Part 2

1882 Words
Part 2 Everything that's I need is in you. Segala hal yang aku butuhkan ada padamu **** Marcelle mendatangi AOI setelah semalam mendengar jika adiknya adalah bagian dari AOI. Marcelle heran, apa adiknya tidak bisa seperti Riana saja? Kalian ingat Riana bukan? Sepupu yang selalu jadi teman curhat Marcelle atau pun Marcello. Nah, wanita itu sebentar lagi akan menikah dengan musuh bebuyutannya, siapa lagi jika bukan Arkan. Jika Bella seperti Riana, pasti Marcelle akan sangat bahagia. Karena dia tidak harus mengkhawatirkan adiknya. Apalagi Marcelle tahu jika wanita seperti Riana lebih suka berada di dalam rumah atau butiknya demi menyelesaikan segala pekerjaan. Kalau Bella? Tidak seperti itu. Lepas pulang dari kampus bocah itu akan nongkrong di suatu tempat bersama teman-teman kecilnya yang juga model. Lalu, dari sana selalu saja insiden terjadi. Entah sepupunya si Alden di bully oleh orang yang tidak di kenal atau tiba-tiba ada seseorang yang mau menculiknya. Dan kalian tahu Bella akan melakukan apa? Menyelamatkannya seakan dia punya sembilan nyawa. Cih, Marcelle kesal sekali dengan adik perempuannya yang sok seperti laki-laki. Untungnya sejak insiden itu, Billy dan Bian selalu mengikuti kemana pun Bella pergi. Jadi Marcelle sedikit lega akan hal itu. Ada dua orang penjaga adiknya. Ah termasuk calon tunangannya, Alden. "Widih Tuan Muda Marcelle sudah berada di sini, ada apa anak muda? Apa kamu sama seperti Daddymu yang mencari tahu mengenai Bella?" Marcelle menatap Alan dengan seksama. Tangan kanan ayahnya ini memang sangat luar biasa dalam hal menjaga keluarganya. Wajar jika Daddynya memberikan perusahaan tapi sayangnya di tolak mentah-mentah. Dengan alasan Alan memilih jabatan tinggi di kantor Daddynya karena dia selalu mau balas budi tentang apa yang keluarga Daddynya berikan padanya dulu. Memang susah sekali mencari orang kepercayaan sepertinya. "Apa Daddy ada di sini?" Tanya Marcelle. "Di ruangan tempat di mana kalian dulu pernah berduel." Mendengar penjelasan Alan. Dia langsung berlari ke ruangan yang di maksud. Benar saja apa yang ada di kepalanya. Bella tengah berduel dengan lelaki tua alis bokapnya dengan Billy dan Bian dengan wajah lelah mereka serta Alden yang menyeringai seakan dia tahu kalau Bella bisa mengalahkan bapaknya sendiri. Ah, selain ada Rafael di sana juga Marcello tengah berdiam diri mengatur nafasnya. Jika Marcelle lihat, kembarannya pasti ikut berduel bersama. Bahkan dua adiknya yang lain sepertinya ikut permainan ini. Merasa tertantang, Marcelle mulai menyaksikan dengan serius bagaimana permainan sang adik. Bisa saja dia menantang sang adik dan dia menang. Maka dia akan buat Bella berdiam di rumah dibandingkan berada di sini. Lihat saja akan Marcelle lakukan demi melindungi adiknya. "Kalian semua akan kalah." Arlo muncul bersama Rafa dan Rio. Sahabat Daddynya yang datang bersama kedua kakeknya. Yang entah kenapa malah membuat mood Marcelle kesal sendiri. Karena dia yakin pasti dua kakeknya itu mau melihat cucu kesayangan mereka. Atau Jangan-jangan merekalah yang mengizinkan Bella bergabung dengan AOI. Jika benar, Marcelle tidak bisa berbuat apa-apa. "Aku akan mengalahkan Bella." Dengan begitu, dia akan memaksa dua kakek tua di sampingnya untuk membuat Bella kembali sebagai manusia seutuhnya. Marcelle tidak mau adiknya terluka sebagai agen AOI, apalagi tugasnya sangat berat jika sudah bergabung di sana. "Kamu yang akan kalah dengan adik kamu. Percaya deh sama Opa." Rio sangat percaya diri, karena cucu kesayangannya itu memang sungguh-sungguh ia latih. Bahkan sejak Bella berusia 5 tahun. Saat di mana dia melihat kedua kakaknya berlatih bela diri bersamanya dan Rafa. "Kita taruhan. Kalau aku menang, Bella tidak boleh bergabung dengan AOI. Kalau aku kalah ya kalian sudah tahu jawabannya." Marcelle melihat Rafael sudah berhenti melawan Bella dan menyatakan kekalahannya terhadap si bungsu. Marcelle heran siapa yang mengajari Bella? 'Tentu saja aku yang mengajarinya.' Marcelle mendengus saat mendengar suara hati Alden yang menyelinap masuk ke dalam kepalanya. Malah lelaki itu menunujuk wajah tengilnya seperti yang semalam dia lihat. Ia heran, apakah bocah itu kurang kerjaan sehingga berbicara lewat telepati. Menyebalkan sekali manusia itu. Hem. "Daddy kalah. Jadi, aku bisa gab--" "Tentu saya belum, Princess. Aku belum melawan kamu." Marcelle menatap adik bungsunya dengan tatapan yang begitu menyeramkan. Bagi anggta AOI yang tengah menyaksikan, mereka sudah bisa membaca bagaimana rupa seorang Marcelle Ar-Rasyid yang berganti rupa itu. Mungkin kalian bertanya-tanya mengenai marga Ar-Rasyid. Sepengetahuannya, Ar-Rasyid diambil dari nama marga kedua orang tua buyutnya yang murni keturunan arab. Mereka pindah ke Jerman hingga buyutnya membangun AOI bersama kakeknya. Memang keturunan Ar-Rasyid selalu sedikit. Cuma Rafael lah yang memiliki sejarah keturunan lebih dari satu, itulah kenapa perubahan sejarah ini menjadi daya tarik mereka semua. Apalagi Marcelle dan Marcello yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Banyak sekali orang yang memanfaatkan mereka tapi tidak bisa. Marcelle sendiri sudah muak menolak segala tawaran orang-orang padanya. Karena, jika Marcelle ambil dia tahu siasat mereka menggunakan dirinya. Itulah kenapa sulitnya mereka di ajak kerja sama karena pendengar ajaib Marcelle serta bisa membaca pikiran membuat Marcelle mudah menentukan siapa lawannya. Namun, hanya ada dua wanita yang tidak bisa Marcelle baca isi kepala dan hatinya. Yaitu, kekasihnya dan sang adik. Makanya saat dia berhadapan dengan Bella yang sudah bersiap melawannya. Dia sama sekali tidak tahu apa yang di rencanakan adiknya, atau apa yang mau adiknya serang pada bagian tubuhnya. Semuanya seakan sulit, tapi Marcelle bisa berjuang demi sang adik tidak terjerumus lubang hitam sepertinya. Alias ikut dunia AOI yang sebenarnya mempertaruhkan nyawa. "Kalau Kakak kalah, kalian tidak berhak ikut campur apa yang akan aku lakukan di AOI." "Deal. Kalau kamu kalah, keluar dari AOI." Marcelle kembali serius lepas menjawab penawaran adiknya. Saat suara peluit di bunyikan, maka saat itu lah Marcelle memulai semuanya. Tangkisan, tendangan serta pukulan yang adiknya berikan seakan kejutan baginya. Bahkan cara penyerangan Bella tidak seperti serangan pada umumnya. Bella memanipulasi gerakannya supaya Marcelle tidak bisa menyelesaikan itu dengan mudah. Bahkan baru kali ini Marcelle merasa lelah hanya bertarung. Bisa-bisanya adiknya seperti ini. Kalau begini caranya dia akan kalah. Ini saja, Marcelle mulai sulit membaca gerak-gerik adiknya karena beberapa kali kena pukul. Marcelle jadi punya ide. Dan ia yakin akan berhasil. "Alden awas tembakan!" Teriakan Marcelle membuat semua orang terfokus pada Alden. Hingga Marcelle yang awalnya tersenyum bahagia karena adiknya terjebak. Tiba-tiba... Brukkk... Baru saja mau memegang pundak adiknya, Marcelle lebih dulu dibanting ke lantai dengan Bella yang langsung duduk dipunggungnya. Hingga Bian yang melihat, langsung berlari masuk ke dalam dan menarik Bella untuk merayakan kemenangan. "Yuhu!! Kita menang. Yuhu..." Marcelle mendengar teriakan sepupunya yang sejak lahir sudah menjadi anak ketiga di keluarganya dengan perasaan dongkol. Kenapa bisa makhluk satu itu bahagia adiknya bergabung dengan AOI padahal dia sendiri tahu bagaimana pekerjaan AOI. "Kakak tidak akan memberikan tugas layaknya anggota AOI sama kamu. Jangan harap kamu bisa dapatkan itu." Marcelle menatap adik bungsunya tajam. Jika di ibaratkan sebuah pisau, mungkin tatapan Marcelle sudah melukai adiknya. Saking dia kesal di kalahkan oleh gadis mungil di depannya. Jujur, dalam lubuk hati Marcelle paling dalam. Baru kali ini asa yang bisa mengalahkannya. Mungkin karena dia bermain licik jadi kena balasannya. "Makanya Kak, jangan licik kalah deh jadinya. Lagian kenapa kamu ada rencana gitu si? Bukan seperti Marcelle biasanya." Marcelle merasakan tepukan di pundaknya. Ia menengok ke arah kembarannya dan menghela nafas sejenak. Ia juga kenapa gegabah melakukan tindakan tadi, persis bukan Marcelle sekali. Melihat adik bungsunya berjalan ke arahnya dan memeluk tubuhnya. Marcelle seakan merasa lega. Entah kenapa, padahal seharusnya dia khawatir dengan kondisi adiknya lepas pernyataan tadi. "Kak Acel, aku sangat tahu Kakak sayang sekali padaku. Bahkan saking sayangnya, Kakak selalu mendahului aku dibandingkan kekasih Kakak atau kerjaan Kakak. Aku tahu, Kakak khawatir bukan kalau aku dapat tugas dari klien AOI?" "Hem.." Marcelle mengelus kepala adiknya seakan makhluk dipelukannya begitu berharga baginya. Memang si, bahkan lebih berharga dibandingkan kekasihnya sendiri. Wajar, Marcelle melakukan hal tersebut. Karena nyawa adiknya tengah menjadi sasaran musuh bebuyutan keluarga mereka. "Tenang saja Kak, aku tidak akan melakukan tugas itu. Karena Opa Rio sama Kakek Rafa hanya mengizinkan aku membentuk tim sendiri untuk membantuku. Dan mana mungkin aku bisa jadi anggota sehebat AOI kalau masih ada cicak yang nempel padaku." Marcelle melihat kedua Kakeknya yang sudah bertos ria dengan Alden, seakan mereka senang menjebak Marcelle. Untung hari ini weekend, kalau tidak? Bisa-bisa anak kantornya akan jadi sasaran. "Wah ada acara apa nih si bungsu meluk Kakak sulungnya?" Marcelle melihat sang ibu datang bersama kekasihnya dan juga dua sahabat adiknya. Ah jangan lupakan Alexa. Gadis berkerudung yang sangat memikat hati adiknya yang muncul dibelakang mereka. "Mommy aku berhasil mengalahkan dia. Jadi Mommy mengizinkan bukan aku jalan sama Azzura dan Angel?" Marcelle hanya tersenyum saat melihat sang adik yang mau memeluk ibu mereka di tahan karena badan adiknya penuh keringat. Marcelle melangkahkan kakinya mendekati sang kekasih, Jesika. Tidak ada ciuman seperti yang Marcello ingin lakukan ke Alexa tapi di tahan wanita cantik itu. Hanya sebuah senyuman yang tersirat di wajah keduanya. "Aku ke atas." Hanya tiga kata yang keluar dari mulutnya langsung membuat sorak sorai berdatangan pada mereka. Hingga tiba di lantai atas, Marcelle menutup pintu ruangannya dan tidak lupa langsung memojokan Jesika. Ia mengecup bibir manis yang begitu menggodanya saat dia datang bersama sang ibu. Permainan bibir keduanya seakan menyiratkan sebuah kerinduan yang begitu dalam. Wajar saja, Jesika di culik oleh kembarannya Alden, Aidan namanya. Dan setahu Marcelle keduanya sedang melakukan perjalanan bisnis kemarin. Ya, tidak sia-sia lah ya jadi ketua AOI karena dia bisa menyuruh anak buahnya di negara antah berantah sekali pun mereka pasti akan melayaninya. "Andai aku tahu isi kepala kamu sayang, aku tidak akan merasa khawatir setiap saat." Marcelle melepaskan permainan bibir mereka. Sambil memberikan jeda pada kekasihnya untuk bernafas. Andai kamu tahu apa yang aku rasakan Marcelle. Ini sangat sulit bagiku. Jesika merasa senang karena hanya Aidan dan Alden yang tahu mengenai kehidupannya. Jesika takut jika suatu saat nanti dia melukai lelaki yang sangat dicintainya. Lelaki yang membuatnya tetap bertahan hidup di tengah-tengah kekacauan yang ada. Jesika memeluk kekasihnya. "Sebaiknya kamu tidak perlu tahu, karena isi hati dan kepalaku dipenuhi oleh namamu." Senyuman Jesika itu selalu membuat jantung Marcelle berdetak tidak karuan. "Kamu selalu tahu bagaimana cara memancingku, Sayang." Suara rendah Marcelle membuat mereka kembali menggila hanya dengan sebuah Kecupan bibir yang sialnya saat ini sudah lebih dari itu. Seorang Marcelle ternyata tidak kuasa dengan godaan kekasihnya. Bahkan dengan gemasnya dia berusaha melakukan lebih dari sekedar Kecupan bibir dan penanda di leher. Tapi sayang Jesika menahannya. Memang wanita itu selalu tahu kapan harus mengingatkan dia. "Cukup sayang, menikah dulu kamu baru dapatkan apa yang kamu mau." Ledek Jesika sambil merapikan pakaiannya dan duduk di sofa sambil menatap Marcelle yang tersenyum tipis. "Kita akan menikah setelah Riana menikah." Marcelle berbicara serius dihadapan kekasihnya. "Kamu ngelamar aku, atau maksa aku. Hem?" "Keduanya." Jawaban Marcelle membuat Jesika gemas mencubit pipinya. Biarkan kekasihnya tidak tahu masalah sebesar apa yang dia hadapi. Karena Jesika mau, lelaki itu tetap fokus mengejar orang yang hampir membunuh adiknya tanpa harus mengkhawatirkan dirinya. "Jika ada masa di mana aku menyakitimu. Percayalah saat itu adalah pilihan terberat ku. Dan ingat selalu dalam hati dan pikiranmu. Hanya satu nama yang selalu aku cintai sampai mati, Marcelle Ar-Rasyid." "Bukan Marcello?" Ledek Marcelle. "Bukanlah! Atau kam--" "Jangan katakan apa pun, aku hanya bercanda, Sayang." Jesika tertawa. Ia sangat tahu bagaimana posesifnya lelaki yang ditakuti oleh orang-orang di luar sana. Andai mereka tahu keanehan kekasihnya pasti image buruk itu akan tergantikan. "Aku sayang sekali sama kamu, jangan berpikir untuk pergi dariku atau aku akan menunjukan padamu sisi gelapku." Jesika hanya bisa tersenyum dan hari itu mereka memilih menghabiskan waktu di ruang pribadi Marcelle setelah lelaki itu membersihkan dirinya. ???
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD