Chapter 2 : Perjodohan

1680 Words
Pagi hari, ketika sarapan keluarga Haris dihebohkan dengan pernyataan Haris yang merencanakan salah satu dari putrinya akan dijodohkan dengan Darren, putra dari Broto dan Rossy. "Yang pastinya bukan aku karna aku sudah punya Lingga," ujar Listya. Lingga adalah kekasih Listya sejak SMA. "Cintya kamu saja. Ini kesempatan emas menjadi menantu keluarga Broto Mahaprana." Fenny meminta anak keduanya untuk menerima perjodohan. Dia sudah mencari tahu artikel-artikel tentang keluarga itu dan memang mereka adalah keluarga kaya raya yang kekayaannya tidak akan habis tujuh turunan. Cintya yang ditawari tampak senang dan bersemangat. Apalagi ia sudah melihat foto Darren di sebuah artikel. Pria itu sangat tampan dan seorang CEO di agensi model MHP. Salah satu agensi model ternama khusus merekrut model-model pria. "Aku mau Ma, Pa," balas Cintya semangat. Cintya hobi berbelanja barang-barang branded, tentunya ia harus mendapat suami kaya raya untuk mencukupi kebutuhannya. "Baguslah kalau begitu. Nanti Papa akan beritahu keluarga Broto." Haris bersyukur karena kehidupan sang putri akan terjamin dan dia berharap setelah menikah nanti sikap Cintya akan berubah lebih baik. "Sebenarnya Mama maunya Septya. Dia juga belum punya pacar sepertinya di sana, tapi kalau menunggu anak itu, takutnya Pak Broto berubah pikiran dan menemukan calon lain." Fenny berkomentar disela sarapan mereka. Septya telah berusia 27 tahun, dulu dia sempat bekerja di perusahaan mendiang Arga yang diambil alih oleh Haris, tapi ia bosan dan memilih melanjutkan pendidikan ke Australia. "Yang penting kita berdoa saja untuk Septya semoga mendapatkan jodoh yang terbaik nantinya," balas Haris. Fenny mengangguk, mereka kembali melanjutkan makan. "Oh my God!" pekik Listya tiba-tiba. "Kenapa!?" sahut kedua orang tuanya dan sang kakak. "Tadi aku tanya ke Lingga, Darren Mahaprana 'kan CEO di agensi modelnya dan ada rumor kalau Darren itu gay." Lingga memang seorang model di bawah naungan agensi model MHP. "Jangan termakan rumor, tidak mungkin putranya Broto seperti itu." Haris tidak percaya, dia yakin ada yang iri dan ingin menjatuhkan saja. "Kalau Mama sih tidak peduli gosip yang penting dia anak konglomerat. Betul, 'kan Sayang?" Fenny bertanya pada Cintya. "Benar, Ma. Aku juga tidak peduli yang penting dia tampan, kaya, dan bisa memenuhi apapun yang aku mau," jawab Cintya. "Kak, kalau nanti sudah jadi mantu konglomerat, aku jangan dilupakan," sahut Listya. "Pastinya. Kita bisa shopping apa saja dan traveling ke mana saja." Cintya, Listya, dan Fenny tertawa bersama mengingat mereka akan menjadi kerabat dari keluarga konglomerat. Haris yang melihat itu tampak risau. "Tidak boleh begitu, Nak. Kalau kamu menikah harus bisa bertanggung jawab atas pernikahanmu. Papa ingin kamu berubah lebih baik. Menjadi istri yang baik untuk suamimu. Jangan hanya memikirkan barang mewah dan traveling." Haris mencoba menasihati, tapi Cintya tampak malas mendengar nasihat papanya. "Biarkan saja kenapa sih, Pa, yang penting putri kita bahagia!" sanggah Fenny. Haris menyadari bahwa dirinya adalah seorang ayah yang lemah. Pembicaraan keluarga itu ternyata didengar oleh Zeline. Dia sedang sarapan di dapur. "Oh, jadi Kak Cintya akan dijodohkan dengan siapa ya namanya tadi?" Zeline mencoba mengingat. "Darren ... iya namanya Darren dari keluarga Mahaprana," gumam Zeline pelan. Menikah ya? Apa aku juga akan menikah nantinya? *** Setelah sarapan Fenny bergegas pergi untuk berkumpul dengan sahabat-sahabatnya sekaligus dia memamerkan bahwa akan menjadi besan dari keluarga Mahaprana. Begitu pula dengan Cintya, yang sudah berjanji untuk ke salon bersama sahabat-sahabatnya. Listya memilih menunggu di kamar dia sudah ada janji pergi dengan Lingga setelah ini. Sekarang memang hari Sabtu, tapi keluarga itu memilih untuk menyibukkan diri masing-masing. Haris sedang berada di kamarnya. Ia menghubungi Broto untuk mengabarkan bahwa Cintya, putrinya mau untuk dijodohkan. Tentu Broto sangat senang, Broto berpikir putri-putri Haris pasti punya sifat yang baik seperti sahabatnya itu. Dia juga sudah melihat Cintya kemarin malam dan sepertinya cocok dengan kriteria Darren. "Bagaimana kalau keluarga kami ke rumahmu nanti malam?" Broto berbicara dari seberang telepon. Lebih cepat memperkenalkan Darren dan Cintya tentu lebih baik. "Boleh. Sekalian makan malam di sini. Aku akan kirim alamat rumahku." Begitulah pembicaraan itu berakhir. Haris segera menghubungi sang istri juga putri keduanya, memberitahu jika malam ini keluarga Darren akan berkunjung. Haris bergegas keluar kamar mencari Zeline. Gadis itu sedang mencuci piring di dapur. "Zeline," panggil Haris. "Iya,Paman," sahut Zeline. "Nak, nanti malam bakal ada tamu yang datang. Keluarga Pak Broto Mahaprana. Rencananya putra Pak Broto yang bernama Darren mau dijodohkan dengan Cintya." "Iya tadi aku juga sudah dengar pembicaraan itu di dapur. Semoga lancar ya, Paman." "Terima kasih, Nak." "Aku harus masak apa saja nih, Paman?" Zeline melihat bahan makanan yang ada, seperti cukup banyak. "Terserah kamu saja, masakanmu 'kan enak semua, yang penting tidak merepotkanmu." "Siap. Nanti aku buatkan kue juga ya." Haris mengangguk, lalu tersenyum mengusap rambut keponakannya. *** Sementara di kediaman Mahaprana, Broto, Rossy, serta Darren sedang berbincang. "Nanti malam kita ke tempat calonmu," ungkap Broto. "Siapa, Pa?" tanya Darren. "Namanya Cintya. Dia putrinya Haris Hestama teman papa saat kuliah dulu." "Aku sih terserah saja, yang penting sesuai dengan kriteriaku." "Kemarin Mama sudah lihat orangnya, sepertinya dia cocok dengan kriteria kamu." Rossy ikut bersuara. Darren mengangguk dia setuju saja dengan pilihan orang tuanya tidak ingin terlalu ribet memikirkan ini. Sore hari di rumah Zeline terjadi keributan yang diakibatkan Fenny dan kedua anak perempuannya. "Cepetan bisa 'kan masaknya?! Lelet sekali!!!" bentak Fenny pada Zeline. "Iya, Nyonya ini mau selesai." Zeline tak berani melihat Fenny apalagi dengan aura Fenny yang menggelap menunjukkan kemarahan. Perasaannya benar-benar tidak nyaman jika harus bertatapan dengan bibinya itu. Fenny menarik rambut Zeline yang dikuncir hingga kepala gadis itu menengadah ke atas. "Ingat ya parasit jangan sampai kamu keluar nanti malam!!!" "Iya Nyonya ...," lirih Zeline sambil meringis. Fenny melepas jambakannya, lalu bergegas melangkah pergi, tak ingin kejadian ini dilihat suaminya. Haris sedang mandi saat dia pergi ke dapur tadi. Cintya dan Listya yang melihat kejadian itu tersenyum remeh mendekati Zeline. "Ingat ya kalau mereka tidak suka masakan lo, habis lo sama gue!" ancam Cintya. Dia menggenggam kuat lengan Zeline. "I—iya." Zeline tergugup sambil menunduk merasakan sakit yang ada di lengannya. Gadis itu tidak mampu melawan karena sejak ia tinggal bersama mereka, Zeline akan semakin ditindas jika ia melawan. Jadi, dia selalu mengiyakan apa yang Fenny dan ketiga putrinya inginkan selama ini. Cintya pergi dari dapur menyusul sang mama. Sekarang giliran Listya yang tersenyum mengejek sambil mencengkeram pipi Zeline. "Ingat pesan mama dan kakak gue. Jangan sampai mereka kecewa!" Listya juga ikut pergi menyusul mama dan kakaknya. Zeline bisa bernafas lega sekarang. Ia fokus melanjutkan masakannya. *** Pukul tujuh malam. Keluarga Broto sudah tiba di rumah Haris. "Darren." "Cintya." Kedua insan itu saling berkenalan. Darren menatap penuh selidik pada Cintya. Penilaiannya Cintya adalah orang yang cantik dan anggun, mungkin dia juga cerdas sedangkan Cintya yang ditatap seperti itu tersenyum malu-malu. "Ayo kita makan malam dahulu. Nanti kita lanjutkan lagi mengobrolnya," ajak Haris. "Terima kasih, Har," balas Broto dan mereka pun menuju ruang makan. "Maaf ya makanannya sederhana, tapi ini Cintya yang masak sambil dibantu saya dan Listya," bohong Fenny. Haris menatap tak suka istrinya, jelas-jelas Zelinelah yang memasak semua ini, tapi Fenny tidak memedulikan tatapan suaminya itu. "Astaga ini sudah banyak sekali dan terlihat enak, Fen. Cintya, kamu pintar masak ternyata, jadi ingin segera mencobanya." Rossy tersenyum ke arah Cintya dan Fenny. Tidak menyangka Cintya pintar memasak. Cintya pun tersenyum ramah penuh kepalsuan. "Ya sudah, ayo Ros." Fenny dan Rossy memang seumuran jadi tidak segan memanggil nama. Haris hanya diam suasana hatinya memburuk karena kebohongan sang istri dan itu disadari oleh Broto. "Kamu kenapa, Har?" Haris dengan cepat menggeleng. "Tidak apa-apa. Ayo silakan duduk." Mereka mulai menyantap makan malam. Rossy dan Broto tidak henti-hentinya memuji Cintya karena semua lauk yang tersaji begitu enak, sedangkan Darren menikmati dalam diam. Dia sebenarnya tak menampik bahwa masakan yang ia kira dibuat oleh Cintya sangatlah enak. "Ini semua enak sekali, Nak." Rossy lagi-lagi memuji. Dia sudah mencicipi semuanya. Mulai dari ayam goreng cabe hijau, udang saos padang, tuna crispy, orek tahu tempe, sup sayuran, dan perkedel kentang. Wanita paruh baya itu benar-benar suka. Apalagi yang dimasak adalah masakan Nusantara. Dia berniat belajar dengan Cintya, jika wanita itu sudah menjadi menantunya. "Iya ini pada enak-enak. Sebenarnya Om juga ingin makan ayam dan udangnya. Sayangnya Om tidak kuat pedas." Broto memang kurang bisa makan makanan pedas. Jadi, dia memilih jalan aman, meski tergoda karena anak istrinya tampak sangat lahap. "Sebenarnya ini tidak terlalu pedas, Pa," celutuk Darren yang dari tadi hanya diam. Ia sedang menikmati udang saos padang. Rossy pun ikut mengangguk. "Hush! Jangan mempengaruhi Papa." Broto pura-pura kesal. Keluarga itu memang suka bersenda gurau satu sama lain. Haris dan keluarganya terkekeh pelan melihat itu. Selesai makan mereka kembali berbincang di ruang tengah. "Oh iya Har, adik kamu—Arga di mana sekarang?" Broto ingat Haris mempunyai seorang adik bernama Arga, ia ingat Arga adalah pemuda yang pintar. "Dia sudah meninggal 12 tahun yang lalu." Haris tampak sedih, bukan hanya karena mengingat sang adik, tapi karena tidak bisa menjaga Zeline dengan baik sampai sekarang. Broto yang melihat itu tak enak hati. Dia tidak menyangka bahwa Arga sudah meninggal di umur yang masih terbilang muda. "Maaf membuatmu sedih, tapi apa Arga sudah menikah saat itu?" "Iya dan istrinya juga tewas dalam kecelakaan itu. Hanya putrinya yang selamat." "Di mana putrinya sekarang?" tanya Broto penasaran. "Dia numpang di rumah ini. Kami mengurusnya dengan baik. Dia tidak bisa ikut kita makan malam karena kurang enak badan," balas Fenny. Ia menekankan kata numpang. Tidak sadarkah ia jika rumah ini awalnya adalah rumah keluarga Zeline. Fennylah yang merebutnya. Broto hanya diam, dia bisa merasakan jika istri dari Haris tak begitu menyukai anak Arga dari nada bicaranya. Rossy sibuk mengobrol dengan Cintya dan Listya. Namun, ada sedikit perasaan janggal saat mengobrol dengan kedua gadis itu. Rossy segera menepisnya. Sementara Darren hanya mendengarkan saja pembicaraan sang mama dengan dua gadis muda itu. Dia bukan tipe pria yang mudah bergaul dengan orang yang baru ia kenal. Namun, Darren dan Cintya sudah merencanakan pertemuan mereka berikutnya. Tiba-tiba Darren merasa sedang diperhatikan, dia menoleh ke segala arah. Seketika Darren merinding saat sekelebat bayangan seorang wanita memakai pakaian putih dengan rambut panjang menutupi wajahnya tampak dari kejauhan tangga lantai dua. "Kamu kenapa, Nak?" tanya Rossy ketika sang putra terlihat sedikit memucat. Darren dengan cepat menggeleng, dia belum mau menceritakan apa yang ia lihat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD