Chapter 2: Hard For Me

1332 Words
Waktu telah menujukan pukul tiga dini hari. Aku tak henti, memandang layar handphone milikku. Telah ku putuskan untuk menonaktifkan kolom komentar di semua postingan dan mengubah profilku menjadi privat, guna menghindari komentar jahat yang terus memojokkanku. Semua akun sosial mediaku begitu ramai oleh cacian dan pertanyaan mengenai rumor yang berkembang saat ini. Jadi aku berniat untuk menghilang sementara dari jagat maya, guna menenangkan diri. Aku sungguh tak mengenal lelaki bernama Cho Seungyoun itu. Aku hanya merasa pernah melihatnya, bukan berarti kami saling mengenal apalagi sampai menjalin hubungan. Mengapa pemberitaan diluar sana menyimpulkan bahwa aku kekasih lelaki itu? Aku sungguh tak habis pikir dengan segalanya. Padahal aku hanya memberi pertolongan untuknya, namun niat baikku itu seperti dimanfaatkan pihak yang tak bertanggung jawab untuk menjatuhkan lelaki itu. Kini, aku tahu benar kesulitan yang ia rasakan . Ku nonaktifkan handphone milikku. Merubah posisi tidurku menjadi terlentang, berharap dengan mudahnya terlelap. Namun, kepalaku pusing. Aku mengingat semua makian yang aku terima hari ini. Tanpa sadar memecah tangisku untuk kesekian kalinya. Baru saja aku merasa bahagia berkat Wooseok, langsung tergantikan dengan kesedihan akibat tuduhan yang tak menyenangkan itu. Lelaki itu harus buka suara, mengenai tuduhan yang tak mendasar untukku. Aku harus mencari keberadaan lelaki itu, besok. Ya, semua harus segera diluruskan sebelum rumor itu semakin berkembang. """""""""""""""""""""""" Esoknya.. Aku sedang menunggu bus di sebuah halte setelah menempuh kuliah seharian. Bahkan teman-teman di kampusku juga ikut memberi makian untukku. Semua terlalu mudah termakan berita yang tak mendasar itu. Namun, tak banyak juga yang berusaha menghiburku di kelas. Membuatku sadar, reality ini sangat mengerikan. "Bukankan ia yang bernama Lee Y/n?" "Aku bahkan tak menyangka Seungyoun oppa mengencani wanita sepertinya." "Ia sangat pintar menutupi kehamilannya. Bahkan aku tak menyadari bahwa ia hamil kemarin." "Bukankah ia agak berisi? Perutnya saja buncit walau ia tak hamil." "Masih cantikan kamu, Yoreum-ah." "Tentu saja, lihat saja. Aku yakin sebentar lagi hubungan mereka akan kandas dan Seungyoun oppa akan meninggalkan Y/n bersama anak haram itu sendirian." Ku pejamkan mataku erat, tubuhku bergetar, rambut menutupi sebagian wajahku, aku terus berusaha menahan amarah dan tangisku hingga membuat dadaku sesak. Aku tak boleh terlihat lemah di depan mereka. "Aku bukan kekasihnya," Gumamku pelan. Ku hembuskan napasku kasar setelah mengatakan itu. "Jangan dihiraukan omongan mereka." Wanita yang duduk disebelahku berusaha menenangkanku dengan mengelus punggungku pelan. Aku hanya diam, tanpa bertindak apapun. Setidaknya wanita itu dapat sedikit menenangkanku. Ku putuskan untuk duduk tegak seolah tak terjadi apapun padaku. Ku berikan senyuman terbaik utuk wanita yang menenangkanku. Tak lama handphoneku berdering. Tertulis nama Areum di layar handphoneku. "Ne, Areum-ah." "Kau dimana?" Tanya Areum dengan sedikit terburu-buru. "Halte bus kampus, waeyo?" Aku berbicara dengan nada riang, seperti tak terjadi apapun. Aku tak boleh terlihat lemah, walaupun rasanya aku ingin mematahkan leher mereka yang memakiku tadi. "Temui aku di Cafe Blossom ya." Ucapnya. Tapi tunggu, bukankah ia sedang berada di kampung halamannya? Baru aku ingin menanyakan tentang keberadaanya balik, buru-buru Areum mematikan panggilan tersebut. """""""""""""""""""""""'"""""" Cafe Blossom Aku duduk di sebuah bangku yang berada di ujung ruangan, menunggu kedatangan teman dekatku yaitu Areum. Aku sempat berpikir bahwa Areum hanya berniat mengerjaiku saja karena hampir satu jam aku menunggu kedatangannya disini. Hingga sosok yang aku tunggu akhirnya muncul, "Y/n-ah!" Tak lama aku mendengar suara imutnya itu. Langsung ku bawa wanita cantik itu ke dalam pelukanku. "Aigoo, temanku ini." Gumamnya, aku tak bisa menutupi lagi kebahagian ketika bertemu dengannya. Aku memeluknya erat, seolah melampiaskan segala yang aku rasakan dalam pelukan ini. "Aku pikir kau masih di Australia." Gadis cantik berambut blonde ini adalah salah satu teman dekatku. Ia berdarah campuran Australia-Korea dan sekarang ia sedang mengambil cuti guna berlibur di kampung halamannya. "Setelah mendengar berita tentangmu. Aku merasa harus menemanimu disini, jadi aku pulang tadi pagi." Aku merasa tak enak dengannya. Namun sepertinya ia tahu isi pikiranku. "Gwenchana, lagipula aku juga sedang cuti kuliah untuk menyelesaikan skripsiku." Ucapnya. Aku tak menyangka, masih diberikan teman terbaik sepertinya. Kehadiran Areum memang sangat aku butuhkan saat ini, guna menghiburku dari kejamnya dunia. "Gomawo Areum-ah.." Ucapku sembari tersenyum penuh arti. "Aku tahu itu tidak benar bukan?" Tanya Areum. Tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk Areum mengetahui segala tentangku. "Ne, sangat tidak benar. Aku bahkan tak mengenal lelaki bernama Seungyoun itu." Tambahku. "Dia seorang solois dengan nama panggung WOODZ. Kelahiran 1994, berasal dari provinsi Gyeonggi. Ia berbakat dan sangat tampan, namun di puncak karirnya ia diterpa kabar tak menyenangkan mengenai kekasihnya yang hamil di luar nikah. Setelah berbulan-bulan ia menghilang, Seungyoun akhirnya muncul dengan percobaan bunuh diri yang melibatkanmu juga." Ucapnya. Aku bahkan belum mencari tahu tentang lelaki itu. "Aku tak menyangka bahwa ia seorang publik figur. Ia mencoba bunuh diri di depan mataku. Maka dari itu aku berusaha mencegahnya. Aku memeluknya guna menenangkannya. Namun, ada seseorang yang tak bertanggung jawab mengambil foto kami dan menyebarkan rumor tak jelas tentangku." Ucapku, potongan ingatan mengenai kejadian sore itu mulai memenuhi pikiranku. Aku memandang gelas kopi di hadapanku, berusaha menahan tangisku yang ingin pecah. Aku takut dengan tatapan orang-orang disekitar kami saat ini. "Mereka mengira bahwa kau ibu dari anak itu, kau kekasih Seungyoun." Ujar Areum dengan sedikit menurunkan nada bicaranya. "Oh tuhan, bukan.." Aku menunduk guna menutup wajahku menggunakan rambutku. Bibirku bergetar hebat seiring pecahnya tangisku. Buru-buru aku hapus kasar air mataku itu sebelum orang-orang disekitar kami menyadari kesedihanku. "Gwenchana." Areum mengelus tanganku pelan. "Aku terus dibanjiri komentar tak menyenangkan mengenai rumor itu." Ujarku. Tak berani menatap atensi Areum. Ada perasaan malu, takut, tak berdaya yang aku rasakan saat ini. Aku begitu terpukul dengan rumor itu. "Mengapa kau tak berusaha menjelaskan kepada mereka?" Tanya Areum. "Aku tak berani." Gumamku. "Gwenchana, aku akan membantumu." Kini ku beranikan diri menatap Areum dihadapanku. "Aku masih berharap pihak Seungyoun sendiri yang menjelaskannya. Aku yakin dengan penjelasanku tak banyak membantu penyelesaian masalah." Aku menyampaikan segala ketakutan yang aku rasakan saat ini. Setidaknya aku bisa sedikit lebih lega.. """"""""""""""""""""""""" Setelah perbincangan cukup lama mengenai langkah apa yang harus aku lakukan, bersama Areum. Kami memutuskan untuk menunggu hingga besok hari, jika memang tak ada pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh pihak Seungyoun maka aku yang akan mengeluarkan pernyataan itu. Tak perduli dengan respon publik, aku hanya ingin menjalani kehidupan normal tanpa permasalahan yang rumit seperti ini. Waktu telah menunjukan pukul tujuh malam. Aku melangkahkan kakiku berat menyusuri sebuah gang menuju rumah Wooseok. Aku harus memberikan titipan Wooseok untuk ibunya. Berharap ibu Wooseok belum mengetahui tentang rumor itu, karena pemberitaan di luar sana memang sangat mengerikan. Aku tak ingin menjelaskan apapun yang bahkan tak pernah aku lakukan. Tinn!! Tiba-tiba ada sebuah mobil yang mengklakson dari belakang. Aku berusaha tak memperdulikannya dan hanya menepikan tubuhku untuk berjalan dipinggir gang. Namun perasaanku menjadi tak enak, aku merasakan ada seseorang yang seperti mengejarku dari belakang. Tak lama, aku merasa tubuhku ditahan oleh seseorang laki-laki. Langkahku terhenti. "Y/n-ssi!!" Panggilnya. Aku menoleh, dalam hati berharap bukanlah seseorang yang dapat mengancam jiwaku. Namun, "Kau?" Dia Seunyoun. Aku tahu benar karena aku dapat mengenalinya walau ia menggunakan masker yang menutupi wajahnya. "Ikut aku, aku mau menjelaskan sesuatu padamu." Ajaknya. Seungyoun menarik tanganku untuk masuk ke dalam sebuah mobil berwarna hitam. Tanpa perlawanan, aku mengikuti perintahnya untuk memasuki mobil tersebut. Di dalam mobil, suasana hening menyelimuti kami. Aku hanya memainkan tanganku, begitu gugup dengan segala hal. "Maafkan aku." Ucapnya. Aku menoleh ke arah lelaki itu. "Mengapa agensimu tak mengeluarkan pernyataan resmi mengenai rumor itu?" Tanyaku langsung to the point. Ia menghembuskan napasnya berat, seolah begitu banyak beban yang ia tanggung sendirian. "Maaf, aku juga tak menyangka akan ada rumor seperti itu." Ia hanya terus meminta maaf. Aku kesal, namun aku tahu ia bukanlah orang yang pantas untuk ku melampiaskan segala kekesalanku. Ia juga korban dalam hal ini. "Perlukah aku yang angkat bicara mengenai rumor ini?" Tanyaku. Ia menggelengkan kepalanya cepat, sambil sesekali menatapku."Aniya, tak perlu!!" Ia mencegahku. Membuatku sedikit bingung, "Lalu apa yang kau tunggu?" Tanyaku. Aku tak ingin rumor buruk ini terus berlarut-larut. Aku sudah cukup menderita atas pemberitaan yang tak benar, diluar sana. Mobil ini berhenti di lampu merah. Seungyoun menatapku penuh arti, "Aku masih sangat membutuhkan bantuanmu.." Ucapnya. Bantuan apa lagi?? To Be Continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD