“Nona, saya mohon, tolong jangan pecat saya.” wanita yang mengenakkan pakaian pelayan itu sudah bersimpuh di lantai. Rok bagian bawah miliknya tampak basah dan kotor. Beberapa orang di sekitar terlihat berbisik sembari menunduk ketakutan.
Ini bencana.
“Dasar kau tidak tahu diri! Manusia rendahan! Kau itu hanya sampah, harusnya kau tahu di mana tempatmu!”
Lalu sebuah tamparan keras melayang ke pipi pelayan itu. Ia meringis kesakitan.
“Sial. Kau membuat tanganku sakit. harusnya aku bunuh saja kau!”
Seorang pria berbadan sedikit besar tampak tergopoh menghampiri. Ada raut khawatir pada wajahnya. Dahinya berkerut dan dia sedikit berkeringat.
“Nona, Nona, tenanglah.”
“Minggir kau Gion. Jangan kau lindungi lagi dia. Aku harus menghabisinya hari ini!”
“Nona, tenanglah. Anda bisa darah tinggi.”
“Tutup mulutmu. Apa kau mau kuhajar juga?!” bentak gadis itu penuh amarah.
Meski takut, Gion tak bisa mundur. Jika akan ada pertumpahan darah, hal itu tak boleh terjadi di rumah ini.
“Nona, saya yang akan menanganinya. Saya pastikan dia diatasi seperti yang Nona mau. Tapi tolong, saya mohon, Nona tenang. Jangan kotori tangan Nona sendiri.”
Setelah mendengar kata penenang Gion, wanita itu sedikit melunak. Gion memberi kode pada pelayan pria itu membawa si pelayan wanita pergi. Pelayan wanita itu menjerit, meraung memohon ampun. Tapi perlahan suaranya menjadi lemah, lalu menghilang.
“Membuat kesal saja, dasar sial.”
Gion menghela napas lega. Ini jelas bukan hal yang aneh terjadi di dalam rumah ini. Tapi kali ini sepertinya jauh lebih serius.
“Siapa yang memilih pelayan-pelayan di rumah ini?! Apa kalian sengaja mengirim orang untuk membunuhku, hah?!” wanita itu kembali membentak penuh emosi, memandangi satu persatu pelayannya.
“Pelayan-pelayan ini dipilih dari rumah tua, Nona. Kepala pengurus rumah tangga di sana yang melakukan seleksi.”
“Sepertinya ada yang sengaja ingin menghancurkan aku. Berani-beraninya mengirim wanita gatal ke sini! Aku harus buat perhitungan. Aku tidak bisa tinggal diam atau mereka akan makin berani dan semena-mena.” Wanita itu bangkit, melakukan panggilan telfon entah dengan siapa.
…
Wanita dengan lipstik super merah itu tertawa. “Pasti wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Lalu bagaimana?”
“Nona Yerika marah besar, memukul pelayan itu sampai babak belur. Tak peduli pelayan itu sudah menjelaskan berapa kali, Nona Yerika tetap memukulnya membabi buta. Tapi foto-foto vulgar pelayan itu di dalam kamar Tuan Rafael dan ruang bacanya memang sudah kelewatan.”
“Apa pelayan itu mati di sana?”
“Tidak. Tuan Gion cepat datang dan membawa pelayan itu pergi dan saya tidak tahu apa yang terjadi. kemungkinan besar dia dipulangkan atau bisa jadi dijual.”
“Cih, si Yerika itu pasti sangat besar kepala karena Rafael sangat memanjakannya. Menghabisi nyawa makhluk rendahan begitu memang tidak sulit. Tapi apa Rafael akan tetap diam jika ada banyak orang hilang dikediamannya?”
“Tapi bagaimana kalau Nona Yerika tidak membiarkan kejadian ini lewat begitu saja, Nona? Bagaimana kalau dia menyelidikinya?”
“Biarkan saja. memang kau pikir aku takut padanya? Aku juga bukan orang biasa di dalam keluarga ini. Dia harus menghormatiku dan pastinya aku punya dukungan yang tidak Yerika miliki.”
Pelayan itu mengangguk.
…
“Ada masalah apalagi? Tidak bisakah aku tenang satu hari saja?” Nyonya Besar keluarga Jovic, Milea Jovic terlihat berwajah masam. Dalam 3 hari akan ada peringatan kematian ibu mertuanya yang ke 10, tapi ia tidak bisa berpikir dengan tenang. Selalu ada masalah setiap hari.
“Nona Yerika melayangkan protes ke rumah tua, Nyonya. Dia memprotes kinerja kepala pengurus rumah tangga.”
Milea memejamkan matanya sesaat. “Apa Rafael masih belum kembali?”
Pelayan itu menggeleng.
“Rafael. Bagaimana Kakek akan percaya padamu kalau mengurus hal sepele seperti ini saja kau tidak bisa.” Milea pasti sangat kesal hingga gumaman itu terlontar dari bibirnya.
“Ya sudah, aku akan urus itu nanti. Ada masalah yang lebih penting yang harus diurus.”
“Baik, Nyonya.”
“Siapkan mobil.”
Pelayan itu mengangguk kemudian berlalu.
…
Rumah tua milik keluarga Jovic adalah salah satu bangunan termegah dan terluas di Kota Loure. Keluarga mereka sangat terpandang, dihormati dan terkenal di mana-mana. Di antara semua sepupu yang ia miliki, Rafael adalah sosok yang paling menjanjikan untuk menjadi penerus tahta yang kini dipegang oleh sang ayah. Meski tidak menutup kemungkinan untuk sepupunya yang lain. Persaingan berjalan ketat tapi sayangnya Rafael terlalu kuat untuk bisa dikalahkan. Ia cerdas, tampan, dan tentunya penuh perhitungan.
Entah ini bisa dihitung sebagai kelemahan Rafael atau bukan. Pria itu terkenal sangat bucin pada istrinya. Bisa dibilang Yerika adalah satu-satunya wanita yang pernah dekat dengan Rafael sejak masa emas pria itu. jadi bisa dikatakan Rafael sangat jauh dari gosip murahan perselingkuhan. Yerika pun terkenal sebagai wanita yang baik, anggun, dan bersahaja. Tidak heran keduanya terkenal sebagai couple goals.
Namun, di samping semua hal positif itu, juga tersembunyi hal-hal negatif yang memang tertutup rapat di balik pagar rumah tua keluarga Jovic. Persaingan antara ipar dan menantu yang terus terjadi selama bertahun-tahun. Para pendatang seolah berlomba-lomba ingin menunjukkan kekuatan dan kehebatan diri mereka agar dipandang lebih baik oleh para tetua keluarga Jovic. Kadang mereka tidak segan untuk menjebak satu sama lain. seperti akhir-akhir ini di mana berita-berita buruk selalu berdatangan dari kediaman Rafael.
…
Misan City, 3 tahun lalu.
“Kau yakin mau kembali? Kau masih belum terlalu pulih. beberapa bagian tubuhmu juga masih rusak. Masih butuh waktu untuk memperbaikinya hingga benar-benar bagus.”
“Berapa lama lagi? Sudah 5 tahun berlalu.”
“Melihat tingkat keparahannya, mungkin 4 atau 5 tahun lagi.”
Gadis berambut pendek itu menghela napas frustasi. Emosinya sudah cukup terkendali dibandingkan dengan 5 tahun lalu. ia berusaha keras untuk bisa menjadi lebih baik. perjuangannya masih panjang dan dia tidak bisa bersantai.
“Apa tidak bisa lebih cepat? Menghabiskan 4 atau 5 tahun lagi tanpa melakukan apa-apa benar-benar perbuatan yang sia-sia.”
“Kau masih muda, Ryena. Aku tahu kau punya hal penting yang ingin segera kau kerjakan. Tapi jika tubuhnya ambruk di tengah perjuanganmu, bukankah itu akan lebih sia-sia?”
Ryenata dihadapkan pada hal yang tak bisa ia pilih. Ia pun sebenarnya dikejar waktu.
“Aku akan berusaha melakukan yang terbaik. Paling cepat kau bisa pulih itu 3 tahun, tidak bisa lebih cepat dari itu. saranku, kau fokus saja pada pemulihanmu. Maksudku, pikiranmu. Pikiranmu harus pulih dulu, agar tubuhmu bisa ikut pulih.”
Tak ada pilihan lain.