4. Malam Pertama (1)

1189 Words
“Nah, kalian kan sudah sah, jadi aku harap nanti kamu tidur sama Fara di rumah ya Mas, biar malam ini aku sama ibu saja.” kata Una sambil tersenyum. Tapi Fara mengerti bahwa senyumannya bahkan tidak sampai ke matanya menunjukkan bahwa sebetulnya Una sakit hati ketika mengatakan hal itu namun Fara harus bagaimana? “Jangan, lebih baik Bagas menemani kamu saja dulu, Na. Masih banyak waktu untukku berbakti sama suamiku. …” “No no no …. kalian harus menikmati malam pertama kalian, biar besok saja Bagas menemani ku.” Una kekeuh memaksa Bagas dan juga Fara untuk segera pulang karena mereka memiliki kewajiban untuk menunaikan malam pertama mereka. Fara menghembuskan nafasnya dengan lelah karena terpaksa harus menuruti apa yang diinginkan oleh Una karena Bagas sendiri hanya diam dan tidak bisa berbuat apa-apa entah karena dia memang ingin menghabiskan malam pertamanya dengan Fara atau memang karena dia ingin menuruti Una agar Fara cepat hamil lagi dan keluarga Wikatama akan mendapatkan keturunan dari darah dagingnya sendiri. “Biar malam ini mbok Sum ikut sama kalian, biar bisa bantu bantu jaga Al ya!” kata mama dengan wajah sendu, kemudian mengecupi wajah Alden yang sudah nyenyak tertidur setelah tadi sedikit rewel di gendongan maminya. Dan ketika Farah melakukan penandatangan berkas-berkas pernikahannya itu Alden sudah tertidur setelah digendong beberapa lama oleh Maminya, kemudian ada yang sudah tertidur itu diserah terimakan kepada Mbok sum yang kemudian menggendongnya di luar agar Hawa sepoi-sepoi di taman rumah sakit itu akan membuat Alden semakin nyenyak tidurnya. Sedangkan mbok sum hanya diam saja karena dia terserah oleh majikannya yang ingin membawanya ke mana saja. Bagas langsung berkata, “Nanti mbok Sum biar pinjam bajunya Bi Tatik yang menjaga rumah Bapak dan Bunda, soalnya kita akan di sana untuk sementara waktu.” Fara hanya mengangguk-anggukkan kepalanya tanda dia menyetujui apa saja yang diatur oleh suaminya itu, sebetulnya dia juga bingung posisi tempat tinggal Bagas dan Una itu sebenarnya di mana? Apakah masih tinggal di rumah bapak dan Bunda ataukah mereka memang memiliki rumah sendiri namun sengaja Bagas tidak mencampurkan dirinya dan juga Una di satu rumah yang sama supaya tidak menimbulkan masalah ketika dirinya berduaan dengan Bagas? Ah entahlah, ia juga masih bngung antara ini nyata atau mimpi. “Mbok Sum, si Alden biar sementara 1 kamar sama mbok Sum di sebelah kamar kita …” Kamar kita?Fara hanya bisa mengangguk-anggukan kepalanya karena dia tidak tahu apa yang harus dia katakan sekarang. Semuanya serba cepat dan juga masih membuatnya bingung! “Ra, kita di kamar sini, kamu gak keberatan kan?” tanya Bagas dengan suara lembut, ehm gak sama ketika ia ber status hanya sahabat dengan Fara. “Ehm enggak . . .” Fara hanya masuk dan diam. Kamar yang masih kental dalam sentuhan maskulin namun sangat tertata dan bersih. Bahkan Fara yakin barang barang di tempat ini belum berubah dari tempatnya dan jarang dipakai sama sekali. Mungkin ini baru saja dibersihkan oleh asisten rumah tangga di tempat ini, karena lantainya tampak mengkilap spreinya juga baru namun warna-warna yang menghiasi dinding tempat ini masih bernuansa laki-laki banget, bahkan baunya pun masih cenderung laki-laki! “ Ini adalah kamar aku dulu sewaktu masih membujang tapi setelah aku menikah memang sama sekali tidak pernah dipakai, ehm Una tidak pernah menginap di tempat ini.” Fara menata Bagas dengan netranya yang bulat dan indah seakan bertanya kenapa begitu? Bukan tak seharusnya seorang menantu akan sering berada di tempat sang mertua paling tidak seminggu sekali atau Sebulan sekali? Masa sama sekali tidak pernah di dalam pernikahannya yang sudah hampir setahun? Tapi Farah hanya diam dan tidak bertanya apa-apa karena baginya terlalu menyakitkan kalau mengetahui sesuatu karena statusnya saat ini adalah istri dari Bagas. Maka Fara hanya menganggukkan kepalanya pertanda dia mengerti apa yang dimaksudkan oleh Bagas tapi dia tidak mau tahu lagi mengenai apa yang terjadi selama pernikahan Bagas dan Una. Namun rupanya Bagas ingin mengungkapkan semuanya secara jujur kepada Fara sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. “ Soalnya selama pernikahanku dengan Una, kita lebih banyak berada di rumah sakit Daripada di rumah sendiri. Kalaupun udah pulang dari rumah sakit, dia merindukan suasana di rumahnya sendiri karena dia sadar kalau di sini dia tidak bisa membantu apa-apa dan mungkin membuatnya malu.” Bagas menjelaskan secara detail kepada Fara karena dia tidak ingin terjadinya miskomunikasi antara dirinya dan Fara. “Aku mengerti …” satu jawaban Fara membuat Bagas menatap pada istri yang telah ia nikahi baru saja tadi. “Kamu merasa kecewa dengan status kita?” Bagas menangkap adanya perasaan tidak suka yang menghinggapi istri barunya ini yang membuatnya harus bertanya karena dia tidak ingin hidup di dalam kepura-puraan ataupun kebohongan jadi dia menginginkan mengawali hubungannya dengan para itu dengan baik-baik. “ Tidak! hanya menurutku ini terlalu cepat!” “Oh, lalu aku harus bagaimana agar membuat kamu nyaman?” tanya bagas dengan hati-hati karena dia juga tidak ingin menyinggung perasaan dari istri keduanya itu, namun Fara hanya bisa tersenyum saja, membuat Bagas tidak tahu lagi apa yang harus dia kerjakan untuk membuat istri keduanya itu merasa nyaman bersamanya. Tok tok tok Bagas bergegas untuk membuka pintunya dan terlihatlah mbok sum yang sedang menggendong Alden yang ternyata terbangun dan mencari ibunya. “ Non, den Al minta s**u kayaknya.” Alden mengerjap mengerjapkan matanya dan mempermainkan tangan di bibir, namun tidak menangis. “ Sini biar Al digendong sama papi dulu ya, maminya biar bebersih dulu. “ kata Bagas sambil mengambil alih Alden dari tangan Mbok sum. Dan herannya Alden sama sekali tidak menangis ketika digendong oleh Papi barunya itu, Bahkan dia tertawa-tawa senang seakan-akan saat ini dia lagi bersama dengan Papi kandungnya sendiri membuat mbok sum dan juga Fara hanya bisa tertegun melihat chemistry yang terjadi antara Alden dan juga Bagas. Namun kemudian mbok sum tersadar bahwa bukan tempatnya berada di tempat ini maka dia langsung turun ke bawah untuk mencari Bi Tatik untuk meminjam pakaian dan membiarkan majikannya berduaan di dalam kamar toh mereka sudah sah. “Sudah sana, kamu bersihkan tubuh kamu dulu, pakai pakaian yang ada di dalam lemari pakaian aku ya, aku tadi sudah menyuruh sekretaris aku, Winda … untuk membelikan beberapa pakaian wanita dan juga dalamannya di dalam lemari tersebut. Sedangkan yang menatanya di dalam lemari adalah asisten rumah tangga yang selalu membersihkan tempat ini.” lagi-lagi Bagas mengatakan sesuatu yang ada di dalam pemikiran Fara saat ini seperti Siapakah Winda Siapa yang memasukkan pakaian-pakaian itu ke dalam lemari milik Bagas Apakah Winda itu sekretaris sekaligus merangkap sebagai asisten pribadinya? Rupanya Bagas cukup peka untuk hal-hal seperti ini Sehingga dia langsung mengatakan kepada istri keduanya itu bahwa yang melakukan semuanya adalah asisten rumah tangga yang biasa membersihkan tempat ini. Farah menganggukkan kepalanya dan langsung ngacir masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan tubuhnya terlebih dahulu untuk segera menyusui Putra kesayangannya itu namun sialnya dia lupa kalau dia belum mengambil pakaian yang sudah disediakan di sana sehingga mau tidak mau dia hanya menggunakan handuk lebar yang ada di dalam kamar mandi yang sebenarnya tidak bisa menutup seluruh tubuhnya karena panjang handuk itu hanya bisa menutupi setengah pahanya saja. Krrak.. Ketika pintu kamar mandi terbuka maka Bagas hanya bisa melongo melihat tubuh istrinya yang sangat menggoda karena hanya terbalut handuk saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD