Chapter 3 : Menuju pernikahan

1261 Words
Keluarga Broto akhirnya berpamitan. Darren masih terus memperhatikan sekeliling rumah itu dengan perasaan ngeri. Sebelum pulang Fenny memberikan bolu gulung buatan Zeline tentu mereka berkata bolu gulung itu buatan Cintya. Di dalam mobil, keluarga Broto kembali berbincang. "Bagaimana menurutmu Cintya?" tanya Broto. Dia duduk sebelah Darren yang sedang mengemudi. Darren tak menjawab karena dia terus memikirkan bayangan makhluk halus di rumah Haris. "Darren?" Sang papa memanggil kembali dan akhirnya Darren tersadar dari pemikirannya. "Apa, Pa?" "Papa tanya bagaimana menurutmu tentang Cintya. Kamu lagi melamun apa? Tidak boleh menyetir sambil melamun." "Aku lagi terlalu fokus tadi, Papa tanya tentang Cintya ya …." Darren tampak berpikir. "Menurutku dia lumayan cantik dan nilai plusnya pintar masak," jawab Darren seadanya. Broto dan Rossy mengangguk. Memang Cintya pintar memasak, mereka juga tidak sabar mencicipi bolu gulung buatan Cintya. Tadi mereka membawa brownis untuk keluarga Haris, tentunya beli dari toko dan keluarga Broto sangat menghargai usaha Cintya membuat sendiri kue untuk mereka. "Tapi, Pa, Ma, rumah om Haris itu angker kayaknya." "Hush! jangan ngawur kamu," tegur Broto. "Benar Pa, aku saja yang memang tidak punya indra keenam melihat bayangan cewek rambut panjang mukanya tertutup rambut, pakai baju putih panjang pula, pokoknya mengerikan, Pa," terang Darren bulu kuduknya sampai berdiri. "Jangan nakutin Mama, Nak." Rossy paling takut hal-hal berbau mistis. "Kamu mungkin salah, bisa saja itu ponakan Haris yang dibilang kurang enak badan." Broto memilih berpikir positif. Darren terpaksa mengiyakan, walau tidak yakin yang tadi ia lihat adalah manusia. Sesampainya di rumah, keluarga itu mencoba bolu gulung yang mereka pikir buatan Cintya dan ternyata rasanya top markotop. Darren bahkan membawa ke kamarnya sebagai camilan saat begadang. Tentu dia begadang karena bekerja, sebagai CEO agensi model yang sekarang model-modelnya mulai merambah dunia keartisan, jelas beban kerjanya semakin berat. *** Lagu Lathi terdengar memenuhi kamar yang gelap, kamar seorang gadis berambut panjang yang sedang sibuk membuat cover novel onlinenya. Judul novelnya obsesi cinta pembawa petaka mengisahkan seorang wanita yang sangat mencintai kekasihnya, tapi kekasihnya itu mengalami lemah jantung dan akhirnya meninggal. Karena terobsesi dengan sang kekasih, sang wanita belajar ilmu hitam agar sang kekasih bisa hidup kembali, dia membunuh pria-pria secara berkala untuk dijadikan tumbal dan diambil jantungnya. Seorang jurnalis wanita ingin memecahkan kasus ini karena sang adik mati dibunuh dan jantungnya menghilang. Begitulah kira-kira inti cerita dari novel karangan Zeline Anastasia. Dia berharap para penggemar ceritanya akan suka. Setelah selesai mengedit cover. Tiba-tiba ia teringat tentang keluarga calon suami Cintya. "Keluarga harmonis dan saling menyayangi. Aura yang cerah, pasti sangat menyenangkan masuk ke keluarga itu, Kak Cintya sungguh beruntung," ungkapnya pelan. Dia tadi mengambil minum di dapur dan penasaran akhirnya mengintip keluarga Broto tersebut. Dilihat dari mana pun keluarga itu dipenuhi oleh orang-orang baik. Namun, warna aura yang dipancarkan Fenny dan kedua anaknya adalah kuning gelap yang berarti ketidakjujuran dan cokelat keruh yang berarti keserakahan pada saat mengobrol bersama keluarga Broto. Zeline hanya sekilas melihat karena kepergok oleh Darren, pria yang bernama Darren itu wajahnya sedikit tidak asing bagi Zeline, mungkin pria itu sering wara-wiri di media. "Tidak ada gunanya dipikirkan, mending fokus buat novel karena hidupku mungkin akan selamanya dalam kegelapan seperti kamarku." Zeline berucap pada diri sendiri. *** Hari ini pertemuan kedua Darren dan Cintya mereka makan di restoran italia. Darren dengan wajah bosan mendengar segala ucapan Cintya. Bagi Darren semua wanita itu sama adalah makhluk terlewat ribet. Lihat saja si Cintya itu sudah membicarakan bulan madu keliling Eropa, mas kawinnya perhiasan mewah, ingin mereka tinggal di rumah sendiri dan dia punya mobil sendiri. Salah satu yang tidak bisa langsung diiyakan oleh Darren adalah tinggal di rumah sendiri. Bukan karena tidak mau mandiri, tapi rumahnya sangat besar kalau dirinya tak ada, papa dan mamanya pasti akan kesepian, walaupun di sana banyak pembantu. Darren juga yakin kedua orang tuanya tidak akan mengusik hubungan rumah tangga Darren dan Cintya kelak. "Tapi, pasangan suami istri butuh privasi," ucap Cintya ketika Darren mengatakan mungkin masih akan tinggal di rumah orang tuanya setelah menikah. "Tidak salah, hanya saja tidak harus setelah menikah langsung pindah ke rumah baru." Siapa tahu setelah tinggal di rumah besar, Cintya betah. Bagi Cintya jika tinggal bersama Broto dan Rossy sama saja mengurus orang tua suaminya itu. Dia juga tak mau dikekang, apalagi hobinya yang belanja barang-barang branded. "Orang tua saya masih sehat jadi tidak perlu diurus seperti bayangan kamu." Darren sepertinya bisa membaca sedikit pemikiran Cintya. "Aku tidak bermaksud begitu. Ya sudah terserah kamu saja." Cintya lebih memilih terima daripada batal menikahi konglomerat. Sesampainya di kantor, Darren langsung masuk ke ruangannya dan duduk di sofa memijat pelipisnya. Sepertinya makanan tadi tak cocok di perutnya membuat dia pusing atau pusing karena hal lain. Entahlah. Tiba-tiba terdengar suara di sebelahnya yang membuat Darren terkejut. "Kak kenapa?" "Bikin kaget saja!" Ternyata dia tak sadar bahwa Aliqa, sepupu sekaligus sekretarisnya duduk di sebelahnya. "Siapa suruh melamun. Lagi pula Kakak kenapa kayak sakit kepala begitu padahal baru ketemu calon istri." "Siapa juga yang melamun. Sudah aku malas berdebat, ini kepalaku pusing kayaknya makanan tadi tidak cocok." Aliqa dengan sigap mengambilkan air hangat untuk Darren tumben sekali ada makanan yang tidak cocok dengan kakak sepupunya itu. "Kak, aku boleh lihat foto calon istrinya?" tanya Aliqa yang merasa kakak sepupunya itu sudah baik-baik saja. Darren mengeluarkan ponsel memperlihatkan fotonya dengan Cintya. Dia sengaja berfoto untuk memamerkannya di sosmed. Itu agar rumor tentang dirinya gay semakin tidak dipercaya. "Cantik sih, tapi bukan seleraku," ungkap Aliqa mengamati foto Cintya. "Kamu memangnya golongan jeruk makan jeruk?" tanya Darren dan langsung dipelototi oleh Aliqa. "Bukan begitu maksudku, Kak. Dia itu kelihatan bukan tipe cewek yang bisa aku ajak temenan," terangnya. "Kenapa kamu berasumsi seperti itu, kamu saja baru lihat fotonya?" "Instingku itu kuat, Kak." Tidak lama setelah itu terdengar suara pintu diketuk ternyata sahabat Darren yang bernama Kresna datang berkunjung. "Bro, katanya lo mau nikah, sama siapa?" "Yoi, sama putri keduanya Haris Hestama pengusaha juga." Kresna mengangguk dan penasaran wajah dari calon istri Darren. "Nih fotonya, namanya Cintya." Darren pun menunjukkan foto itu kepada Kresna setelahnya dia mengunggah foto itu di sosial media. "Cantik sih, gue jadi ke pikiran mau nikah juga," ucap Kresna. "Gue punya calon buat lo." Darren menepuk pundak Aliqa. "Apaan sih Kak, aku enggak perlu ya dijodoh-jodohin!" kesal Aliqa. Kedua pria itu pun tertawa dibuatnya. *** Seminggu lagi Cintya dan Darren akan menikah persiapan tentu sudah hampir seratus persen dan undangan juga sudah disebar. Seperti yang sudah terkira Zeline tidak diajak untuk menghadiri pernikahan itu. Namun, dia juga tak masalah, bagaimana pun dia tidak terbiasa di tempat ramai. Apalagi kepalanya sering pusing jika terlalu banyak melihat warna aura seseorang, terlebih warna aura gelap, makanya penampilan Zeline sering menutup sebelah matanya dengan rambut. Lagi pula dia sudah tidak bersosialisasi selama tiga tahun terakhir setelah lulus SMA. Dibilang bersosialisasi saat SMA pun sebenarnya juga tidak. Zeline keluar kamar untuk mengambil minum. Tiba-tiba saat menuruni tangga tampak Cintya yang sepertinya akan pergi. Kenapa warna auranya begitu? batin Zeline melihat kuning pucat di sana yang biasanya menandakan kecemasan dan kebingungan. Kak Cintya cemas kenapa? "Apa lo lihat-lihat?!" bentak Cintya yang tidak suka diperhatikan oleh Zeline. Gadis itu langsung menutup matanya dengan rambut. Aura Cintya berubah marah. Cintya pun berlalu, tapi Zeline malah didorong dari belakang oleh Listya hingga jatuh untunglah tinggal dua anak tangga lagi, jadi tak terlalu parah. Hanya saja kakinya terasa sakit. "Ngehalang jalan tau enggak!" Listya pergi tanpa memedulikan Zeline yang meringis kesakitan karena yang namanya jatuh tentu sakit, sepertinya pergelangan kakinya memerah. Namun, Zeline selalu berusaha untuk tidak menangis. Ya, dia sudah biasa menghadapi ini semua. Kekejaman ini ia rasakan selama dua belas tahun dan sekarang air matanya sudah kering untuk hal-hal seperti ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD