Gara-Gara Bola Kasti

1200 Words
Loker gue bukan tempat keramat yang tiap hari harus di kasih bunga!! _Rianazka Abrarham_ ❄❄❄ Abrar baru saja selesai mengganti seragamnya menjadi pakaian olahraga. Setelah itu Abrar pergi ke loker nya karena ingin mengambil sepatu olahraga yang memang selalu ia tinggal di sana. Sedetik kemudian Abrar menghela nafas kasar. Bagaimana tidak, loker nya dipenuhi dengan berbagai macam merk dan rasa cokelat. Tak lupa dengan pita dan surat yang menempel di bungkus cokelat tersebut. Tak hanya cokelat, lokernya juga di penuhi bunga. Rangga dan Gilang tertawa melihat ekspresi wajah Abrar. "Enak banget ya jadi orang ganteng. Setiap hari lokernya penuh kejutan” ujar Gilang yang hanya dibalas dengusan kesal oleh Abrar. “kejutan gigi lo” kata Abrar. Rangga tertawa pelan. "Buruan ambil sepatu olahraga lo. Pak Budi udah nunggu di lapangan noh" "Ck! Sepatu gue ketutupan sama ini semua" decak Abrar menunjuk batangan cokelat dan bunga yang memenuhi lokernya. "Lagian ngapain coba gue di kasih-kasih bunga" sambung Abrar menatap kedua sahabatnya. Gilang dan Rangga mengedikkan bahu lalu mengeluarkan semua cokelat dan bunga dari loker Abrar sehinga cokelat dan bunganya berjatuhan ke lantai. "Mungkin mereka ngira lo gundukan tanah makam makanya di kasih bunga" gurau Rangga. Abrar menatap Rangga tajam, sementara Rangga hanya cengengesan. Abrar pun mengambil sepatu olahraganya dan menutup lokernya dengan kesal. Abrar sama sekali tidak perduli dengan cokelat dan bunga yang ada di loker nya yang masih berserakan di lantai. Abrar pun memakai sepatu olahraga nya. Sementara Gilang dan Rangga mengumpulkan cokelat dan bunga yang berserakan. "Gue minta coklatnya satu ya, Brar" kata Gilang. “ambil sesuka lo” jawab Abrar tak perduli. "Buat apa lo?" tanya Rangga pada Gilang. "Buat nembak cewek" jawab Gilang. Pletak! "k*****t! Kenapa lo jitak pale gue" "Abisnya lo gak modal jadi cowok. Nembak cewek masa pake coklat pemberian fans si Abrar. Modal dikit lah, Lang. Jangan mencoreng nama kaum adam." cibir Rangga. "Yeee mana gue perduli. Lagian gak ada yang tau juga kan kalau ini cokelat dari fans Abrar? Lagian mana mungkin tuh cewek nanyain darimana gue dapat nih coklat. Siniin ah coklatnya, dari pada mubazir, ya gak Brar?" Gilang merampas cokelat yang ada di tangan Rangga. Abrar berdiri setelah selesai mengikat tali sepatunya. "Sesenang hati lo aja. Bawa pulang semua juga gak masalah. Sekalian itu bunganya" Setelah mengatakan itu Abrar pergi menuju lapangan meninggalkan kedua sahabatnya yang menurutnya sangat ajaib. Abrar sendiri tidak tahu mengapa ia bisa tahan bersahabat dengan spesies seperti Gilang dan Rangga. "Nih, makan tuh coklat. Bye!" Rangga berlari kecil menyusul Abrar. Meninggalkan Gilang yang sedang sibuk mengumpulkan coklat dan bunga. "Lah gue ditinggalin, tunggu woy!!" seru Gilang kemudian berlari menyusul Abrar dan Rangga. Meninggalkan coklat dan bunga itu di biarkannya kembali berserakan di lantai. ❄❄❄ Suasana kelas Alayya tampak ramai dan ricuh seperti pasar. "Al, ke kantin yuk! Bosen nih." ajak Atifa. Kelas mereka saat ini sedang free karena guru yang seharusnya mengajar sedang tidak hadir. Hanya menitipkan beberapa tugas yang sama sekali tidak di kerjakan oleh mereka. Alayya menggeleng sebagai jawaban. "Lagi males ke kantin, padet banget pasti" jawab Alayya sambil melirik sekilas ke luar jendela. Lapangan sangat ramai. Banyak sekali kelas yang sedang melangsungkan pelajaran olahraga. Aalyya sangat yakin, saat ini kantin pasti sangat ramai. "Lagi males atau memang gak mau karena ada Mas Agung" goda Atifa. Alayya mendelik menatap Atifa, sementara Atifa hanya tersenyum lebar menunjukkan gigi-giginya yang tertata rapi. "Dua-dua" jawab Alayya. Apa yang dikatakan Atifa memang benar. Selain karena sedang malas dan kantin pasti ramai, Mas Agung masuk kedalam list alasan Alayya malas untuk pergi ke kantin. Mas Agung adalah anak dari Bude Sri, salah satu pedagang yang berjualan di kantin sekolahnya. Anak Bude Sri yang sering di sapa Mas Agung sangat genit dengan Alayya. Dan itu membuat Alayya sedikit tidak nyaman. Terkadang Alayya malas pergi ke kantin hanya karena malas bertemu dengan Mas Agung. Alayya sangat risih saat Mas Agung mulai mendekatinya dan menggodanya dengan kata-kata yang membuat perut mual. Tidak hanya Alayya saja, Mas Agung juga suka menggoda beberapa siswi lain. "Jadi kita kemana dong? Bosen nih di kelas" kata Atifa. "Terserah deh, asalkan jangan ke kantin" "Uuumm...kalau ke taman samping aja gimana? Kan enak tuh, sejuk juga" Alayya berfikir sebentar. "Oke deh. Ayo kita kesana" Mereka pun pergi menuju taman samping. ❄❄❄ Alayya sedang sibuk membaca buku novel yang sengaja ia pinjam dari perpustakaan sekolah. Begitu juga dengan Atifa. Sebelum pergi tadi, mereka sengaja singgah ke perpustakaan dan meminjam buku dari sana. Atifa duduk di rumput dan bersandar di salah satu sisi sebuah pohon. Sementara Alayya duduk di sisi yang lain. Menghadap tepat ke arah lapangan. Angin bertiup dengan kencang, baik rambut Alayya maupun rambut Atifa kini berantakan karena ditiup angin. Tapi mereka sama sekali tidak terganggu dengan itu. Mereka masih asik dengan apa yang mereka baca. Sejujurnya di sana sedikit berisik karena di lapangan adan beberapa kelas yang sedang  berolahraga. Tetapi hal itu sama ssekali tidak membuat fokus Alayya dan Atifa buyar. Beginilah mereka, terkadang mereka lupa dengan dunia nyata jika sedang fokus membaca Novel. Dan mungkin itu karena Novel juga yang membuat mereka sangat serasi dalam bersahabat. Sangat menyenangkan jika kau mempunyai hoby yang sama dengan sahabat mu. Debug "Awwsh" ringis Alayya memegangi hidung nya. "Kenapa Al? " tanya Atifa yang kini sudah berjongkok di hadapan nya. Atifa melihat bola kasti di dekat kaki Alayya. Tak berapa lama empat orang pria mendekat ke arah mereka. Atifa langsung berdiri menghadap empat pria itu,menutupi tubuh Alayya yang masih terduduk. Atifa mengenal tiga di antaranya. Yaitu Abrar, Gilang dan Rangga. Tiga s*****n yang tak terpisahkan. "Mana bolanya?" tanya Gilang santai. Atifa menaikkan sebelah alisnya. "Ooh jadi itu bola kasti punya kalian?!" tanya Atifa dengan suara melengkingnya tepat di depan wajah Gilang. Gilang bahkan sampai menutup telinganya. "Iya. Mana? Cepat sini balikin" ucap siswa yang Atifa tidak tahu namanya. Atifa berbalik ingin mengambil bola. Tapi ia terkejut saat melihat tangan Alayya yang sudah berlumuran darah. Darah itu keluar dari hidung Alayya. "Alayya! " pekik Atifa. Atifa berjongkok mendekati Alayya yang sibuk menghentikan darah yang keluar dari hidung nya dengan menampung darah tersebut di tangannya, sesekali Alayya mendongakkan kepalanya. "Astaga banyak banget darahnya" Atifa panik saat melihat genangan darah kental yang di tampung Alayya di tangannya. Bahkan seragam dan buku yang Alayya pegang juga terkena darah. Atifa meraba-raba saku seragamnya berharap ia membawa tissue. Tapi nihil, pasti ketinggalan di laci meja duga Atifa dalam hati. "Kamu gak bawa tissue ?" tanya Atifa. Alayya menggeleng. Alayya masih sibuk mendongakkan kepalanya untuk mengentikan darah dari hidungnya yang tak kunjung berhenti. "Minggir" Sebuah suara yang sangat di kenali Alayya membuat nya melirik ke arah pemilik suara itu. Abrar lah pemilik suara itu. Abrar berjalan mendekat pada Alayya. Alayya hampir saja memekik saat ia merasakan badannya seolah melayang. Abrar menggendongnya. Garis bawahi, menggendongnya! Karena takut terjatuh, dengan cepat Alayya mengalungkan tangannya di leher Abrar. "Bilang ke Pak Budi, gue izin bentar" Abrar menatap ketiga pria itu. Ketiga pria itu hanya mengangguk cepat. Rangga dan Gilang saling melempar pandang. Mereka cukup terkejut melihat tindakan Abrar kali ini. Entah harus mereka anggap apa tindakan Abrar ini. Mungkin kata fenomena cukup tepat untuk menggambarknnya. Setelah mengatakan itu Abrar langsung membawa Alayya ke UKS, di ikuti Atifa yang berjalan di belakang mereka dengan panik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD