2. Her Name's ...

1501 Words
Hai, jangan lupa follow, tap love, dan komen kesan kalian saat baca cerita ini, yaa ... Enjoy dan semoga kalian suka. Happy reading ^^ *** Faktanya enggak ada manusia yang bisa ngalahin kecepatan cahaya, apalagi menghilang tiba-tiba kayak jin. Kalau pun ada palingan cuma tipuan optik, salah satu trik andalan dari para pesulap. Seperti sekarang aku kehilangan jejak si kucing pencuri dan aku yakin itu tidak ada hubungannya dengan jin atau tipuan optik. Dia pasti sedang bersembunyi.  Aku mengedarkan pandangan seperti orang buta arah, sudah hampir setengah jam sejak detik pertama kabur dari toko. Pulang tanpa hasil akan membuat nuansa neraka bakal menjadi-jadi, sudah kebayang deh, gimana dan seberapa tinggi nada suara Boss Benji kalau situasinya begini.   Tiga bunga matahari di seberang persimpangan jalan, berhasil menarik perhatianku. Benda cantik itu tampak berjejer rapi di sudut tembok gedung pegadaian. Di sebalahnya ada celah selebar dua langkah kaki orang dewasa kemudian ada gedung jasa travel, bunga matahari juga ada di sudut gedung tersebut dengan jumlah serupa. Total enam bunga, sedang bersandar manja sambil menunggu untuk diambil.  Kuda nil Jongkok! Di tanganku sudah ada empat. Tiga tambah tiga tambah empat, total sepuluh. Demi cabai keriput, Gadis itu nyolong berapa bunga, sih? Jangan bilang dia bawa lebih dari selusin. Niat banget, kenapa enggak sekalian nyolong sama ember-embernya? Biar makin greget dan embernya bisa dipake buat bangunin orang sahur.  Fix pertanyaan itu jangan sampai kelewatan dalam sesi interogasi nanti, jadi ingatkan aku.  "Awas!!!" teriak seorang gadis.  Sumpah itu suara cempreng macam panci tabrakan, pasti punya cewek kucing bermuka kuda. Ketangkep, 'kan? Aku terkejut lalu refleks berhenti melangkah dan menoleh ke arah suara barusan. Sudah kayak yang ada di TV, padahal jelas-jelas dia tadi suruh menjauh. Alhasil suara bel sepeda, akapela antara bass bantet dan sopran kecekik berpadu menjadi satuan keindahan hakiki. Oke, itu lebay karena nyatanya enggak kayak gitu, malah yang ada t*i kuping jadi keluar semua.  "Kamu sengaja mau buat aku jatuh, ya?!" tanyanya dengan nada sengit, sambil memukul-mukul lengan yang kotor sehabis mengepel aspal.  Wah, nendang gajah sembunyiin kaki.  Apa-apan ini?  Tadi nyolong bunga terus bikin repot dengan adegan kejar-kejaran, sekarang malah sok-sok-an jadi korban dengan ngelempar kesalahan yang sebenarnya salah dia. Sudah jelas, 'kan penabraknya itu dia dan aku korban. Pengalihan isu. Jangan sampai terpancing, ini cewek pasti takut banget, karena sudah ketahuan sembunyi di mana dan enggak punya jalan kabur.  Ayam penyet! Enggak di TV, enggak di dunia nyata, orang kalau kepepet selalu cari tempat sembunyi yang mainstream. Contohnya ya ini, g**g buntu antara gedung pegadaian dan gedung jasa travel selebar dua langkah kaki orang dewasa, ditambah bak s****h berukuran besar yang menempel pada dinding gedung jasa travel, menjadi pilihan si kucing bermuka kuda sebagai tempat bersembunyi. Jelas kebaca banget, lah! Tapi seriusan kamu bakalan setuju kalau sudah lihat sendiri, lalu merasa jengkel karena orang di sampingmu akan teriak-teriak, meminta sang artis pindah lokasi.  Itu yang biasa nenek lakukan jika sedang menonton TV dan aku terlalu sering diseret paksa buat nobar. Memaki orang tua itu dosa, jadi aku enggak bakal ngomong macem-macem.  Enggak mau kalah nge-gasnya dengan cewek yang lagi akting tersakiti karena jatuh dari sepeda setelah menabrakku, aku langsung berdiri dengan gaya melipat tangan di atas d**a. Persis seperti Boss Benji kalau lagi mengumandangkan ayat-ayat cintanya. "Pembelaan dirinya nanti aja. Kamu jelas-jelas sudah salah, jadi enggak usah sok tersakiti. Ikut aku sekarang!"  "Kamu nyebelin! Harusnya menjauh kalau aku bilang awas." Dia cemberut. Aku mendengkus. "Ngapain sih, pake acara diam di tempat, kayak di film aja?"  Nah, 'kan? Jadi ceritanya aku ini sedang berhadapan dengan anggapan, bahwa perempuan adalah makhluk yang enggak mau disalahkan. Tirex gondrong. Kalau pakai k*******n pasti dibilang banci, kalau ikutan ngomel dibilang kayak cewek aja. Jadi satu-satunya cara supaya pengalihan isu kacangan ini berakhir, yaitu menyeret gadis itu pergi.  "I don't care about, what is your name," kataku sinis dengan gaya sok Inggris. "Sekarang kamu harus ikut buat tanggung jawab dengan masa depanku. Gara-gara kamu bunga-bungaku jadi hancur, aku kabur dari tempat kerja setengah jam, dan ninggalin pelanggan yang calon-calonnya bakal kasih tip!"  Tanpa ampun kuseret gadis itu hingga ke pinggir jalan. Orang-orang di sekitar jadi merhatiin kami. Tatapan mereka seolah bilang bahwa kita sedang latihan akting reality show katakan putus atau life is drama karena tadi ribut-ribut. Tapi bukannya meronta-ronta minta dibebasin atau minta maaf, tersangka satu ini malah mencubit lenganku kuat-kuat.  "Ayam kalkun! Kamu itu sebenarnya siapa, sih?" Akhirnya kepo juga sama namanya. Bukan maksud mencuri kesempatan, tapi ini orang memang bikin kesal. Di kala kekesalan memuncak, dia malah cengar-cengir dan di kala berusaha sabar dia malah marah-marah melemparkan kesalahan. Setidaknya tahu nama dia aja mungkin bisa jadi modal awal buat nyantet.  "Bahasa Inggris kamu salah, loh. Enggak malu ngomong nyaring-nyaring, tapi ternyata kacau?"  Aku menatap tajam. Sudah berapa lama waktu yang kuhabiskan demi menangkap gadis ini dan sekarang dia malah kembali buang-buang waktu dengan jurus payahnya. "Lagi-lagi pengalihan isu. Enggak usah buang-buang waktu, deh. Kamu ikut aku sekarang!" Lalu mataku otomatis mengarah pada sepeda berkeranjang sewarna putih kapur, sedang tergeletak di antara beberapa kelopak bunga matahari yang hancur akibat insiden tadi. Boss Benji bakal beneran marah, tapi bukan itu saja fokusku. "Jangan-jangan kamu juga nyolong sepeda, ya?!" tuduhku penuh keyakinan.  Dia mencubit lenganku lagi, tapi enggak keras-keras amat dari sebelumnya. "Aku enggak nyangka kamu ternyata tukang fitnah. Tanggung jawabmu jadi bertambah, sekarang kamu harus bonceng aku pake sepeda buat beli obat luka kalau enggak, aku bakal—"  "Kok malah kamu yang nge-gas?!" Oh, baiklah sekarang aku sudah sama berisiknya dengan Putri dan Kirana yang kalau sudah ketemu selalu memperdebatkan kehebatan Boyband kesukaan mereka.  "Jelas karena kamu nyebelin. Kamu sudah buat aku luka-luka, buat aku capek lari, dan bikin sepeda aku lecet. Semua itu enggak sesuai dengan ongkos bunga yang kubawa!" Dia mendorong dadaku lalu pergi begitu saja.  Bayangkan micin dicampur sambalado diaduk dalam larutan kopi. Aku mau muntah ngebayanginnya dan itu sama dengan drama yang dibuat cewek ini. "Kalau itu maumu. Aku bakal tanggung jawab." Rasanya sudah kayak habis ngehamilin anak orang, terus kabur gitu aja, sampai si cewek harus berbuat ulah demi mendapatkan perhatian cowoknya. Itulah yang kuterka dari pandangan orang-orang yang senyum-senyum heboh bin miris ketika mereka lagi nontonin kami.  "Kalau gitu ambilin sepedanya dan bonceng aku ke apotek, terus ... aku juga bakalan tanggung jawab," katanya masih dengan nada nge-gas dan karena malas buang-buang waktu lebih lama lagi, aku langsung menurut. "Selamat, Anda kena tipu dua kali!! Haha," serunya tiba-tiba yang membuatku terkaget-kaget dan dengan panik berlari ke pinggir jalan, menyaksikan si kucing bermuka kuda kembali berlari sambil mengolokku.  Lagi-lagi kecolongan, tapi bukan berarti bahwa aku bakal ngelepasin gadis itu secara cuma-cuma. Perang belum berakhir dan pulang tanpa hasil itu pamali karena Boss Benji akan lebih marah lagi sebab kesalahanku sudah berlapis-lapis. Namun, belum sempat lari, bahuku malah di tahan sama om-om bertubuh tegap dengan goresan bekas luka searah vertikal di mata kiri. Seketika jadi ingat Zoro di anime One Piece.  "Si Bule cantik itu tadi nitipin ini, katanya kamu kudu balikin ke dia. Jangan lupa bawa sepedanya atau dia enggak mau ganti rugi dan bakalan buat Boss kamu makin marah." Memberikan ponsel yang dia bilang dari cewek ngeselin, om preman berhati malaikat pun langsung pergi.  "Hah, ma-makasih, Om," kataku gagap, buru-buru sebelum dia pergi jauh. Sebenarnya aku enggak bilang makasih pun enggak masalah, tapi nenek mengingatkanku untuk terus ngomong terima kasih kalau dibantu. Itung-itung balas budi kalau belum mampu kasih hal serupa.  Tapi di antara orang-orang yang tadi nonton drama kacangan kami dan kepergian om preman, satu pun di antara mereka pasti tidak ada yang tahu kalau beberapa kali, setelah menerima ponsel cewek kucing bermuka kuda aku jadi enggak sabar buat mengumpat. Dan sekarang kepalaku sudah dipenuhi dengan u*****n, perpaduan antara makanan, minuman, serta bumbu yang jika dibayangkan akan membuat mual.  Sama dengan kalau mengingat bahwa om tadi bilang kalau cewek ngeselin itu cantik. Harimau ompong, memang dari mananya dia keliatan cantik. Dia pencuri, suka nyalahin orang, terus bikin repot. Enggak bertanggung jawab pula! Siapa pun yang tahu isi kepalaku pasti bakal nyolot bilang aku kayak cewek saat ngedumel. Itu wajar kok, cowok selalu serba salah.  Berjalan gontai menuju sepeda, sambil menyimpan ponsel ke dalam saku celana kiri. Lampu di dalam otakku tiba-tiba memaksa untuk berpikir tentang apa yang harus dikatakan di depan Boss Benji. Perkataan maaf, tidak akan diterima kalau terdengar enteng. Aku sudah pengalaman dan Boss Benji suka hal dramatis, jadi luka-luka akibat insiden tadi bisa jadi alasan supaya enggak kena marah atau mungkin ponsel ini kujadikan jaminan kalau boss menyinggung masalah gaji.  Jangan sampai potong gaji. Cuma itu doaku hari ini. Tuhan enggak pelit, 'kan?  Aku mengayuh sepeda lebih cepat dari sebelumnya, seperti satu detik ke depan bakalan kiamat. Namun, lagi-lagi sesuatu menahanku, kulit paha atasku berdisko ria akibat getaran dari ponsel yang bertubi-tubi. Pasti panggilan telepon. Kuharap bukan pemilik ponsel sebenarnya. Memperlambat laju sepeda kulihat nama siapa di layar ponsel.  Annora Almeta dengan foto cewek bule yang mukanya beneran kuhapal dari awal ketemu. Babon lipat kebelet! Sekarang apa lagi?  "Buruan ketemu di depan Toko Bunga Dahlia. Aku sudah di sini, jangan lupa obat sama minuman cola. Kelamaan lari terus naik gojek bikin capek dan tadi aku bayar pakai uang orang, namanya Putri. Kubilang kamu bakalan gantiin jadi jangan lama-lama."  Dan setelah mendengar ocehan panjang lebar nan cempreng itu, aku hanya bisa bilang kalau babon lipat kebelet, dimasukin ke dalam kuali dan disantap pakai cola ternyata benar-benar buruk sekaligus mustahil. Sama seperti yang kualami hari ini, mustahil untuk benar-benar bebas dari masalah. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD