3 | Be Friend?

1287 Words
Salma menunggu Pak Tarjo membukakan gerbang untuknya dengan duduk di atas motornya. Ia baru saja kembali dari mengantar Farhan ke sekolah. Padahal tadi, ia berencana untuk bertemu dengan wali kelas Farhan, tapi karena wali kelas Farhan sedang sibuk mengajar di kelas lain, makanya ia belum bisa bertemu langsung dengan wali kelas adiknya tersebut. Sembari menunggu, Salma melihat ke sekitarnya. Rumah-rumah berjejer dengan desainnya masing-masing. Ada yang terlihat begitu mewah, ada juga yang desainnya hanya dibuat minimalis. "Non Salma," Salma juga jadi ikut memperhatikan rumahnya yang bertingkat 2. Rumah dengan cat dominan berwarna putih dengan gerbang tinggi berwarna hitam. Rumah yang sekarang memiliki ukuran lebih besar dibandingkan rumahnya dulu. Bahkan di rumahnya yang sekarang memiliki kolam renangnya tersendiri di halaman belakang. Tapi kenapa rumahnya sekarang terasa begitu sepi? Rumah megah itu rasanya tak terlalu berpengaruh untuk hidupnya. Yang Salma butuhkan hanyalah kehangatan di dalamnya. Yang Salma butuhkan adalah kekeluargaan yang dulu pernah ada di dalamnya, walau saat ini anggota keluarga itu tak lagi dalam keadaan sempurna. "Non Salma," Salma mengerjap. Ia menoleh dan melihat Pak Tarjo sudah berdiri di hadapannya, entah sejak kapan. Pintu gerbang pun sudah terbuka untuknya. "Non Salma, kumaha? Kok malah bengong di ditu?" Salma kembali mengerjapkan mataya. Sepertinya ia banyak melamun hari ini. "Ah... Gak papa kok, Pak." Salma mengeluarkan senyum tipisnya. Ia kembali menarik gasnya berniat memakirkan motornya ke dalam, namun panggilan atas namanya langsung menghentikan aktivitasnya. "Salma!" Salma menoleh, Syauqi berlari menghampirinya dengan tangan melambai. Laki-laki itu sepertinya sudah mandi, karena kini tampilan Syauqi terlihat lebih rapih dan rambutnya yang masih terlihat basah. Salma masih diam tidak menjawab panggilan Syauqi. Ia juga lebih memilih menatap kaki Pak Tarjo yang kini berdiri di dekat pagar. "Lo.. mmm.. kamu, habis dari mana?" tanya Syauqi. Ia masih belum terbiasa menggunakan kata 'aku-kamu'. Salma tetap masih terdiam, karena ia pikir tidak perlu juga menjawab pertanyaan laki-laki itu. Hingga akhirnya Syauqi bergerak ke spot Salma menghadap. Ia berdiri menutupi tubuh Pak Tarjo, sehingga yang Salma lihat malah tubuh Syauqi. "Kamu ngeliatin apa? Kamu gak denger aku ngomong, ya?" Salma langsung menggeser pandangannya menghadap depan. "Habis nganter adik ke sekolah," jawab Salma. Ia tidak terbiasa dengan situasinya itu. Bicara dengan lawan jenis dengan jarak yang tak begitu jauh, membuat Salma merasa risih. "Ooohh.." Syauqi ber-oh ria. Ia langsung memutar otaknya untuk mencari bahan pembicaraan lainnya. "Oh ya, umur kamu berapa?" Salma menolehkan kepalanya, menangkap Syauqi yang sedang menggaruk tengkuknya. Terlihat dari raut wajahnya yang canggung. "Ada apa kamu nanya-nanya begitu?" "Yaaa.. nanya aja, emang gak boleh?" "Non Salma!" Syauqi dan Salma pun refleks menoleh ke sumber suara. Bi Irah memanggil Salma dengan berteriak dari dalam rumah. Wanita paruh baya itu berlari menghampiri Salma yang terduduk di atas motornya. Bi Irah kini berdiri tak jauh dari posisi Syauqi berdiri. "Non, ayo kita ke rumah tetangga untuk kasih tahu acara pengajian lusa." "Kamu mau bikin acara pengajian?" Salma langsung menggeser matanya pada Syauqi yang bertanya padanya. "Ayo Non, tadi Bapak nelepon soalnya dan nanyain ke Bibi." "Ayah kamu sekarang lagi kerja, ya?" "Tadi pas Non Salma antar Den Farhan ke sekolahnya, Bibi udah sempet ke swalayan deket sini dan beli beberapa buah-buahan untuk acara lusa." Syauqi menghela napas pelan, lalu berdecak. Ia melirik ke arah Bi Irah dengan tatapan sebal. "Bibi, saya itu lagi nanya sama Salma. Karena dari tadi Bibi bicara terus, Salma jadi gak bisa jawab pertanyaan saya." Bi Irah balas melirik Syauqi. Wanita itu menatap Syauqi dan berkacak pinggang. "Eh, si Mas ini. Tolong jangan ganggu Bibi yang lagi ngomong sama Non Salma, ya. Bibi itu lagi membicarakan hal yang penting, jadi kamu jangan ganggu." Salma menahan senyumnya. Bi Irah dan Syauqi malah terlibat adu mulut yang serius namun lucu. Salma mengangkat tangannya, dan memberikan kode pada Pak Tarjo untuk menghampirinya. Entah kenapa Pak Tarjo masih juga berdiri di sana sejak tadi. "Iya Non?" tanya Pak Tarjo yang sudah berdiri di sisi kiri Salma, karena sisi kanan Salma sudah ada Syauqi dan Bi Irah. "Pak, tolong bawa motor saya masuk ke dalam ya. Saya harus ke rumah tetangga yang lain sekarang," pinta Salma dengan nada sopannya. Ia turun dari motornya, dan mengabaikan Syauqi dan Bi Irah yang entah masih mendebatkan apa. "Ini teh kalau mau berdebat di lapangan aja sana." Syauqi dan Bi Irah sontak menoleh pada Pak Tarjo. "Jangan di sini, karena saya teh mau masukin motor." "Loh, Salma nya mana?" tanya Syauqi. "Sudah pergi, kalian sih malah ribut di sini." "Tuh kan. Gara-gara kamu nih, Non Salma nya jadi pergi." Amuk Bi Irah dengan tangan berkacak pinggang. Tapi bukannya takut, Syauqi malah menatap balik tatapan sinis yang diberikan Bi Irah untuknya. "Bibi bawel ah, gak seru berantem sama ibu-ibu." Syauqi langsung berbalik dan kabur dari hadapan Bi Irah yang melayangkan protes panjang untuknya. Syauqi berlari mengejar Salma yang sudah berdiri di depan pagar rumah yang memiliki pagar rumah berwarna cokelat. "Nama pemiliknya Pak Mirza." Salma langsung menoleh dan sedikit terkejut saat mengetahui Syauqi sudah berdiri di sampingnya. Mereka saling bertukar pandang 2 detik, sebelum akhirnya Salma memutus kontak mata mereka. "Orangnya ramah dan juga baik banget. Walau dia sama istrinya sibuk, tapi kalau ketemu di jalan pasti dia selalu nyapa." Lanjut Syauqi menceritakan apa yang ia ketahui dari tetangganya yang bernama Pak Mirza. Salma hanya mengangguk kecil sambil fokus mendengarkan. "Betewe, pengajiannya mau kamu adain kapan dan jam berapa?" "Lusa, ba'da maghrib." Syauqi menganggukkan kepalanya. Laki-laki itu mewakili Salma menekan bel rumah Pak Mirza. Tak lama setelahnya keluarlah seorang laki-laki dengan celana berwarna hitam dan kemeja flannel berwarna navy. Terlihat dari pakaiannya, sepertinya laki-laki itu mau pergi. "Itu anak pertamanya Pak Mirza. Ganteng, gak?" Salma mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Syauqi yang sungguh sangat tidak penting menurutnya. Semuanya terjadi dengan singkat. Salma memperkenalkan dirinya dengan singkat begitu juga lelaki itu. Salma juga sudah memberitahukan maksudnya untuk mengundang keluarga Pak Mirza datang ke acara pengajian rumah barunya lusa nanti. "Di Blok sini udah semuanya. Kamu mau undang siapa lagi?" tanya Syauqi. Setelah dari tadi mereka telah mengunjungi semua rumah yang ada di Blok AB satu-persatu. Mereka kembali berjalan ke arah rumah mereka. "Kamu. Aku baru ingat, kalau aku belum undang kamu dan keluarga kamu." Syauqi langsung berhenti melangkah. Ia mencerna kalimat ajakan Salma barusan. Salma yang menyadari tidak ada lagi orang yang berjalan di sampingnya pun langsung ikut berhenti. Ia memutar kepalanya ke belakang, melihat Syauqi yang sepertinya sedang melamun. "Kenapa? Apa kamu dan keluargamu ada acara malam itu?" Syauqi membuka dan menutup matanya beberapa kali. Ia menatap mata Salma yang berdiri di depannya sekitar 5 langkah, lalu bertanya. "Apa ada persyaratannya untuk datang ke acara kamu?" Salma mengerutkan keningnya, lalu berpikir sejenak. "Gak ada," jawabnya singkat, mengundang senyum serah dari wajah Syauqi. "Baiklah, kalau gitu aku pasti usahakan datang." Salma mengangguk kecil, lalu balik lagi memutar tubuhnya dan kembali berjalan meninggalkan Syauqi yang masih berdiri di belakangnya. Dengan segera, Syauqi bisa kembali menyeimbangi langkah Salma. "Oh ya, apa aku boleh juga ajak sahabat-sahabatku datang? Nggak banyak, kok. Cuma ada 2," ucap Syauqi mencoba menawar kemurahan hati Salma. "Boleh," jawab Salma tanpa menoleh ke samping. Tak terasa mereka telah sampai di depan rumahnya masing-masing. Keduanya masih berdiri di tengah jalan perumahan, tapi masih sama-sama terdiam seperti ada yang ingin keduanya katakana. "Syauqi, makasih. Udah bantu aku kenalan sama tetangga di sini." Syauqi menoleh dengan mengangkat bahunya santai, "You're welcome," ucapnya sambil tersenyum manis. Salma kembali mengangguk kecil dengan kepala menunduk. "Kalau gitu aku langsung pulang, Assalamu'alaikum." "Eh, Salma." Panggil Syauqi sebelum perempuan itu melangkah masuk ke rumahnya. Salma menolehkan kepalanya, menunggu Syauqi bicara. "Semoga kita bisa jadi teman dan tetangga yang baik, ya." Salma hanya bisa mengeluarkan senyum tipisnya lalu berbalik dan melangkah memasuki rumahnya. "Salma, wa'alaikumsalam!" ucap Syauqi dengan sedikit berteriak dengan maksud agar Salma dapat mendengar jawaban salam darinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD