5 | The Feel

2302 Words
Karpet sudah digelar di sepanjang ruang tamu. Makanan ringan pun sudah dihidangkan di atas piring beserta minuman dan buah-buahan. Beberapa tamu termasuk tetangga baru Salma sudah terlihat hadir. Beberapa rekan kerja terdekat abinya juga sudah ada yang hadir, terlihat dari pakaiannya bahwa mereka semua langsung datang dari kantor. Acara pengajian tersebut sebenarnya tidak mengundang banyak orang, hanya tetangga, teman dekat, dan juga keluarga dekat Salma. Kakak laki-lakinya, Ali, juga bahkan datang sejak kemarin dan ikut menginap 2 hari di rumah, karena Ali, ia sudah tinggal sendiri sejak ia berumur 25 di salah satu apartemen yang ia beli dari hasil kerja kerasnya selama ini.  Pengajian yang dilakukan bukanlah karena niatan untuk mengusir jin atau penunggu makhluk halus yang tak kasat mata, melainkan sebagai tanda syukur keluarganya yang bisa membeli rumah yang lebih baik. Karena rezeki keluarga mereka selalu Allah lancarkan dan limpahkan. Karena keluarga mereka masih diberikan kesehatan dan banyak nikmat oleh Allah. Terlebih acara tersebut juga diadakan agar keluarga Salma mampu lebih mengenal semua tetangga barunya. Semuanya dilakukan tak lain untuk bersukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan untuk keluarganya.    Salma berdiri di depan pintu untuk menyambut tamu yang hadir ditemani dengan Airin di sana, sedangkan abinya menunggu di dalam untuk mengarahkan tamu duduk. Tak lama seorang laki-laki muncul dan masuk melewati pagar rumahnya.  "Malam, Salma," sapa Syauqi dengan tersenyum manis. Ia juga memberikan senyumnya pada Airin. Syauqi menggunakan celana jeans serta baju muslim berwarna putih. Sedangkan Salma memakai gamis berwarna abu dengan khimar lebar berwarna senada.  "Yang bener itu assalamu'alaikum," ralat Salma atas kalimat sapaan Syauqi.  Syauqi menggaruk tengkuknya yang tak gatal sambil terkekeh kaku. "Wa'alaikumsalam." jawabnya.  "Ya udah, langsung masuk aja. Papa sama adik kamu udah di dalam." "Sebentar, sahabat aku masih pada di luar." Syauqi kembali menoleh ke belakang untuk mengecek Zidan dan juga Evan, dan ternyata kedua sahabatnya belum juga memperlihatkan batang hidungnya.  "Nah, tuh mereka!" Tunjuk Syauqi ke belakang, membuat Salma dan Airin mengikuti arah jari telunjuk Salma. Salma memasang wajah biasa saja saat dua orang laki-laki yang Syauqi sebut sahabatnya itu melangkah mendekat. Berbeda dengan Airin yang tampak begitu terkejut saat mengetahui orang yang tadi siang sedang ia hindari, malah muncul di hadapannya sekarang.   "Salma kenalin.. mereka berdua ini sahabat aku, Zidan dan Evan." Salma mendekap kedua tangannya di depan d**a, alih-alih berjabat dengan yang bukan mahramnya. Tak lupa senyum tipis ia berikan.  "Assalamu'alaikum," ucap Zidan memberikan salamnya. Sedangkan Evan yang di sampingnya hanya mengikuti dengan cengiran 3 jarinya untuk Salma. "Wa'alaikumsalam," balas Salma dan Airin bersamaan. "Salma," ucapnya dengan memberikan senyum tipis. "Ini sahabat aku, Airin." Salma menyenggol lengan Airin pelan dengan sikunya. Airin yang disenggol lengannya, ia hanya bisa mengalihkan wajahnya ke samping karena mendapat tatapan menyebalkan dari, Evan. "Kita sudah kenal Airin. Airin adalah temen sekelas saya dan Evan." Jelas Zidan kepada Salma. Suara Zidan begitu tenang dan sopan didengar. Suar yang dikeluarkan juga hangat dan tersirat ketegasan. "Jadi kalian sekelas?" Zidan, Evan, dan Airin sama-sama menatap Salma dan Syauqi yang menanyakan hal yang sama, di waktu yang sama. Zidan terkekeh kecil dengan menyenggol hidungnya dengan telunjuknya. "Iya, kita sekelas." "Jodoh emang," kata Syauqi asal dan langsung mendapat pelototan dari Zidan dan Evan. Mereka berdua tau ucapan Syauqi ditujukan untuk Salma. "Hehe.. Bercanda gue," ucap Syauqi mencoba mencairkan suasana yang mendadak canggung. Tak lupa cengiran di wajahnya. Salma yang tadinya menatap lantai, kembali mendongakkan kepalanya untuk menatap ketiga laki-laki di hadapannya. "Ya udah, ayo silahkan kalian masuk." Karena Evan yang berada paling kanan dan yang paling dekat dengan pintu, makanya ia berniat masuk terlebih dahulu. Tapi tatapan mata Airin membuatnya menghentikan langkah. "Kenapa lo ngeliatinnya begitu? Gue ganteng?" Airin membulatkan matanya dan langsung mundur selangkah. "Dih!" "Bumi itu sempit ya ternyata. Kenapa dari sekian banyak tempat, gue harus selalu ketemu sama lo?" Evan mulai menginterupsi pembicaraan. Karena tatapan Airin yang tampak sensi padanya, maka lebih baik ia lanjutkan saja sekalian. Biar seru. "What? Apa lo bilang?" pekik Airin dengan suara yang melengking. Tapi sepertinya tidak sampai masuk ke ruang tamu. Salma yang ada di sampingnya bahkan sampai tersentak, biasanya sahabatnya itu hanya mengeluarkan suara seperti itu jika ada orang yang mengganggunya. Berarti Evan, sudah mulai masuk dalam kategori orang yang menganggu ketenangan Airin. Salma tersenyum geli lalu menarik lengan Airin dan berbisik. "Dia yang sering kamu ceritain ke aku sebagai cowok aneh?" Airin tidak menjawab dengan kata-kata, melainkan dengusan sebal.  Evan menutup lubang telinga kanannya dengan jari telunjuk. Gaya yang dikeluarkan laki-laki berambut cokelat itu malah membuat Airin semakin menatapnya sensi. Benar-benar menyebalkan untuk Airin. "Gue gak nyindir. Hanya.. emang begitu kenyataannya." "Lagian, siapa juga yang ngundang lo ke sini?!" Zidan menghela napas panjang dan memijit pelipisnya. Syauqi dan Salma sama-sama hanya bisa menatap Evan dan Airin yang malah secara tiba-tiba ribut berdua. "Okeh, stop it! Berantemnya bisa dilanjut nanti, karena sekarang kita harus ngaji." Zidan mulai menginterupsi perdebatan Evan dan Airin.  "Gue gak ngajak berantem dia, Dan. Tapi dianya aja yang sensitif dan marah-marah mulu, tuh." "Cape ya, ngomong sama cowok aneh kaya lo. Gak ada habisnya, ngeselin!" tukas Airin dan langsung memutar tubuhnya masuk ke dalam rumah Salma. "Loh, Rin?" Salma menatap kepergian Airin dengan bingung, lalu kembali menatap 3 orang laki-laki di hadapannya. "Bahahahaha.." Tawa Evan langsung pecah ketika Airin telah pergi. "Ya Allah, kocak banget sih tu cewek kalau marah-marah.."  Plak! Syauqi memukul bahu Evan dengan cukup kencang sehingga laki-laki itu mendesis sakit dan menghentikan tawanya. "Jangan ngeledekin anak orang mulu, lo." Salma ikut meringis. Bercandanya laki-laki memang seram.  Syauqi duduk manis di antara Zidan dan Evan yang sedang fokus membaca ayat al-Qur'an. Seperti ada alunan musik yang membuat jantungnya merasa berdebar. Apalagi suara ngaji Zidan yang begitu terdengar merdu dan indah masuk menyusuri dengan halus ke dalam gendang telinganya. Syauqi selalu menyukainya. Itu bisa membuat perasaannya menjadi lebih baik dan tenang. Menyadari dirinya diperhatikan, Zidan menoleh ke samping. Ia mendapatkan Syauqi yang tersenyum lebar ke arahnya. "Mau ikut baca?" tawar Zidan dengan sedikit berbisik. Syauqi mendengus geli, lalu menyenggol pinggang Zidan dengan sikunya. "Jangan bercanda," kata Syauqi dan mendapat senyum kecil dari Zidan.  Syauqi kembali membiarkan Zidan fokus dengan bacaan Al-Qur'annya, sedangkan ia memanjakan matanya dengan menatap ke tiap sudut rumah Salma. Ruang tamu Salma masih belum banyak isinya, di ruang tamu juga hanya ada sofa hitam lengkap dengan mejanya yang dipojokkan ke sudut ruangan, serta 1 kaligrafi lafadz ayat kursi, dan1 gambar Ka'bah yang di pajang di dinding.  "Van," Syauqi mencolek lengan Evan dan berbisik di telinganya. Evan masih mengabaikannya. "Van, gue mau pipis." Evan yang sedang fokus membaca Al-Qur'an pun langsung menghentikan bacaannya dan menatap sebal sahabat yang duduk di sampingnya. "Ya ke kamar mandi sana! Masa gue yang harus mangap?" Anjrit! "Jijik banget sih lo, ah!" kesal Syauqi dengan respon dari Evan. Zidan langsung menyenggol pinggang Syauqi karena suaranya yang berisik.  "Makanya ke belakang sana, ke kamar mandi." "Ya gue harus ke mana? Kan gue gak tau kamar mandinya di mana." "Ya tanya sama yang punya rumah lah, Qi. Masa lo tanya sama gue." Syauqi mendesis lalu kembali duduk dengan tenang. Saat ia menghadap ke depan, ternyata papanya sedang menatap tajam ke arahnya. Mungkin papanya tadi melihat ia malah sibuk ngobrol dengan Evan dan Zidan. Syauqi memberikan senyum manisnya untuk sang papa, lalu memberikan kode padanya bahwa ia ingin ke belakang. Aziz ke mana? Entahlah, ia juga tidak tahu di mana bocah itu. Syauqi berdiri, lalu melangkah ke belakang dengan menundukkan tubuh atasnya. Syauqi berhasil tiba di barisan perempuan, dan kebetulan matanya menangkap Salma yang duduk di sana, tapi gadis itu fokus membaca Al-Qur'annya sehingga ia tidak bisa memanggilnya. Syauqi menggeser matanya dan melihat Bi Irah yang duduk di barisan paling belakang. "Bi Irah," panggil Syauqi dengan berbisik tapi suaranya jelas terdengar. Ia memberikan kode pada Bi Irah untuk menghampirinya. Bi Irah menoleh dan membulatkan matanya karena kaget. Ia berdiri dan langsung menghampiri Syauqi. Ia menarik lengan laki-laki itu menuju dapur. Saat sudah sampai di dapur, Bi Irah melepaskan tangan Syauqi. Tangannya berkacak pinggang, siap menyemprotkan omelannya untuk Syauqi. "Kamu tuh ngapain di sini?! Laki-laki selain keluarga besar Non Salma tidak boleh melewati batas ruang tamu." "Emang kenapa?" tanya Syauqi. "Karena bukan mahramnya, jadi di larang. Jadi kamu balik lagi ke depan, sana!" Syauqi mengerutkan keningnya bingung. Ia ikut berkacak pinggang seperti Bi Irah. Matanya menatap menantang mata Bi Irah. Seperti ada yang salah dengan pembicaraannya dengan Bi Irah. "Kok jadi Bibi yang marahin saya? Yang bawa-bawa saya ke sini kan, Bibi. Jadi kalau saya di sini, salah Bibi dong." Bi Irah mendelik. "Kok kamu jadi salahin Bibi? Kan kamu tadi yang tiba-tiba muncul manggil Bibi." "Aku kan cuma manggil Bibi aja. Lagian tadi aku berdiri gak lewat dari batas ruang tamu, tuh." "Bibi, kenapa?" Suara anak kecil langsung mengalihkan Syauqi dan Bi Irah untuk menoleh ke samping bersamaan. Farhan muncul dan langsung menghampiri Bi Irah dengan memeluk kakinya. "Eh, Den Farhan. Baru bangun tidur ya?" tanya Bi Irah dengan mengusap kepala Farhan. Farhan pun bermanja ria di kaki Bi Irah. Baginya, Bi Irah sudah seperti seorang ibu. Syauqi menatap anak kecil itu dengan seksama. "Kamu adiknya Salma?" Farhan memilih diam tak menjawab. "Abi mana?" Anak itu lebih memilih untuk bertanya pada Bi Irah. "Abi ada di depan. Farhan mau ke depan?" "Jadi nama kamu Farhan?" Pertanyaan Syauqi barusan membuat Farhan gagal menjawab pertanyaan Bi Irah. "Ayo Den, kalau mau ketemu sama Abi. Biar Bibi anterin," ajak Bi Irah. Ia menggenggam tangan mungil milik Farhan. "Bibi, aku itu lagi nanya sama Farhan." Syauqi menunjuk Farhan dengan telunjuknya, tapi matanya menatap tajam Bi Irah. "Bibi mah, ganggu mulu. Waktu itu di depan sama Salma, sekarang di sini sama Farhan." "Kamu itu berisik banget ya. Iihhh mulutnya pengen Bibi plester rasanya!" gemas Bi Irah dengan tangan yang seakan sudah siap memplester mulut Syauqi. "Bibi, ada apa ini?" Ketiganya sontak menoleh, dan menemukan Salma yang berjalan menghampiri mereka. "Kok berisik sekali?" "Ini, Non. Mas ini masuk-masuk ke dalem," adu Bi Irah. Salma langsung melirik ke arah Syauqi yang berdiri di depan kulkas. "Hai.. " Syauqi melambaikan tangannya pada Salma sambil tersenyum lebar. Salma menggelengkan kepalanya. "Kamu mau ngapain di sini?" "Aku tadinya gak ke sini, Sal. Tapi ditarik sama Bibi, nih." "Loh, kok jadi nyalahin Bibi lagi?" protes Bi Irah.  "Kan emang salah Bibi." Salma menghela napas panjang. Salma langsung melirik Bi Irah yang sepertinya akan kembali berdebat dengan Syauqi."Jangan berdebat Bi, Qi. Kamu juga, balik ke depan sana,  jangan di sini." "Tapi aku kebelet, Salma. Mau ke kamar mandi."  "Ya ke kamar mandi, Syauqi. Ngapain kamu malah di sini?" "Aku kan gak tau kamar mandinya. Bibi juga gak ngasih tau di mana kamar mandinya." Syauqi kembali menunjuk Bi Irah dengan dagunya. "Kamu yang gak nanya sama Bibi, di mana letak kamar mandinya." "Bibi udah main tarik aku ke sini dan ngomel-ngomel, sih. Jadi aku gak sempet ngomong, kan." "Ya Allah, stop!" omel Salma dengan tegas. "Bibi silahkan kembali ke depan, dan kamu, kamar mandinya di sana." Bi Irah dan Syauqi langsung saling menatap penuh sungut. Seolah masih saling menyalahkan melalui tatapan mata. "Bi," panggil Salma dengan menatap jengah Bi Irah.  "I..iya Non, siap." Bi Irah langsung bergegas ke depan meninggalkan Salma, Farhan, dan juga Syauqi yang begitu menyebalkan menurutnya. Farhan pun sudah melepaskan pelukannya dari Bi Irah.  "Syauqi!" panggil Salma pada Syauqi yang masih berdiri di tempatnya. Syauqi pun membuang napasnya dan akhirnya ikut memutar tubuhnya menuju kamar mandi. "Kak,"  Salma menolehkan kepalanya dan langsung berjongkok di hadapan Farhan. "Kenapa dengan adik kakak yang paling ganteng?" Farhan menggeleng kecil lalu menjatuhkan kepalanya ke pundak Salma. Salma terkekeh kecil lalu mengusap punggung adiknya denga lembut. "Kamu masih ngantuk ya? Habis maghrib tadi kamu langsung bobo dan susah dibangunin." Farhan bersandar di pundak Salma dengan nyaman. "Mau ke taman belakang?" Farhan mengangguk di pundak Salma atas ajakan kakaknya. "Tapi 15 menit aja ya? Habis itu kita ke depan lagi karena acaranya belum selesai." Farhan kembali mengangguk di atas pundak Salma. *** Syauqi keluar dari kamar mandi setelah membuang hajatnya. Ia mengelap sisa air di lengannya yang tadi belum terusap oleh tisu kamar mandi. Syauqi kembali menuju dapur, tapi ternyata sudah tidak ada orang. Baru Syauqi mau kembali ke ruang tamu depan, suara cekikikan dari halaman belakang rumah Salma menghentikan niatnya. Gak mungkin hantu, kan? Lagian masa lagi di ngajiin malah ada hantu, sih? Syauqi sedikit bergidik. Rasa penasarannya lebih besar daripada rasa takutnya. Syauqi melangkah maju mendekati ambang pintu dapur yang terhubung ke halaman belakang. Ternyata di halaman belakang, duduk Salma dan Farhan yang sedang saling bercanda. Salma dan Farhan duduk di ayunan panjang bersama. Salma menggelitiki tubuh Farhan di bagian perutnya sehingga bocah itu terbahak. Farhan dan Salma terus tertawa karena canda yang mereka ciptakan.  Syauqi tersenyum kecil melihatnya. Rasanya ia tak asing dengan pemandangan di hadapannya itu. Ah, Syauqi jadi rindu. Rindu tak sampai yang hanya bisa ia curahkan pada Tuhannya. "Jadi kangen," ucap Syauqi dengan mata menerawang ke depan. Melihat kedekatan Salma dan Farhan. Syauqi berdecak pelan lalu menggaruk kepalanya karena sadar ia kembali merasa galau. "Don't be sad anymore, Qi!" perintah Syauqi pada dirinya sendiri. "Abang?" Syauqi menoleh dan menemukan Aziz yang berdiri di sampingnya. Syauqi mengerutkan keningnya bingung. "Ngapain kamu di sini?" Aziz balas mengerutkan kening. "Abang ngapain di sini? Ngintipin Kakak cantik itu ya?" tanya Aziz ikut membuang pandangan ke arah halaman belakang. Syauqi menarik pelan hidung Aziz, tapi mampu membuat adiknya itu meringis sakit. "Apasih kamu tuh, sok tau banget." "Kakak cantik itu juga gak akan mau sama Abang. Abang kan jelek," ejek Aziz dengan memeletkan lidahnya. "Yeee, kamu ini yaa!" Baru Syauqi mau menarik tangan Aziz tapi anak itu sudah lebih dulu kabur dari hadapannya. "Hadeuh.. Ngeselin juga ya, tu anak lama-lama." Syauqi tersenyum geli sambil menggelengkan kepalanya menatap kepergian adik kecilnya. "Tapi dia tetaplah anak yang hebat," lanjut Syauqi memuji adiknya. Ia ikut bahagia jika melihat Aziz yang tetap tumbuh sebagai anak yang ceria, walaupun anak itu tau keluarganya sudah tidaklah sempurna lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD