E 1. Kota Loure

949 Words
Chapter 1 “Anda ingin pesan apa, Miss?” “Teq*ila.” “Okay..” bartender itu langsung membuat racikan minuman untuk Ryenata. Sembari menunggu, gadis itu mengedarkan pandangan ke sekeliling. Mungkin ia datang terlalu cepat ke tempat ini. Masih agak sepi dan belum tampak wujud dari orang yang ia cari. “Ini minumanmu.” Ryenata mengangkat gelasnya dan meneguk perlahan minuman beralkoh*l itu. ia sedikit mengernyit, namun terlihat menikmati. “Ini enak. Kau cerdas.” Bartender itu mengangkat alisnya. Ia tak yakin Ryenata memujinya karena gadis itu memang polos atau ada makna lain di balik pujian yang terdengar sedikit lucu itu. Ia sudah menjadi bartender cukup lama dan rasanya ia juga cukup terkenal. “Anda baru di sini, Miss?” “Ya,” Ryenata menjawab jujur. Bartender itu manggut-manggut. “Kenapa? Apa terlihat jelas?” Bartender tampan itu tersenyum. “Pujianmu tadi terdengar sangat tulus.” Alis Ryenata terangkat sedikit. “Ah, sepertinya kau tersinggung.” “Tidak, bukan begitu.” “Aku sungguh-sungguh memujimu. Mungkin kau memang bartender yang hebat dan sudah terkenal. Sebagai orang baru yang tidak tahu, bukankah terdengar lebih keren jika aku memujimu?” Bartender itu mengulum senyumnya. Ia tahu bahwa Ryenata itu punya kontrol emosi yang bagus dan ia cerdas dalam berkata-kata. “This on me, Miss. Selamat datang di Loure City.” Ryenata menerima minuman itu dan mengangkat tanda hormat. Tak lupa sebuah senyum manis terukir di bibirnya. Setengah jam kemudian. “Boleh aku bertanya?” “Tentu.” “Apa tempat ini sering didatangi oleh orang-orang besar di Loure?” “Hmm orang-orang besar seperti.. itu?” Ryenata memutar kepala dan menemukan sosok tinggi besar yang tempo hari ia lihat di hotel. Sosok sama yang meninggalkan sedikit bekas di ingatannya. “Apa dia orang besar?” Bartender itu terdiam sebentar. “Sepertinya anda berasal dari tempat yang sangat jauh, Miss,” ucap pria itu. “Saya bisa katakan bahwa dia orang yang sangat besar. Setidaknya dia masuk dalam daftar orang-orang penting di Loure. Ya, meski pun dia tidak berasal dari tempat ini. Tapi dia sangat terkenal.” “Oh ya?” Ryenata terlihat berpikir. Saat di hotel ia memang sempat menduga bahwa pria itu bukan orang biasa mengingat hotel semewah itu tunduk padanya. Tapi Ryenata tak menduga bahwa pria itu memang bukan orang sembarangan. “Tapi dia tidak begitu suka tampil di layar, jadi cukup sulit untuk melihatnya muncul di media. Selain itu,” bartender itu menjeda. “Kebanyakan orang tidak tahu wajahnya. Mereka hanya tahu namanya.” “Lalu bagaimana kau tahu itu dia?” Bartender itu tersenyum tipis. Ia tak menjawab pertanyaan Ryenata, alih-alih menyapa. “Selamat malam, Bos. Ada permintaan khusus malam ini?” Ryenata menoleh pada sosok tinggi besar yang berjarak hanya beberapa senti meter di depannya itu. “Seperti biasa.” Pria itu lalu menoleh pada Ryenata. Ia tidak terlihat terkejut, seolah memang menyadari keberadaan Ryenata sejak awal. “Kita bertemu lagi.” “Ya, aneh sekali. Apakah Loure adalah kota yang kecil?” “Atau mungkin takdir memiliki nama kita bersama di dalamnya?” Sudut bibir Ryenata terangkat sekilas. “Anda memang terlihat seperti seorang pem*in yang ulung. Tapi aku berharap dugaanku salah.” Pria itu mengulurkan tangannya. “Syane..” Ryenata pandangi tangan itu cukup lama. “Kau sudah tahu namaku, kan?” Ryenata menjawab uluran tangan itu. “Ryenata.” “Aku punya ruangan di atas. Jika berkenan kita bisa berbincang di sana dengan lebih tenang.” Ryenata menarik tangannya. “Hm, tidak—terima kasih. Aku sudah selesai dengan urusanku. Ibu bilang bahaya jika minum dengan orang yang baru dikenal.” Ryenata meraih tasnya, kemudian turun dari kursi b*r. Ia meletakkan selembar uang 100 Dollar di atas meja kemudian berlalu. “Anda tertarik padanya, Bos?” Syane menghembuskan napas pelan, mengalihkan pandangan dari arah Ryenata pergi. “Bawa minuman ke atas,” perintahnya. Bartender itu tersenyum dan mengangguk. Syane kemudian berlalu. … “Dia memang bukan orang sembarangan. Tapi aku punya firasat buruk soal dia. Sebaiknya tidak usah dekat dengannya.” Ryenata menyalakan mobilnya. Tapi sesaat kemudian ia terdiam, sesuatu muncul di dalam kepalanya. “Sebaiknya aku cari tahu dulu soal dia. Jika dia memang bukan orang sembarangan, bukankah aku bisa memanfaatkannya nanti?” Ryenata menekan pedal gas. Monitor pada mobil menyala, menampilkan sebuah panggilan keluar. “Tolong cari informasi tentang Syane. Semakin banyak semakin baik.” “Baik, Miss.” “Syane, aku harap kau berguna..” mobil Ryenata melaju kencang membelah jalan raya. … “Tidak ada informasi khusus?” Ryenata memandangi layar iPadnya. Tentu saja ia tak percaya dengan apa yang ada di sana. bagaimana mungkin seorang Syane tidak punya informasi khusus. Bartender tadi memang mengatakan kalau Syane tidak suka tampil di hadapan umum serta media dalam artian informasi tentangnya pasti dirahasiakan. Tapi tidak mungkin rasanya hacker kepercayaammya ini tidak berhasil menemukan apa pun. “Aneh, kan? Aku juga merasa begitu,” ucap Alda. Ia mengambil satu kaleng minuman bersoda. Suara ‘cesss’ terdengar kala ia membuka tutup kaleng itu. “Tapi aku memang sudah mencari dari segala sumber dan hasilnya memang nihil. Maksudku tidak benar-benar nihil, tapi tidak ada yang spesial.” Ryenata tetap tenang, tak ingin putus asa terlalu cepat. Jelas putus asa bukanlah karakternya. Bukan jalan yang mudah untuknya sampai pada titik ini dan menyerah adalah sebuah penghinaan atas kerja kerasnya. “Atau..” Alda menjeda, hingga tatap matanya bertemu dengan manik coklat terang milik Ryenata. “Identitasnya dipalsukan. Maksudku sebenarnya Syane tidak ada.” Dahi Ryenata sedikit mengerut. Ini bisa dikatakan spekulasi gila. “Kau mau ke mana?” Alda terpaksa sedikit memutar kepala sebab Ryenata tiba-tiba bangkit dan meninggalkan studionya. “Aku cari angin dulu.” Pintu tertutup dan Ryenata hilang dalam kesunyian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD