Chapter 07

1232 Words
    Distrik 1.     Adam masuk ke ruang kerja Reygan dengan membawa sebuah berkas di tangannya. Sejenak menarik perhatian dari pria berkaca mata yang saat itu duduk di balik meja kerjanya. Tak berniat memberikan kalimat sapaan, Adam segera menghampiri Reygan dan berdiri di samping rekannya itu lalu menaruh berkas yang ia bawa ke atas meja.     "Apa ini?"     "Hasil pemeriksaan Erica."     Reygan sempat tertegun sebelum tertawa pelan. Merasa telinganya bermasalah saat mendengar Adam menyebut nama itu, pasalnya rekannya itu memberikan nama Erica pada tikus yang mereka jadikan sebagai objek percobaan.     Adam yang melihat itu lantas memukul bahu Reygan. "Aku sedang serius."     "Kau memang orang aneh. Lagi pula apakah kau tahu tikus itu jantan atau betina?"     Adam menjawab dengan acuh, "jika jantan, panggil saja Eric. Kau tidak perlu repot-repot memikirkan hal itu."     Reygan sejenak menggelengkan kepalanya sebelum membuka berkas yang dibawakan oleh Adam sebelumnya. Membenahi posisi kaca matanya, Reygan mulai memeriksa hasil laporan dari percobaan mereka kali ini.     "Bagaimana keadaan tikus itu saat ini?"     "Kemarin aku melihatnya dan dia baik saja, tapi pagi ini dia sudah mati."     "Sudah mati?" Reygan tampak terkejut dan sempat memandang Adam dengan netra yang sedikit melebar. "Berarti kita gagal lagi?"      "Kita bukan Tuhan, tidak ada hasil yang baik tanpa kerja keras. Kau lihat ini," Adam mengambil lembar kedua yang kemudian ia perlihatkan pada Reygan. Menumpukan satu tangan di atas meja dan sedikit merendahkan tubuhnya. "Hari pertama setelah infeksi menyebar dan vaksin diberikan, kondisi tikus itu menurun. Tapi di hari setelahnya, terjadi peningkatan antibodi."     "Terhitung lima hari sejak pemberian vaksin," gumam Reygan dengan wajah yang penuh pertimbangan.     "Benar. Aku pikir vaksin ini bekerja lebih baik dari sebelumnya. Kondisi tikus itu mengalami siklus naik turun dalam rentang waktu yang tidak bisa beraturan. Itu berarti vaksin yang kita berikan tengah bekerja. Membangun antibodi untuk menyembuhkan infeksi."     "Tapi vaksin itu belum cukup kuat."     "Tepat. Kau ingat? Pada percobaan kita sebelum ini, tikus itu hanya mampu bertahan selama dua hari sejak infeksi menyebar dan pemberian vaksin. Kita telah melakukan peningkatan dengan menambah masa kehidupan menjadi sekitar empat sampai lima hari … aku pikir vaksin ini sedikit membantu tapi belum efektif untuk membentuk antibodi dan mematikan virus."     "Kita perlu melakukan riset kembali tentang vaksin yang kemarin untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Kau sudah menghubungi Xiaojun?" Reygan memandang Adam.     "Belum, aku harus membicarakannya dulu denganmu. Lagi pula aku terlalu malas untuk berhubungan dengan orang itu. Kau saja yang menghubunginya."     "Kau ini memang keterlaluan," gumam Reygan.     "Xiaojun temanmu, kau saja yang menghubunginya," balas Adam, dan jika sudah seperti ini mereka akan berakhir dengan perang mulut jika tidak ada salah satu yang mengalah.     "Di mana bangkai tikusnya?"     "Masih di Lab."     "Pastikan tidak ada yang menyentuh bangkai tikus itu. Kau pergilah dulu, aku akan menyusul setelah mengabari Xiaojun."     "Ya, ya, ya. Aku tahu. Aku memang selalu menjadi pesuruhmu," ucap Adam dengan suara malas yang ditujukan untuk mencibir Reygan.     Reygan tersenyum lebar dan menepuk bahu Adam beberapa kali. Dia lantas berucap, "bukan pesuruh, kau mengerti, kan bahwa siapa yang lebih senior di antara kita berdua?"     Adam menegakkan tubuhnya. Menatap sinis sebelum berujar dengan suara yang cukup keras, "aku datang lebih dulu dari dirimu!"     "Tapi aku mendapatkan gelar sarjanaku lebih dulu darimu," balas Reygan dengan pembawaan yang santai.     "Teruslah menyombongkan diri di hadapanku. Hanya karena kau pernah bekerja di Harvard, kau kira kau orang yang paling hebat?"     "Jika aku merasa menjadi orang yang paling hebat. Aku tidak akan repot-repot meminta bantuanmu untuk membuat vaksin karena sudah jelas aku bisa membuatnya sendiri tanpa bantuanmu."     Adam memicingkan matanya. Dan Reygan lantas menepuk lengannya sembari berucap, "jika kau tidak ingin pergi, kau saja yang berbicara pada Xiaojun dan aku akan pergi ke Lab lebih dulu."     "Aku tidak pernah belajar sastra China, jangan membuatku terlihat bodoh di hadapan orang asing itu," ucap Adam dengan malas dan kemudian meninggalkan Reygan.      Reygan kemudian berseru, "jangan banyak alasan, Xiaojun memakai bahasa yang sama dengan kita."     Adam hanya sekilas mengangkat tangan kirinya ke udara dengan acuh. Tak berniat menganggap ucapan Reygan dan pergi begitu saja. Reygan lantas mengambil ponselnya dan menghubungi rekan yang ia temui ketika bekerja di Harvard University, dan saat ini rekannya tersebut telah kembali ke kampung halamannya yang berada di China. °°°°     Sepekan berlalu, semua orang melakukan pekerjaan dengan baik dan mendapatkan waktu istirahat mereka di akhir pekan. Namun hari itu tampaknya menjadi hari yang melelahkan bagi Daniel. Sore itu setelah ia baru menyelesaikan jadwal operasinya, keributan terjadi di IGD. Dikabarkan telah terjadi kecelakaan beruntun, dan sebagian besar dilarikan ke sana.     Daniel tak terlalu mempermasalahkan hal itu karena dia berpikir masih ada banyak dokter di Rumah Sakit itu, namun ketika ia tengah berada di ruang ganti dan hendak mengganti pakaiannya. Saat itu pintu terbuka dari luar dengan cukup keras.     "Dokter Lim!" seru seorang perawat laki-laki dengan wajah yang tampak panik.     Daniel berbalik. Menghadap pemuda yang lebih muda darinya dengan sikap santainya. "Ada apa?"     "Kehadiranmu dibutuhkan di ruang operasi lantai lima. Ini keadaan yang mendesak."     Daniel sejenak membuang napas beratnya dengan pelan sebelum meninggalkan ruang ganti. Dari tempatnya saat ini yang berada di lantai 7, ia bergegas turun ke lantai 5 bersama perawat yang sebelumnya memanggilnya.     "Apa yang terjadi pada pasien?" tanya Daniel di sela langkah mereka.     "Pasien mengalami patah tulang rusuk akibat kecelakaan lalu lintas."     "Berapa jumlah tulang yang patah?"     "Anu … jika tidak salah, sekitar empat."     "Keadaan terkini?"     "Dokter Hilton mengatakan bahwa dua ujung patahan mengarah ke jantung dan harus segera mendapatkan penanganan. Para dokter senior sedang tidak berada ditempat dan untuk itu—" perkataan si perawat tak mampu disempurnakan ketika Daniel tiba-tiba berlari.     "Oh! Dokter Lim," tegur si perawat, namun Daniel dengan cepat menghilang dari pandangannya.     Daniel segera berlari ke ruang operasi setelah berhasil menjangkau lantai 5 yang cukup ramai oleh lalu-lalang petugas medis lainnya. Dan Daniel baru sadar akan satu kesalahan kecilnya, yaitu dia belum sempat bertanya di ruangan mana pasien itu berada.     Memasuki bagian operasi, Daniel mencoba menemukan seseorang yang bisa ia tanyai. Dan ia kemudian menghentikan salah satu perawat wanita yang hendak berpapasan dengannya.     "Permisi, di mana ruangan yang digunakan oleh dokter Hilton?"     "Dia berada di ruang operasi nomor 5," jawab perawat yang sepertinya juga tengah terburu-buru itu.     "Terima kasih," sahut Daniel yang kemudian segera bergegas menuju tempat yang dikatakan oleh perawat tersebut.     Tak membutuhkan waktu lama, Daniel memasuki ruang operasi dan menginterupsi beberapa petugas medis yang berada di sana termasuk dengan Rachel. Melupakan kecanggungan keduanya, tanpa ragu Daniel menghampiri Rachel.     "Bagaimana keadaan pasien?"     "Terjadi kerusakan pada enam tulang rusuk. Empat di bagian kanan dan tiga di bagian kiri. Dua ujung patahan di bagian kiri bergerak menuju jantung. Detak jantung melemah. Kondisi pasien semakin menurun, kita harus segera melakukan prosedur operasi."     "Kalau begitu apa yang kau tunggu?" tanpa sadar suara Daniel sedikit meninggi.     Rachel tentu saja sedikit kaget dengan hal itu. Dia kemudian beralasan, "aku belum pernah melakukan operasi sendirian sebelumnya."     Daniel mengarahkan pandangan kepada para petugas di sana dan berucap, "aku yang bertanggung jawab atas operasi ini. Kita lakukan prosedur operasi sekarang."     "Baik," jawab mereka serempak.     Semua orang lantas melakukan persiapan masing-masing. Dan kali itu, untuk kali pertama Daniel benar-benar bekerja sama dengan Rachel. Tak lagi terlihat kegugupan di wajah pemuda itu ketika ia di hadapkan dengan pasien yang benar-benar bergantung pada tangannya. Meski tak bisa disangkal bahwa telinganya kembali berubah menjadi merah ketika Rachel berada sangat dekat dengannya. Namun hal itu tak memberikan dampak apapun pada Daniel, karena ketika ia tengah fokus pada apa yang ia kerjakan, maka ia akan melupakan keadaan di sekitarnya.     Namun sikap dinginnya yang terlihat semakin kejam saat berada di ruang operasi sempat membuat Rachel ingin melangkah mundur. Terlebih ketika gadis itu beberapa kali sempat mendapatkan teguran tak bersahabat dari dokter muda itu. Tapi bagaimanapun juga, meski keduanya sepantaran, Daniel lebih unggul dalam hal pengalaman dibandingkan dengan Rachel. Jadi mau tak mau Rachel harus tetap menunduk selama operasi berjalan. Mengikuti semua arahan dari pemuda berhati dingin itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD