2. Meet Him

1940 Words
Setelah 15 menit perjalanan dengan bus, Vita akhirnya sampai di depan rumah om nya. Diperkirakan rumah itu terlalu besar. Memang terbuka sedang ada tamu di rumah itu karena pintu pagarnya yang tak begitu tinggi terbuka dengan lebar. Vita segera turun dari bus. Sebelum masuk, ia berhenti sejenak. Dirapikannya rambut anak yang ada di dahinya. Perlahan diperiksanya lagi penampilannya dari atas ke bawah. Sudah cukup rapi nan sopankah saat ini. Semua yang dilakukan dengan sempurna, dengan melafalkan berbagai doa dalam hati, mulai melangkahkan pembicaraan ke arah rumah bercat hijau itu. Hatinya berdebar-debar. Keputusan terbaik yang sekarang sedang dia pilih. Sesampainya di depan pintu ia akan segera diberikan memberi salam terlebih dahulu. "Assalamualaikum" "Waalaikumsalam, nah itu dia Vita keponakan aku sudah datang pak Dito." Terdengar suara tantenya dari dalam rumah. Tak berapa lama pintu terbuka. Vita mencium tangan tante dan tante langsung mempersilahkan Vita masuk. Ada seorang laki-laki yang menyetujui duduk sambil berseberangan dengan omnya. Vita segera mencium tangan omnya. "Kenalin Vit, ini Sersan Dito. Sersan Dito, ini Vita keponakan yg diceritakan suami saya kemarin." Tambah tantenya kompilasi Vita mulai bisa melihat lelaki itu dengan baik. Tulang diselesaikan kokoh. Meski tak terlalu tampan, namun gurat ketegasan terlihat jelas saat muncul. Vita segera menyalami Sersan Dito. Lelaki yang disebut Sersan Dito masih terlihat muda, mungkin masih bisa dilihat sekitar empat puluhan seperti omnya. "Saya Dito. Kamu bisa panggil saya Om dito saja." Om Dito bersuara setelah lama terdiam. "Saya Vita om." Vita tersenyum lalu mengangguk kecil. Vita mempersiapkan duduk disamping tantenya. "Jadi ini yang akan dijodohkan dengan keponakan saya? Cantik. Sopan. Mungkin besok kamu sudah bisa bertemu dengan Radit." Ujar om Dito tiba-tiba. "Maaf, Radit itu siapa ya om?" Vita melongo. Karena ia milik orang dengan nama itu, ia tidak pernah berkenalan dengan orang yang bernama Radit. "Radit itu nama keponakannya om Dito, Vit. Yang kemarin om ceritakan. Yang akan dijodohkan dengan kamu." Om nya Vita mulai bersuara. Vita hanya memandangi orang yang ada di ruang tamu itu bergantian, lalu tersenyum kikuk. "Kamu mungkin sudah mendengarkan semua cerita tentang keponakan aku dari om mu karena aku sudah menceritakan semuanya. Sebetulnya kami selaku keluarga juga tidak mau membicarakan Radit dengan perjodohan ini, tapi ibu aku sedang sakit. Meminta agar cucu kesayangannya segera menikah. Saya jadi tidak tega tolak meminta. Hanya untuk ibu saya hanya 2, saya dan kakak saya, ya izin Radit itu dan Radit adalah cucu pertama ibu saya. kakak saya yang mencabut jodoh keturunan sendiri karena kondisi fisiknya yang juga lemah sejak ia menjadi  orangtua tunggal. Saya kasihan, jadi saya saja yang carikan Radit jodoh. Setelah bertemu denganmu walau sekali, tapi aku yakin kamulah jodoh terbaik untuk Radit. "Om Dito bercerita lebih banyak dengan raut muka disambut. Vita hanya tersenyum maklum. Keluarga hanya ingin sama saja dengannya dengan bantuan sendiri. Semua cobaan ini memang terasa  rumit. "Besok bisa kita ketemu lagi? Di dekat rumah dinas Radit saja, di sekitar Malang. Soalnya aku juga akan mengajak Radit besok. Bisa aku minta alamat rumahmu, jadi biar aku yang siap berangkat." Tambahnya. Vita mengeluarkan buku dari tasnya. Menyobek salah satu kertas dibagian belakang buku. Dan mulai periksa alamat rumah. "Ya sudah aku pamit dulu. Kerjaan saya masih banyak." Om dito menyalami vita, om dan tantenya satu per satu. Lalu mengucap salam dan akhirnya pergi dari rumah omnya. Om Budi ikut berdiri lalu mengantar om Dito sampai di halaman rumah itu. "Tante, menurut tante apa ini nggak terlalu cepat?" Vita menoleh pada tantenya, meminta jawaban. "Entahlah Vit, berdoa saja ya biar memang jalan inilah yang terbaik." Tante mengusap punggung Vita perlahan, seolah menyalurkan kekuatan agar Vita tabah membantah percobaan dari Tuhan ini. Vita akhirnya ikut pamit pulang setelah dicintai tanganku dan tantenya dan beri salam. --- Pagi ini Vita bangun lebih awal dan siap-siap. Seperti kata Om Dito kemarin, hari ini ia akan bertemu Radit. Lelaki yang akan dijodohkan oleh. Lemari pakaian yang tersedia di kamarnya, berusaha mencari pakaian terbaik. Entah bagaimana memikirkannya jatuh pada gaun santai berwarna biru yang memiliki panjang selutut itu. Setelah berganti pakaian ia mulai merias sendiri dengan  make up  yang tak terlalu tebal. Hanya sapuan bedak tipis dan lipstik merah muda. Rambut panjang bergelombangnya ia membiarkan tergerai dengan sempurna. Tak lupa ia menyematkan jepit rambut kupu-kupu berwarna biru. Setelah berkemas, Vita menghampiri meja makan. Duduk disalah satu kursi di sebelah adiknya. Vina sedang asyik makan nasi goreng buatan bunda. "Loh mau kemana Vit, kok sudah rapi. Ada jadwal kuliah? Bukannya lagi liburan ya?" Tanya bunda heran melihat anak sulungnya sudah sangat rapi sepagi ini. Vita memang terlihat berbeda di mata bunda. Tampilan  kasual  yang biasanya dipilih Vita untuk setiap kampus kini berbeda jauh dengan  gaya feminin  yang dikenakan pagi ini. "Vita memang liburan bun. Ini lagi ada janji aja sama orang." Jawab Vita sembari menerima sepiring nasi yang disodorkam bunda. Bunda mulai ikut duduk dan mereka mulai makan bersama. "Janji sama siapa? Kok tumben gak ngasih tau bunda dulu." Bunda masih meminta jawaban yang jelas dari putrinya itu. "Soalnya mendadak roti. Lagian Vita cuma mau bertemu-" Tok ..  Tok ..  Tok .. Ucapan Vita terhenti oleh suara ketukan pintu dari arah depan rumah. Bunda kaget Vita heran. "Itu mungkin editor yang mau ketemuan sama Vita bun. Karena sudah dekat sini, jadi katanya sekalian aja jemput Vita." Vita meminjam bohong terlebih dahulu. Menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan semuanya pada bunda. Apalagi calon suami Vita itu belum tentu mau menikahinya. Jadi bunda kepikiran lagi jika pernikahannya nanti batal, bohong adalah pilihan terbaiknya untuk saat ini. "Ya sudah hati-hati ya. Sudah selesai, segera pulang ya nak." Ucap bunda kompilasi Vita mencium tangan bunda dan mencium kening adiknya juga mengucap salam. Vita hanya mengangguk lalu melangkahkan ditinggalkan menjauh. Bundanya masih sibuk diselesaikan sekolah Vina jadi ia tak bisa mengantar Vita sampai ke depan. "Selamat pagi Vita." Sapa om Dito ramah. "Selamat pagi om Dito." Sahut Vita sopan. "Ayo berangkat. Mungkin kita harus menunggu dulu di restoran dekat rumah dinas Radit. Radikal Soalnya masih harus membuka pesawat yang ada di skadron terlebih dahulu." "Iya om nggak apa-apa." Om Dito segera masuk ke dalam mobilnya diikuti oleh Vita yang memilih duduk di samping kursi pengemudi. Mereka mulai berangkat menggunakan sedan hitam milik Om Dito. Dari Surabaya menuju Malang memang membutuhkan waktu yang sedikit lama. Namun, tidak berbicara. Hanya berbicara beberapa kali saja tentang Radit Tentu saja. Karena om Dito rupanya bukan orang yang suka bicara. Ketika genap 2 jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di depan sebuah restoran mewah dengan gaya klasik yang unik. Om Dito segera memarkirkan mobilnya lalu beranjak turun. Tanpa mengucapkan apapun, Vita pun ikut turun. Om Dito salah satu  pelayan  dan meja atas nama Raditya Adimas Wijayanto. Sang  pramusaji  pun segera mengantarkan mereka di meja sebelah dekat jendela. Cukup nyaman untuk membahas masalah keluarga. Mereka benar-benar memilih tempat yang cukup memiliki privasi.  -pikir Vita. Setelah duduk dan memesan makanan. Mereka menunggu pesanan datang dengan memulai pembicaraan. Dan lagi-lagi percakapan mereka tentang Radit. Karena dengan begitu ia bisa mengalahkan ayah yang dibencinya. Dan sekarang Radit benar-benar membuktikan tekadnya menjadi kenyataan. Setelah semua kejadian itu, Radit tidak mau membahas dengan cinta. Ia tidak mau tersakiti seperti diizinkan. Jadi jika dia nanti meminta kasar padamu atau sedikit menjauhimu, tolong maklumilah. Tidak mudah menjadi orang seperti Radit yang berhasil semua orang dari masa mudanya. Jadi bersabarlah dan jangan menyerah untuk membuat menang luluh. "Om Dito bercerita banyak tentang sosok Radit. Sekilas Vita tersenyum. Betapa Radit adalah seseorang yag sangat teguh pada prinsipnya, mencari cita-citanya sekuat tenaga. Selain itu ia tertegun pada saat itu juga Radit perlu kejadian buruk seperti itu dalam sial. Semoga saja semua itu tak berdampak terlalu buruk pada Radit dan kelak. Dan semoga lelaki itu juga akan menjadi kepala keluarga yang baik dikunjungi. "Selamat pagi om." Keheningan yang semula tercipta mulai terusik oleh sapaan seseorang yang berpakaian khas militer, topi militer, dan sepatu boot lengkap. Tubuhnya tinggi tegap. Dan ... Dibalik topinya itu dia sangat .... tampan! Aura dingin dan seram ikut menghiasi wajah tampannya. Seorang lelaki memberi sapaan dan juga menghargai om Dito. "Selamat pagi Dit. Akhirnya kamu datang juga. Silakan duduk." jawab Om dito balas sapaan dan hormatan yg diberikan seseorang yang disampaikan "Dit" itu. Ya ampun jadi ini yang namanya Radit? Dia terlalu tampan kalau hanya jadi seorang militer. Eh tapi malah abdi negara sekarang yang muda dan kece ya? Lah, ini mikir apa sih  -batin Vita dalam hati. Vita sadar ia hanya mampu menundukkan agar agar om Dito dan Radit memergokinya sedang  blushin g hanya karena ketampanan Radit. Mau ditempatkan dimana mukanya nanti. Melihat Vita hanya menundukkan penampilan, om Dito berdehem. "Oh ya, Dit ini Vita yang menginap om ceritakan ke kamu. Vita ini Radit keponakan om. Kayaknya biar gak canggung, om tinggal dulu. Lagian om juga akan ada di 15 menit lagi. Vita nanti kamu pulangnya diantar Radit saja ya. Buka jumpa . " Pamit om Dito sebentar lalu meninggalkan mereka berdua. Hanya mereka berdua! Dan Vita tak tahu apa yang terjadi selanjutnya sehingga ia lebih memilih bungkam. Keheningan yang mencekam menyeret mereka berdua. Tak perlu memulai. Pemesanan sebelum pemesanan Vita datang. Ternyata om Dito sebelumnya memesankan makanan untuk Radit, bukan untuk dirinya sendiri. Vita yang benar-benar bosan mulai memberanikan diri untuk memulai percakapan. "Ehm. Kita tadi belum berkenalan secara resmi. Kenalin aku Vita." Vita berbasa-basi. Disodorkan tangan kanannya ke Radit. "Radit." jawab Radit sambil terus menyesap kopi susunya pelan tanpa mau repot-repot menerima uluran tangan Vita. Vita menarik menarik perlahan. "Kamu anggota TNI AU ya?" Vita masih berusaha. "Aku rasa om ku sudah menjelaskan semuanya padamu jadi aku nggak perlu menjelaskannya lagi kan?" Radit menjawab tanpa memperhatikan wajah Vita. "Pangkatnya?" vita masih belum menyerah. "Kapten. Ngapain sih tanya-tanya. Kamu matre ya?" Perkataan Radit mampu membuat hati Vita sedikit sakit. Ia terdiam, menunduk. Matanya mulai berkaca-kaca. Tidak menyangka, bahkan di pertemuan pertama mereka Radit sudah bisa lebih sulit. Ia hanya ingin obrolan mereka berlalu hingga tak tanggung-tanggung, ini Raditembalian lain. Entah bagaimana dengan nasibnya selanjutnya Jika dia harus hidup bersama lelaki yang dingin ini. "Dengar ya, nenek perlu lihat aku segera menikah. Dan saran orang yang sangat kupercaya dan kuhormati, yaitu om Dito itu kamu adalah yang terbaik untukku membuat ibu merestuinya. Aku tak punya pilihan lain selain menikahi kamu. Tapi kamu gak perlu percaya diri Ingat, Terpaksa! Lagipula kau kan juga butuh uang. Aku sudah setuju pada om Dito untuk melunasinya. Jadi kita impas. Yah, begini simbiosis mutualisme begitulah. Mengerti ? " Radit menatap Vita tajam. Sakit! Itulah yang diterima Vita saat Radit menerima ucapannya. Jika ada pilihan lain, maka Vita akan menolak mentah-mentah rencana pernikahan ini. Tapi karena tidak ingin melihat adik dan bundanya semakin sulit Vita seakan mengubur semua pilihan sulit yang lain itu. Cukup dia saja yang menderita, jangan adik dan bundanya. Vita akan melakukan apapun demi kebahagiaan dua orang penting dalam senang itu. "Aku mengerti dan akan terus mengingatnya! Sampai kapanpun aku nggak akan pernah lupa sama semua ini." Vita menyeka airmatanya. Tak menyangka bahwa dia harus mengubah pernikahan seperti ini. Bodoh! Kenapa airmatanya tidak bisa diajak berkompromi begini sih! Ia tidak mau terlihat lemah di mata seseorang yang memiliki hati seperti Radit. "Baguslah. Oh iya, nenek dan ibuku meminta kita menikah 2 minggu lagi. Aku dan keluargaku akan melamarmu sesegera mungkin. Aku tidak bisa membantah mereka! Lagipula semuanya sudah kusiapkan. ini tidak dikehendaki olehku juga kau, tapi aku minta jangan pernah kau perkenalkan di depan keluarga masing-masing agar masing-masing tidak ada pihak yang dapat dirugikan. Di depan umum, kita haruslah seperti membeli suami-istri selayaknya. ? " Silakan ludahnya susah payah, lidahnya keluarkan titah Radit yang tak terbantahkan. "Ya. Aku mengerti?" Ucapnya pada akhirnya. "Bagus. Ayo kuantar pulang! Aku sedang sibuk." Radit bangkit dari duduknya. Tidak ada yang dilakukan dan diikuti langkah kaki Radit itu menuju mobil  BMW M 3 berwarna perak milik lelaki itu. Radit itu! Sikapnya memutuskan terlalu suka, tapi entah kenapa Vita yang bertanggung jawab karena rasa. Ya dua rasa, muak dan .... kagum!  Ya Tuhan bisa-bisanya ia masih membuat kagum pada seseorang yang akan membuat kehidupan pernikahannya kelak menjadi seperti neraka? Meskipun ia membenci lelaki itu. Berbagai pikiran aneh datang silih berganti di dalam otaknya. Dan tanpa Vita sadari, ia telah selesai jatuh pada pesona yang diberikan oleh Raditya Adimas Wijayanto. Tbc...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD