Aku tidak seberani mereka yang menyukaimu secara terang-terangan. Aku lebih memilih diam dan hanya melihat mu dari jauh. Bukan apa-apa, hanya saja aku cukup menyadari posisi ku dimana
_Alayya Gavaputri_
❄❄❄
Hari ini Atifa tidak hadir ke sekolah. Semalam Atifa datang ke rumah Alayya mengantarkan surat Izin. Atifa meminta bantuan Alayya untuk memberikannya kepada wali kelas. Atifa mengatakan bahwa hari ini sepupunya yang tinggal diluar kota melangsungkan resepsi pernikahan. Atifa di paksa ikut oleh kedua orang tuanya, itulah mengapa Atifa tidak bisa hadir ke sekolah.
Sekarang adalah waktunya jam istirahat. Kelas tampak sepi, hanya beberapa orang saja yang ada di dalam kelas, termasuk Alayya. Karena hari ini Atifa tidak hadir, Alayya tidak berani pergi ke kantin seorang diri. Ralat, lebih tepat nya tidak percaya diri.
“Alayya, nggak ke kantin?” tanya Sofi, salah satu teman sekelas Alayya.
Alayya tersenyum dan menggeleng kecil. “aku bawa bekal. Kamu mau ke kantin?” tanya Alayya.
“iya, ini sama Rere” jawab Sofi.
“aku boleh titip air mineral nggak?”
“boleh, tapi pake ongkir loh ya” gurau Rere sambil tertawa. Alayya dan Sofi juga tertawa mendengarnya.
“haha, nggak deh bercanda”
Alayya mengeluarkan uang lima ribuan dari sakunya dan memberikan uang itu pada Rere.
“Tolong ya Re, Sof” pinta Alayya tulus.
“Astaga, iya Alayya. Kaya sama siapa aja” kata Sofi.
Setelah Sofi dan Rere pergi, Alayya hanya berdiam diri di dalam kelas. Alayya mengeluarkan kotak bekal dari dalam tas nya. Untung saja Bunda nya membawakan bekal, jadi Alayya tidak akan kelaparan walau tidak ke kantin.
❄❄❄
Saat Bu Erni, guru Bahasa Indonesia sedang menjelaskan materi, tiba-tiba seorang siswi mengetuk pintu. Sontak semua mata tertuju ke siswi itu.
"Permisi Bu"
"Iya ada apa ?." Tanya Bu Erni.
"Siswi yang bernama Alayya di panggil oleh Bu Kartika" Jawab siswi itu sopan.
Bu Erni mengangguk lalu menatap Alayya. "Alayya, pergilah temui Bu Kartika"
Alayya mengangguk. Alayya pun bangkit dari kursinya dan berjalan keluar. Sekarang semua mata yang ada di dalam kelas tertuju ke arahnya. Dan Alayya tidak suka itu. Alayya selalu gugup jika di tatap seperti itu oleh banyak orang.
"Saya permisi, Bu." pamit Alayya sopan. Bu Erni hanya mengangguk dan tersenyum kecil.
❄❄❄
Alayya menghentikan langkah nya. "Lo ngapain di sana? Ayo masuk" kata Siswi yang memanggilnya tadi. Diana, itulah nama yang tertera di name tag nya. Alayya baru mengetahui bahwa Diana adalah kakak kelas nya saat ia melihat simbol di lengan baju sebelah kanan Diana. Simbol yang menandakan bahwa Diana adalah siswi kelas dua belas.
"Kak, kenapa saya di panggil ke sini kak?." tanya Alayya sedikit gugup.
Sekarang Alayya sedang berdiri di dekat pintu kelas yang di atasnya tertulis
XI IPA2. Alayya meremas-remas jarinya gugup. Telapak tangannya bahkan sudah basah. Yang membuat Alayya gugup adalah bahwa kelas yang di datanginya ini adalah kelas Abrar.
"Kakak bilang saya di panggil Bu Kartika" kata Alayya pelan.
Diana menagngguk membenarkan "Bu Kartika di dalam. Udah ayo masuk"
Alayya menggeleng. Diana yang mulai kesal pun akhirnya meninggalkan Alayya di luar dan menutup pintu kelas. Dari luar, Alayya dapat mendengar suara Bu Kartika yang menanyakan keberadaan dirinya. Tak berapa lama kemudian, terdengar suara Bu Kartika memanggil namanya dari ambang pintu
"Alayya, sini masuk Nak. Tidak apa-apa. Ibu hanya memerlukan bantuan mu sedikit. Ayo masuk" Bu Kartika menarik pergelangan tangan Alayya pelan.
Dengan kepala tertunduk Alayya berjalan mengikuti Bu Kartika dari belakang. Alayya bisa merasakan bahwa berpasang-pasang mata sedang menatap ke arahnya saat ini.
"Alayya" panggil Bu Kartika.
"Sa-saya Bu"
Bu Kartika tertawa kecil mendengar suara Alayya yang terbata. "Angkat kepala mu. Tenang saja, Ibu memanggil mu kesini bukan untuk memarahi mu"
Alayya mengangkat kepalanya perlahan. Pandangannya langsung terkunci pada seorang pria yang duduk di meja dekat jendela, barisan meja kedua dari belakang. Pria itu adalah Abrar. Abrar pun juga sedang menatap Alayya. Abrar menatap Alayya dengan tatapan dingin dan wajah tanpa ekspresi andalannya.
Gugup, cepat-cepat Alayya menolehkan kepalanya ke arah Bu Kartika yang berdiri di samping kanannya.
"Kamu tau kenapa Ibu memanggil mu ke sini?" Tanya Bu Kartika. Alaya menggeleng pelan, karena ia benar-benar tidak tahu.
"Coba lihat papan tulis yang ada di belakang mu"
Alayya membalikkan badannya. Alayya melihat papan tulis dan Bu Kartika bergantian. Masih belum mengerti kenapa Bu Kartika memanggilnya. "Ibu ingin minta sedikit bantuan dari kamu"
"Bantuan apa Bu?." tanya Alayya dengan suara pelan. Pikiran Alayya sudah kemana-mana. Takut jika Bu Kartika meminta sesuatu yang tak bisa Alayya berikan nantinya.
Bu Kartika memberikan spidol kepada Alayya. Alayya menerima spidol itu dengan bingung. "Ibu ingin meminta bantuan mu. Tolong kerjakan soal Fisika yang ada di papan tulis"
Sejenak Alayya terdiam. Lalu Alayya hanya mengangguk patuh. Alayya menatap soal yang ada di papan tulis itu sebentar kemudian ia mulai mengerjakan tiga soal Fisika yang ada di papan tulis itu. Keadaan kelas sangat sepi. Tak ada yang bersuara. Yang terdengar hanyalah decitan spidol yang menari di atas whiteboard .
Alayya menulis jawaban soal-soal itu dengan lancar.
Hanya lima menit lewat sedikit, Alayya sudah selesai mengerjakan tiga soal itu. Alayya memberikan spidol itu kepada Bu Kartika.
“untuk soal nomor dua, saya sedikit ragu sama jawaban saya Bu” ucap Alayya.
Bu Kartika tersenyum pada Alayya. “kenapa ragu? Jawaban kamu sudah benar” jawab Bu Kartika.
"Sekarang menghadap ke depan Alayya". Alayya yang sudah sangat gugup pun hanya mengikuti apa perintah Bu Kartika, berharap bahwa Bu Kartika segera menyuruhnya keluar.
"Apa kalian tidak malu pada Alayya. Alayya yang masih kelas sepuluh saja bisa mengerjakan soal Fisika untuk kelas sebelas. Sedangkan kalian? Apa yang selama ini kalian lakukan di sekolah? Soal semudah ini tidak bisa kalian selesaikan. Abrar satu-satunya orang yang jawabannya benar" ujar Bu Kartika dengan suara tinggi. Alayya menatap Abrar yang entah sedang menulis apa di bukunya.
Ganteng, batin Alayya.
Alayya cepat-cepat menunduk saat Abrar melihat kedepan.
“paham kalian!!” seru Bu Kartika dengan nada yang keras. Alayya sampai terkejut mendengarnya.
Sejauh yang Alayya tahu. Bu Kartika adalah guru yang paling jarang marah. Jika Bu Kartika sudah marah, itu berarti para murid yang sudah kelewat batas.
"Dari tiga puluh orang yang ada di dalam ini hanya satu orang yang bisa mengerjakan ketiga soal ini. Padahal soal ini sering ibu buat ke dalam latihan, tapi kalian…" Bu Kartika kehilangan kata-katanya.
"Alayya angkat kepala mu. Lihatlah kakak-kakak kelas mu ini" kata Bu Kartika. Kali ini suaranya sedikit lebih lembut.
Alayya masih saja tertunduk. Alayya sama sekali tidak mempunyai keberanian untuk mengangkat kepalanya. Alayya terlalu gugup saat ini.
"Bu, Apa saya sudah boleh keluar?." tanya Alayya lamat-lamat.
Bu Kartika yang paham dengan sifat Alayya yang sangat pemalu dan tidak banyak bicara pun hanya mengangguk. Bu Kartika bisa membaca gerak tubuh Alayya. Bu Kartika tahu bahwa Alayya tidak nyaman saat ini.
"Kamu sudah boleh keluar, Alayya. Terima kasih dan maaf karena Ibu sudah menganggu waktu belajar mu" kata Bu Kartika.
Alayya mengangguk. "Sama-sama Bu. Kalau begitu Saya permisi dulu, Bu"
Alayya pun berjalan menuju pintu. Entah hanya perasaannya saja atau tidak, Alayya melihat dari ekor matanya bahwa Abrar sedang menatapnya sedaritadi. Tapi dengan cepat Alayya menepis fikiran itu. Mana mungkin pangeran seperti Abrar mau melihat itik buruk rupa seperti dirinya, pikirnya.
Setelah sampai diluar kelas, Alayya menyandarkan punggungnya di tembok. "Mana mungkin Kak Abrar lihatin aku" gumam Alayya.
Alayya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bangun dari mimpi mu Alayya" gumamnya lagi.
❄❄❄
Alayya melihat ke sekelilingnya. "udah sepi"
Alaya pun beranjak dari duduknya dan pergi ke mading yang ada di dekat perpustakaan. Setelah sampai, Alayya membuka penutup mading yang terbuat dari kaca dan menempelkan selembar sticky note berwarna biru disana. Di antara kertas yang tertempel di sana, hanya kertas milik Alayya lah yang paling kecil. Alayya selalu menggunakan sticky note dengan warna berbeda setiap minggunya.
Alayya mundur beberapa langkah. Dilihat nya sticky note yang ditempelkannya minggu lalu sudah tidak ada di sana. Pasti udah di ambil sama pengurus mading pikirnya.
Setiap seminggu sekali pengurus mading akan membersihkan mading agar isi madingnya dapat bertukar-tukar setiap minggunya. Di antara tiga mading yang ada di sekolah Alayya, hanya mading ini lah yang selalu ramai akan kertas-kertas yang di tempelkan para murid. Baik itu sebuah kata-kata motivasi, puisi, pantun, karikatur ataupun yang lainnya.