereka mendorong si wanita berpakaian ketat hingga jatuh tersungkur, lalu mereka berdua tergesa masuk ke dalam mobil. Diiringi teriakan marah si wanita, si lelaki dan si perempuan meninggalkannya begitu saja dengan mengendarai mobil mereka dengan cepat, keluar dari basement. Dean terperangah, teringat pada sesuatu. Laki-laki dan wanita. Dia berusaha menghentikan mobil itu dengan menghadangnya, tapi dia malah hampir ditabrak. Suara klakson panjang kemarahan si pengemudi, yaitu si perempuan, menjauh seiring mobilnya melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan basement. Dean hanya bisa membeliak, tak sanggup lagi mengejar. Dan tidak sampai satu menit ... Duarrr! Suara ledakan itu bahkan menggetarkan basement.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Marriage Aggreement

read
81.3K
bc

Menantu Dewa Naga

read
177.4K
bc

My Devil Billionaire

read
94.9K
bc

Scandal Para Ipar

read
694.6K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
861.2K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
625.6K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook