Alayya menggigit bibir dalamnya untuk mengurangi rasa takut dan gugup. Dalam hati Alayya merutuki kebodohannya yang menolak tawaran Atifa untuk menemaninya ke Toilet. "Oh jadi ini anak yang kata Bu Kartika jago Fisika?" tanya Sabrina dengan nada meremehkan dan terkesan menyepelekan.
Sabrina adalah kakak kelas Alayya. Sabrina satu agkatan dengan Abrar, hanya saja berbeda kelas. Jika Abrar kelas XI IPA2 dan Sabrina kelas unggulan XI IPA1. Siapa yang tidak mengenali Sabrina. Sabrina adalah primadona di sekolah. Setidaknya itulah yang Alayya dengar dari orang-orang.
Terkadang Alayya tak mengerti. Bagaimana bisa gadis yang ada di hadapannya sekarang di juluki sebagai primadona. Cantik, kaya, modis, dan populer, itulah Sabrina. Alayya pun juga mengakui hal itu. Tapi tidak dengan sifat Sabrina yang sombong, angkuh, bertindak seenaknya dan suka menindas orang-orang lemah. Di tindas lalu di manfaatkan. Kejam sekali. Alayya pernah mendengar rumor bahwa Sabrina bisa berada di kelas XI IPA1 karena bantuan orang tuanya, bukan karena kepintarannya. Ya, seperti the power of money.
Alayya masih menundukkan kepalanya. Jemarinya sibuk memilin ujung seragam daritadi. Bahkan ujung seragamnya sampai terlihat kusut. "Kalau di tanya ya di jawab! Lo punya mulut kan?!" bentak Sabrina.
Alayya hanya mengangguk, tak berani menatap wajah Sabrina. "I-iya Kak" jawab Alayya terbata.
Sabrina dan kedua anggota geng nya sibuk berbisik. Alayya yang melihat itu pun mulai mencari celah untuk keluar dari Toilet. Alayya berjalan perlahan menuju pintu toilet.
"Mau kemana lo? " tanya Sabrina.
Alayya tersentak, gugup. "A-anu... Itu... Saya mau balik ke kelas kak"
"Siapa yang suruh lo balik ha?! " kata Lora.
Alayya menunduk kembali. "Lo boleh keluar, tapi ada syaratnya"
"Sya-syarat apa kak? " tanya Alayya. Kepala nya masih tertunduk dalam.
"Lo kan pintar Fisika KATANYA. Jadi gue mau lo kerjain tugas Fisika gue"
Alayya menggeleng spontan. "Sa-saya gak mau kak. Kalau ketauan saya bisa-"
"Lo mau gue jadiin bulan-bulanan tiap hari? Lo mau ngelawan ? Mau lo gantiin posisinya si kacung Laras ha? Mau?!"
Alayya mengangkat kepalanya spontan. Melihat kearah tiga orang kakak kelas yang ada di hadapannya, lalu menunduk lagi. Alayya tahu benar apa yang dilakukan mereka pada siswi kelas XI IPA1 bernama Laras.
Mereka sering menindas Laras bahkan tak segan-segan memperlakukan Laras seperti babu. Seperti membawakan tas, buku bahkan membelikan makanan ke kantin. Barang siapa yang berani melapor ke guru BK, maka ia akan di permalukan di depan umum oleh Sabrina. Berasal dari keluarga berada membuat Sabrina sangat semena-mena pada orang lain.
Jika sudah ketahuan oleh guru BK, maka Sabrina akan membalikkan fakta. Mengancam si korban untuk tutup mulut setiap kali di interogasi. Benar-benar licik. Alayya bahkan tidak habis pikir,bagaimana bisa guru BK percaya begitu saja pada ucapan yang di katakan Sabrina.
"Lo gak bisu kan? Gak tuli kan?" tanya salah satu dari mereka. Alayya tidak tau siapa yang bertanya karena Alayya hanya menunduk daritadi.
"I-iya Kak. Saya kerjakan tugasnya" putus Alayya.
Sabrina dan kedua temannya tersenyum senang sambil ber tos ria.
"Bagus. Kalau gitu pulang sekolah nanti lo datang ke kelas gue dan ambil buku Fisika gue di laci meja. Dan jangan lupa buku sahabat-sahabat gue. Lo liat aja nanti di meja ada nama gue dan samping kanan kiri gue itu meja sahabat gue. Lo kerjain! Paham!" jelas Sabrina panjang lebar.
Alayya mengangguk pasrah. "Ka-kapan di ku-kumpul kak? "
"Besok! dan gue mau besok pagi itu buku udah ada di laci meja gue. Paham lo! Dan satu lagi, jangan sampai ada orang lain yang tau. Kalau sampai ada yang tau, siap-siap aja lo" ancam Sabrina.Lagi-lagi Alayya hanya bisa mengangguk. Sabrina dan kedua temannya pergi dari toilet dengan cekikikan.
Bahu Alayya merosot seketika. "Kenapa harus aku" desah Alayya dengan nada lirihnya.
❄❄❄
Alayya melirik jam berbentuk Dorameon yang ada di atas meja belajar nya. "Astaga udah jam sembilan aja! Ya ampun, mana tugas belum siap lagi nih" ucap Alayya panik.
Alayya sedang mengerjakan tugas Fisika milik Sabrina and the geng. Belum lagi ia harus merangkum tugas yang diberikan oleh Bu Yusnita, guru PKN nya.
"Nah selesai juga!" Seru Alayya sambil membereskan buku-buku Sabrina.
"Sekarang waktunya merangkum! " seru nya bersemangat kali ini. Tak lupa dengan senyum lebarnya. Malam iini Alayya sangat senang. Dan hal yang membuatnya senang adalah kejadian tak terduga yang ia alami di sekolah tadi siang.
Flashback
Alayya sedang mengambil buku fisika Sabrina dan kedua temannya di kelas mereka. Keadaan kelas sangat sepi, jangan kan kelas, sekolah pun sudah sangat sepi. Setelah mendapatkan bukunya Alayya pun cepat-cepat keluar dari kelas itu, takut jika sampai ada orang yang melihatnya.
Alayya tampak kesusahan membawa buku-buku yang ada di tangan nya. Belum lagi tiga buku paket tebal miliknya. Alayya terus berjalan dengan tangan yang sibuk menata buku-buku itu agar tidak terjatuh ,tetapi...
Bruuk
Alayya menabrak seseorang. Entah Alayya yang menabrak atau sebaliknya. Alayya tidak tahu, kejadiannya sangat cepat dan tiba-tiba. Tapi Alayya yakin ia menabrak seseorang, karena Alayya sempat mendengar suara decakan tadi.
"Astaga!" seru Alayya terkejut. Buku yang di peluknya daritadi berserakan di lantai. Alayya langsung berjongkok dan mengumpulkan buku-buku yang berjatuhan.
"Buku sejarah, biologi, kimia... Loh buku mereka mana?" tanya Alayya entah pada siapa.
Dengan bodohnyam, Alayya mengedarkan pandangannya sampai ke sudut lantai, berfikir bahwa buku itu mungkin saja jatuh sedikit jauh dari tempatnya berdiri. Alayya bahkan lupa dengan orang yang di tabraknya.
"cari apa?" tanya orang itu.
Alayya tidak menjawab. Ia masih sibuk mencari buku yang diambilnya dari kelas Sabrina. Ia sangat cemas, cemas bagaimana jika buku itu hilang.
" buku ?" tanya seseorang dari belakang punggungnya.
"Iya. Kamu ada liat buku jatuh di dekat sini nggak? Haduh kalau bukunya sampe hilang gawat"
Alayya pun membalikkan badannya untuk melihat wajah orang yang berbicara padanya.
Betapa terkejutnya Alayya saat pria itu berdiri di hadapannya. Pria yang diam-diam di perhatikannya, pria yang diam-diam di kaguminya dan pria yang diam-diam disukainya. Pria tampan tapi dingin. Pria itu adalah Abrar, sang Ice Prince.
Dengan tidak sopan jantung Alayya berdetak dengan kencangnya. Mungkin saat ini suara detakan jantungnya terdengar sampai ke telinga Abrar. Bagaimana tidak, pria yang biasa hanya dilihatnya dari jauh dan di perhatikannya diam-diam, kini berdiri di hadapannya. Tepat satu meter di hadapannya.
"Ini" ucap Abrar dengan suara khasnya. Dan jangan lupakan tatapan dingin dan wajah tanpa ekspresi itu.
Alayya mengangguk kaku. Entah kenapa saat ini sepatu sekolahnya yang berdebu itu terlihat lebih menarik daripada pria tampan dihadapannya.
"Kenapa bisa" kata Abrar singkat.
"Kenapa...bisa apa Kak "
"Sama lo"
"A-apanya kak? " tanya Alayya takut-takut.
"Buku"
"Buku? " Alayya membeo.
"Sabrina"
"Sabrina "
Abrar berdecak kesal. Kesal karena gadis yang dihadapannya saat ini sangat lambat mengerti ucapannya.
"Kenapa buku Sabrina sama lo?"
Alayya gelagapaan mendengar pertanyaan itu. Tatapan matanya tidak fokus. Alayya melirik ke kanan dan ke kiri berulang kali. Sedang memikirkan jaawaban apa yang harus ia berikan pada Abrar. "nggak pa-pa kak"
"Di tindas"
Alayya menggeleng cepat. Alayya kembali menatap sepatunya yang berdebu. Abrar memberikan buku itu pada Alayya. Dengan tangan gemetar Alayya menerima buku itu dari tangan Abrar.
"Lapor" kata Abrar.
"Iya?" tanya Alayya spontan menatap Abrar.
"Lapor"
"Kemana Kak?" tanya Alayya dengan suara kecil.
"BK"
"Ma-maksud nya?" tanya Alayya masih dengan kepala tertunduk. Dalam hati Alaayya merutuki kebodohan nya yang datang di saat yang tidak tepat.
"Tindas" sambung Abrar.
Kenapa aku jadi telmi gini sih? Kan malu. Kak Abrar kenapa juga ngomong cuma satu kata doang, kan bingung jadinya rutuknya dalam hati.
Abrar berdecak kembali. Alayya semakin menundukkkan kepalanya. Merasa malu dengan otaknya yang mendadak lemot sampai-sampai Abrar berdecak dua kali.
"Lapor ke BK kalau lo di tindas"
Setelah mengatakan itu Abrar pergi begitu saja meninggalkan Alayya yang masih terpaku dan membisu.
Flashback end
Alayya senyum-senyum sendiri. Entah sejak kapan ia sudah berbaring di atas tempat tidur. Bahkan rangkumannya masih belum selesai. Masih ada setengah halaman lagi.
"Kak Abrar kok bikin geregetan sih" Alayya menahan pekikan nya. "Jadi makin suka kan jadinya. Iiiiiiii senang nyaaaa. Astaga Kak Abraaaaaar" jeritnya tertahan.
Efek berbicara dengan Abrar benar-benar luar biasa bagi Alayya. Bahkan interaksi sesingkat itu bisa membuat murid teladan seperti Alayya melupakan tugasnya.