-Author POV-
Suatu yang membuatnya begitu risih, pergerakannya pun mulai terlihat. Caryn perlahan membuka kedua matanya, cahaya dari jendela kamarnya membuatnya silau.
Caryn setengah duduk dan berpikir, siapa yang membuka tirai jendela kamarnya? Sedari tadi Caryn belum bangun dari tidurnya.
"Buongiorno, il mio amico! sister-in-law erano stupendi!" Pekik sebuah suara manja dan riang seorang wanita, seraya memeluk Caryn.
*(Buongiorno, il mio amico! sister-in-law erano stupendi! = Selamat pagi, sahabatku! Kakak iparku yang cantik!)*
Caryn terkejut, dan ia menyunggingkan senyumnya yang manis. Ia tahu pelukan siapa ini.
"Buongiorno troppo, caro amico e fratello-in-law stati viziati!" Balas Caryn dengan mencubit pipi seseorang dibelakangnya.
*(Buongiorno troppo, caro amico e fratello-in-law stati viziati! = Selamat pagi juga, sahabat kesayangan dan adik iparku yang manja!)*
"Manja? Kau menyebalkan!"
"Oh, ada apa, Aniela? Itu kenyataan," Caryn tertawa kecil, ia membalikkan badannya dan ia gemas melihat Aniela tampak menggembungkan kedua pipinya.
Ya, yang tadi memeluk Caryn adalah Aniela, adik iparnya. Sebenarnya mereka memang sahabat dekat dari sejak mereka remaja.
Kini, meskipun Caryn menikah dengan Istvan. Aniela tetap menganggap Caryn sebagai sahabat sejatinya, sekaligus kakak iparnya.
Ikatan antara Caryn dan Aniela sangat kuat. Mereka memang patut menjadi contoh persahabatan. Selalu bersama setiap suka dan duka.
Hanya saja kali ini Caryn tidak bisa membagi kesedihannya. Karena kesedihan yang dialaminya tidak boleh Aniela ketahui, lantaran yang menjadi kesedihan Caryn adalah Istvan sendiri.
"Oh ya? Benarkah aku manja?" Tanya Aniela.
Caryn mengangguk, "sungguh."
Aniela mengangkat dagunya sambil mengusap rambut panjang hitamnya dengan genitnya. "Biarkan saja. Aku manja tapi, hanya padamu saja kan?" Balas Aniela.
"Yayayaya, kau memang begitu." Caryn menarik tangan Aniela hingga ia duduk disisi ranjang Caryn.
Aniela tersenyum, mengingat terkadang ia manja kepada Caryn. Kemanjaan Aniela suka membuat Caryn sendiri gemas. Caryn juga menganggap Aniela layaknya adiknya sendiri, meskipun umur mereka sama.
Sebenarnya Caryn ingin memiliki adik perempuan, tapi takdir berkata lain. Franco dan Celia tidak membuat anak lagi. Dulu memang Franco serta Celia berencana memiliki dua anak lagi, tapi...entahlah kenapa tidak terjadi.
"Hey, sejak kapan kau disini Aniela?" Tanya Caryn seraya membuka selimut dan ikut duduk di samping Aniela.
"Sejak tadi. Aku yang mendorong-dorong badanmu agar cepat bangun."
"Oh jadi kau rupanya yang mengganggu tidurku. Kapan kau datang? Dan kenapa kau datang sepagi ini hem?"
"Memangnya kenapa, Caryn? Aku bebas bukan datang kesini kapanpun aku mau?"
"Iya, sayang. Tidak ada yang melarangmu. Tapi, tumben sekali kau datang pagi-pagi."
Terdengar Aniela menghela nafas. Caryn tersenyum, ia tahu apa yang ada dipikiran Aniela saat ini.
"Kau ingin curhat? Soal kekasihmu?" Tanya Caryn lembut.
Aniela menatap Caryn dengan sedih, ia mengangguk pelan, "kau benar."
"Ya, aku tahu itu."
"Tentu kau tahu, kau memakai kemampuan jeniusmu itu Caryn."
Caryn menanggapinya dengan tertawa. Aniela memang sudah lama tahu akan kemampuan Caryn.
Tunggu! Bila Aniela tahu, mungkin saja....
"Aniela, kau tahu tentang kemampuanku ini. Apakah kau memberitahu, Istvan?" Pertanyaan langsung dilontarkan oleh Caryn.
Aniela mengangguk, "ya."
Caryn terkejut, "apa?!"
Aniela mengernyit, "kenapa kau kaget? Apa aku salah memberitahunya? Dia kan suamimu, jadi aku beritahu saja dia. Alasanku adalah agar Istvan tidak boleh memikirkan wanita lain selain dirimu, dan supaya dia takut bila ia akan berbohong padamu."
"Apa sudah lama?"
"Sejak kalian menikah. Ada apa, Caryn? Apa aku salah?"
Caryn menggeleng, "tidak apa-apa. Jangan beritahu orang lain ya? Cukup yang memiliki ikatan denganku."
"Baik, Caryn."
Oh ya ampun, Aniela! Jadi kau yang memberitahu Istvan. Jadi selama ini pria jahat itu sudah tahu.
Ya, sebenarnya aku maunya Istvan tidak tahu. Jadi Istvan tahu dari Aniela. Aku memang sudah tahu kalau Istvan tahu tentang ini, tapi lagi-lagi aku tidak tahu darimana ia tahu. Hem... sepertinya Istvan juga tahu cara menyembunyikan suatu pikiran dari orang khusus sepertiku. Tapi darimana? Batin Caryn.
Aniela menatap Caryn yang melamun, "hey! Caryn bangun!"
Caryn mengerjap, "ya."
"Kau kenapa? Apa yang kau pikirkan?"
"Tidak ada."
"Sungguh tidak ada? Kau tidak berbohong kan? Andai saja aku juga punya keahlian jeniusmu itu, Caryn."
"Aku tidak bohong. Ku beritahu padamu, Aniela. Aku tidak selalu membaca pikiran orang, hanya aku lakukan bila aku sedang mau saja. Jika aku enggan, maka aku tidak menggunakan kemampuanku itu. Tergantung bagaimana mood-ku saja."
"Oh jadi begitu ya? Oh ya! Kau juga suka membaca pikiran Istvan kan?"
"Ya."
"Apa hanya ada seorang wanita dipikirannya?"
"Ada."
"Biar ku tebak. Emm.. pasti kau kan, Caryn? Ku yakin dia pasti hanya memikirkan dirimu, benarkan?" Tampak Aniela begitu senang.
"Ya, kau benar," dusta Caryn.
Aniela membulatkan kedua matanya, terlihat jelas ia begitu senang. Caryn terpaksa berbohong, ia lakukan juga demi Aniela.
Istvan memang hanya memikirkan satu orang wanita saja, tapi wanita itu bukan aku. Dan aku tidak tahu siapa wanita itu. Batin Caryn.
Aniela menatap Caryn masih dengan binar kebahagiaan, "kakakku pasti sudah mencintaimu. Ku harap sudah."
"Iya, dia mencintaiku." Caryn berbohong.
"Woahh!!! Benarkah??? Apa dia sudah mengatakan cintanya padamu, Caryn?! Ayolah katakan padaku!"
Caryn tercenung, ia menarik nafas, "tidak. Dia tidak mengatakannya langsung padaku."
"Apa?! Apakah dia tidak gentle? Atau jangan-jangan dia belum mencintaimu?"
Caryn hanya diam.
Aniela tampak lesu, "kenapa kau diam, Caryn? Jadi benar ya dia belum mencintaimu? Padahal aku ingin Istvan mencintaimu. Sepertinya keinginan dan usaha keduaku gagal."
Caryn dengan cepat menangkup wajah Aniela, ia menatapnya dengan lembut, "jangan lesu, Aniela. Atau nanti kau akan drop."
Aniela menurunkan tangan Caryn lalu menatap ke arah lain, "tubuhku memang sudah drop. Sudah drastis. Kekuatanku saat ini hanyalah di dapat dari keinginan yang terkabulkan. Aku mau mewujudkan keinginanku dan melihatnya, selama detak jantungku ini masih berdetak, kedua mataku terbuka, dan aku masih dibiarkan bernafas oleh Tuhan."
Hati Caryn merasa sakit, inilah kelemahan Caryn bila Aniela berkata seperti itu. Ia tidak tega mendengarnya, terlebih Caryn akan lebih merasa dihantui dengan kenyataan bila orang yang sangat Caryn sayangi akan pergi. Sebentar lagi.
Aniela tersenyum seraya menunduk, "Caryn, hidupku sudah tidak lama lagi, aku akan pergi sangat jauh. Sungguh saat aku mendengar dokter mengatakan hidupku tidak akan bertahan lama, harapanku musnah Caryn. Karena banyak sekali keinginan-keinginanku yang belum terwujud. Aku berpikir, hidupku akan segera berakhir dan bagaimana aku bisa merasakan sesuatu hal yang aku inginkan, sedangkan hidupku akan berakhir."
Caryn diam, ia menyimak setiap rangkaian kata Aniela. Meski Caryn sudah tahu.
Aniela menatap Caryn, "ketika aku tahu hidupku tidak bertahan lama, dua orang yang selalu ku pikirkan adalah kakakku Istvan dan juga kau Caryn. Hanya kalian saja...."
"....kau masih ingat tidak? Ketika aku mengatakan sesuatu padamu, ketika kita masih duduk dibangku SMA."
Caryn mengangguk, "ya aku masih ingat. Saat itu kau bilang untuk kita saling berjanji bila kita dewasa nanti, kita harus sama-sama saling menyaksikan pernikahan kita masing-masing dengan pria yang kita cintai."
"Ya, kau masih ingat rupanya. Kau tidak akan menepati janjimu, Caryn. Kau tidak akan melihat pernikahanku. Tidak apa-apa, aku mengerti."
"Aniela..." ucap Caryn sendu, ia mengerti maksudnya.
"Karena pernikahanku tidak akan terjadi, tidak akan terjadi, Caryn. Waktu hidupku sebentar lagi. Kau tidak akan pernah melihatku menikah."
"Sshhh!!! Aniela, jangan putus asa."
"Ketika aku tahu hidupku tidak lama lagi, aku mengingat janjiku itu kepadamu. Melihat pernikahanmu dengan pria yang kau cintai bukan?"
Caryn mengangguk.
Aniela menyentuh pipi Caryn dengan senyuman, "pria yang kau cintai ternyata kakakku Istvan Xaferius. Kau mencintainya, Caryn."
Caryn tersenyum malu, "kalau dulu kau tidak membaca buku harianku, maka kau tidak akan tahu, Aniela. Kau jahil!"
Tiba-tiba saja mereka tertawa, mengingat masa lalu. Ketika itu mereka masih berusia 16 tahun. Aniela tidak sengaja menemukan buku harian milik Caryn di atas meja belajar Caryn.
Dengan lancangnya, Aniela membaca buku harian sahabatnya itu tanpa diketahui Caryn. Dan Aniela terkejut ketika membaca bagian kertas, bertuliskan bila Caryn jatuh cinta dengan Istvan.
Alangkah lucunya bagi Aniela, karena Caryn diam-diam menyukai bahkan memendam rasa kepada Istvan. Sejak saat itu Aniela suka meledek Caryn.
"Caryn, itu cocok dijadikan sebuah karya tulis. Kisah seorang gadis yang diam-diam mencintai kakak sahabatnya, dan memendam perasaan begitu dalam. Gadis itu selalu menatapnya saat sedang bermain di rumah sahabatnya, dia menatap kakak sahabatnya secara diam-diam. Lalu sebuah insiden terjadi, gadis itu jatuh dari sepeda dan seorang remaja laki-laki menolongnya dan mengobati luka di lututnya. Sejak saat itu, gadis itu jatuh cinta."
Tampak semburat merah di kedua pipi Caryn, "kau ini! Belum melupakannya juga?! Hentikan! Jangan meledek aku Aniela."
"Hey hey! Lihat kau merona, Caryn!"
"Aniela.." rengek Caryn.
Aniela tersenyum, "apa kau bahagia dengan apa yang ku lakukan padamu, Caryn?"
"Maksudmu?"
"Perjodohan itu, pernikahanmu dengan kakakku."
Caryn tampak berpikir dan tersenyum tanpa arti yang pas, "ya aku bahagia."
Aku memang bahagia bisa menikah dengan pria yang ku cintai, tapi kebahagiaanku tidak berarti karena pernikahan ini memang tak punya arti apapun, lanjut Caryn dalam hati.
"Tentu saja kau bahagia, Caryn. Karena apa? Karena kau bisa menikah dengan pria yang kau cintai, akupun ikut bahagia karena itu. Caryn, alasanku menjodohkanmu dan meminta Istvan menikahimu, memang karena aku ingin melihatmu bahagia."
"Melihatku bahagia?"
"Ya, aku ingin membantumu bersatu dengan pria yang kau cintai. Dan rencanaku terwujud kan? Kau menikah dengan Istvan. Aku sangat bahagia melihatmu bahagia, Caryn. Aku senang bisa melakukan sesuatu, disisa detakan jantungku ini. Itulah mengapa aku memikirkanmu ketika aku tahu hidupku tidak lama, aku tidak ingin meninggalkan sahabatku dengan cinta yang terpendam."
Caryn menahan air matanya, ia mengangguk dan terpaksa tersenyum untuk Aniela. Dia menghargai yang dilakukan oleh Aniela. Aniela melakukannya demi kebahagiaan Caryn.
Aniela menggenggam tangan Caryn, "aku sudah menepati janjiku, Caryn. Aku sudah menyaksikan pernikahanmu dengan orang yang kau cintai."
"Itu juga berkat rencanamu. Aniela, tapi Istvan--"
"Yaya aku tahu kau akan mengatakan apa. Aku sudah dengar sebelumnya darimu. Istvan tidak mencintaimu, belum mengenalmu lebih jauh kan?"
Caryn mengangguk.
"Aku tahu itu, Caryn cantikku. Ya mungkin dia belum mencintaimu, belum mengenalmu lebih jauh. Tapi, aku yakin sekali! Sangat yakin Istvan juga akan memiliki rasa yang sama denganmu, dan dengan pernikahan ini itu bisa membuat kalian saling dekat. Apa yang ku lakukan tidak salah, Caryn. Buktinya aku selalu melihat Istvan bersikap baik padamu dan mesra denganmu, dia menerimamu sebagai isterinya. Pernikahan ini akan membuat kalian selalu dekat dan kalian akan hidup bahagia."
Caryn tercenung, ia menahan sesaknya d**a. Semua itu mustahil bagi Caryn. Semua itu sebaliknya, sebaliknya yang sangat menyakiti Caryn.
Apapun yang dilakukan Istvan kepada Caryn didepan Aniela, hanyalah PURA-PURA. Begitu juga Caryn juga berpura-pura bahagia, didepan orang-orang. Kecuali Franco dan Celia, karena mereka berdua sudah tahu.
"Aniela, apa kau memberitahu Istvan bila aku mencintainya?" Tanya Caryn.
Aniela menggeleng masih tersenyum, "tidak. Aku tidak mengatakannya karena itu maumu kan? Kau ingin dia yang peka padamu."
Itu hanyalah alasanku saja, sebenarnya aku tidak ingin dia semakin membenciku jika ia tahu aku mencintainya. Peka? Dia takkan pernah peka, karena hati dan matanya tertutupi kebencian, batin Caryn.
"Aku juga memikirkan Istvan, Caryn. Ketika waktuku di dunia ini sebentar lagi, aku memikirkan kakakku. Aku khawatir dia akan kesepian jika aku pergi nanti. Karena aku tahu Istvan pria yang tidak banyak berbaur dengan orang lain. Dari sejak dulu, dia selalu menghabiskan waktu bersamaku saja. Orang yang sangat dekat denganku adalah Istvan, kakak yang sangat ku sayangi."
Caryn diam, menyimak Aniela lagi.
Aniela tertawa, "kau tahu? Istvan orang yang tidak bisa mengatur dirinya sendiri. Dirumah, aku sudah seperti Ibu-ibu yang mengurus anaknya. Dia kakakku, harusnya dia yang mengurusi aku. Ini sebaliknya. Aku yang menyuapinya ketika makan, merapikan pakaiannya dan intinya aku yang mengurusi dia."
Caryn tertawa kecil, "itu tidak masalah juga kan? Maaf sebelumnya, kalian sudah tidak punya Ibu. Dia butuh perempuan untuk mengurusnya juga kan."
"Ya, kau benar. Padahal ada bibi kami, tapi dia hanya ingin aku yang mengurusinya. Dia memang butuh perempuan untuk mengurusnya," Aniela menoleh ke arah Caryn.
Caryn mengernyit, "kenapa kau senyum-senyum dan menatapku seperti itu?"
"Oh ayolah! Kau tahu kan apa yang ada dibenakku?"
Caryn membaca pikirannya dan tersenyum.
"Dia butuh seorang perempuan untuk mengurusi dirinya. Dan perempuan itu adalah kau. Menurutku kau cocok dengannya," ujar Aniela.
Kau melihat kecocokan dari mana, Aniela? Batin Caryn.
"Kau benar-benar cocok. Karena selama kita bersahabat, kau-lah yang selalu mengurusi aku. Aku ini sudah seperti anakmu! Ketika aku melakukan apapun, kau selalu membereskan sesuatu yang menurutmu tidak bagus. Kau juga sekarang mengurusi Istvan, suamimu. Caryn, aku tidak salah menjodohkan sosok perempuan sepertimu dengan kakakku."
Hening....
Aniela menghela nafas, "sekarang aku sudah lega dengan kekhawatiranku pada Istvan. Karena sudah ada perempuan yang akan mengurusnya, dan mencintainya dengan tulus. Dia tidak akan kesepian saat aku tiada nanti. Permintaanku memang konyol, meminta pernikahan kalian harus terjadi dan secepatnya. Tapi lihatlah sisi positifku, aku ingin melakukan terbaik untukmu dan kakakku. Aku ingin kalian bahagia bersama."
Aku menghargai apa yang kau lakukan, Aniela. Tapi kami tidak seperti yang terlihat dimatamu, kami tidak saling bahagia, batin lirih Caryn.
"Caryn, kakakku orang yang penyayang dan sangat baik. Aku sudah merasakan dua hal itu. Percayalah! Istvan juga akan mencintaimu, aku akan membantu. Dengan pernikahan ini. Aku melakukan ini demi kau dan kakakku. Pernikahan ini adalah keberuntungan untuk kalian berdua. Kau menikah dengan orang yang kau cintai, dan Istvan memiliki wanita sangat baik sepertimu."
Kata-kata Aniela menyentuh hati Caryn. Andai saja apa yang dikatakan Aniela benar, bukan keberuntungan lagi melainkan sebuah anugerah yang terindah dimiliki Caryn.
Apakah harapan Aniela akan terwujud? Entahlah.
Pernikahan Caryn dan Istvan memang terjadi atas permintaan Aniela. Aniela ingin Caryn bersama pria yang dicintainya, dan Aniela ingin ada sosok perempuan terbaik untuk seorang kakak kesayangannya, Istvan.
Aniela Xaferius, gadis cantik yang memiliki suatu penyakit berbahaya. Dibalik dirinya yang ceria, ia seorang gadis yang lemah. Dia memang lemah fisik, tetapi ia kuat hati. Ia menerima takdir yang mengatakan jika ia memiliki penyakit yang mematikan.
Aniela menderita Chronic Myelogerious Leukemia atau CML. Pada tahap pertama, sel-sel abnormal akan berkembang secara perlahan-lahan. Lalu saat memasuki tahap kedua, jumlah sel-sel abnormal akan bertambah dengan pesat sehingga kondisi Aniela akan menurun secara drastis.
Pengaruh kelainan darah yang diderita myelodysplastic syndrome, telah memicu penyakit kanker darahnya.
Tak menyangka jika kanker darah menggerogoti kesehatan Aniela. Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat, memburuk dan mematikan. Ironis.
Aniela sudah lama menderita penyakit tersebut. Dia sudah menjalani berbagai pengobatan, seperti kemoterapi, radioterapi, terapi terfokus, terapi biologis dan lain-lainnya; akan tetapi semua sia-sia.
Entahlah, Aniela, Istvan ataupun yang lainnya sudah berusaha untuk membuat Aniela sembuh. Akan tetapi apa daya, hidup Aniela memang sudah ditakdirkan begini.
Tiga bulan yang lalu Aniela tiba-tiba saja mengeluarkan darah dari hidungnya, tidak berhenti-henti. Tubuhnya juga lemas. Aniela juga mengalami pembengkakkan limfa. Sungguh kasihan dia.
Aniela saat itu sedang berjalan-jalan dengan Caryn, dan tanpa di duga Aniela mengalami mimisan lalu pingsan. Dan Aniela-pun masuk rumah sakit, lalu menjalani perawatan selama lebih dari satu minggu.
Aniela mendengar percakapan dokter dengan Caryn, serta orang-orang terdekat Aniela. Aniela terkejut mendengar jika hidupnya tidak akan lama lagi, terhitung beberapa minggu lagi.
Aniela sangat shock! Ia menangis kala itu, dan ia putus harapan. Percuma ia menjalani perawatan lagi, nyawanya sudah diujung kematian. Aniela mulai merasa lelah, dia keras kepala untuk tidak menjalani perawatan apapun.
Namun, disaat ia terpuruk seperti itu, ia hanya memikirkan Caryn dan juga Istvan.
Sebenarnya Aniela berencana membuat Caryn dekat dengan sang kakak. Namun, mengetahui hidupnya tidak lama lagi, Aniela bingung bagaimana caranya mendekatkan Caryn dengan Istvan. Tak mudah, dan tidak bisa hanya waktu sebentar membuat Istvan mau dekat dengan seorang wanita.
Sebuah ide-pun muncul dibenak Aniela, mungkin dengan dia meminta Istvan menikahi Caryn akan mempermudah pendekatan. Karena ikatan pernikahan resmi, dan tidak seperti hubungan sepasang kekasih yang biasa saja.
Aniela meminta Istvan menikahi Caryn. Pada awalnya Istvan tidak menjawab permintaan Aniela, namun Istvan luluh dan merasa iba ketika Aniela bilang itu adalah PERMINTAAN TERAKHIRNYA. Aniela tidak meminta apa-apa lagi.
Aniela bilang, kalau pernikahan itu terwujud maka disisa kehidupannya ia merasa sempurna dan ia bisa pergi dengan tenang, tidak mengkhawatirkan Caryn ataupun Istvan lagi.
Oh astaga, padahal sebenarnya pernikahan Caryn dan Istvan buruk sekali. Mereka selalu mengalami konflik, dan Istvan sendiri yang memulai karena selalu marah-marah tidak jelas kepada Caryn.
Harus apa Caryn sekarang? Jauh dari lubuk hatinya ia merasa bersalah, lantaran telah membohongi Aniela.
Tapi mau bagaimana lagi, Caryn terpaksa berbohong demi Aniela. Caryn sangat menyayangi sahabat sekaligus adik iparnya itu. Caryn tidak ingin memudarkan kesenangan dan senyuman bahagia Aniela, karena hanya beberapa hari lagi ia melihat senyuman Aniela, sebelum Aniela menghembuskan nafas terakhir.
"Caryn! Kau diam saja sejak tadi heh?" Aniela memecahkan keheningan.
Lamunan Caryn terbuyarkan, ia menoleh ke arah Aniela dan memberikan senyuman.
"Semua perkataanmu, menyentuh hatiku, Aniela. Sempat-sempatnya kau memikirkan aku dan Istvan, disaat kau..." Caryn tidak melanjutkan ucapannya, ia memberi isyarat akhir ucapannya dengan tatapan sedih.
Aniela tersenyum merekah, dan mencubit pelan kedua pipi Caryn, "jangan menatapku sedih seperti itu, sayangku. Sekarang katakan padaku, apakah keinginanku itu dan apa yang ku minta salah?"
Caryn menggeleng, "tidak, Aniela. Kau bermaksud baik demi aku dan Istvan. Tetapi jangan katakan keinginanmu dengan pernikahan ini, adalah permintaan terakhirmu."
"Itu memang permintaan terakhirku, Caryn. Aku mengatakannya selagi aku hidup dan aku ingin melihat kau menikah dengan pria yang kau cintai, dan aku ingin melihat kakakku menikah. Karena kapan lagi aku menyaksikan jalannya prosesi pernikahan kakakku dengan dirimu, mumpung aku masih hidup."
Caryn mendesah, "Aniela, kau ingin melihat kakakmu menikah kan? Kenapa kau tidak menikahkan dia dengan wanita yang dicintainya? Kekasihnya mungkin."
Aniela memutarkan bola matanya, "aku saja tidak pernah tahu dia mencintai seorang wanita. Selama ini dia tidak bercerita padaku soal wanita, apalagi aku tidak pernah melihatnya menggandeng wanita manapun. Sempat aku berpikir kakakku itu gay."
"Apa? Gay? Bagaimana bisa kau berpikir seperti itu?"
"Hahaha, aku hanya bercanda. Istvan tidak mungkin homo. Dia seorang pria jantan, aku tahu dan mengenal dia. Dia juga penyayang dan sangat baik."
Istvan penyayang? Sangat baik? Apakah benar, em... mungkin dua hal itu hanya untuk adik kesayangannya :), batin Caryn.
Caryn bertanya lagi, "kenapa kau lebih memilih aku menjadi isterinya? Sedangkan banyak wanita yang lebih baik dibandingkan aku. Aku--"
"Ssttt!!! Kau ini bicara apa heh?" Tangkas Aniela.
"Kenapa? Apa kata-kataku salah?"
"Tentu! Kau salah! Kenapa kau bertanya seperti itu, Caryn? Apa kurang jelas juga? Buatku kaulah wanita terbaik untuknya, aku sangat yakin kau bisa menjadi sosok isteri yang baik untuk Istvan. Alasan mengapa aku memilihmu, karena kau tulus mencintainya dan aku suka dengan sikapmu...."
"....banyak wanita yang mendekati Istvan, tapi syukurlah ia tidak pernah merespon. Lagipula wanita-wanita diluar sana hanya memanfaatkan kakakku saja."
"Tapi tidak semua wanita seperti itu, Aniela," balas Caryn.
Aniela mendengus, "intinya aku hanya ingin kau saja menjadi pendamping hidupnya. Titik! Bukankah kau juga mencintainya?"
"Ya, aku mencintainya, Aniela," jawab Caryn jujur.
"Kau bersumpah?"
"Sumpah demi Tuhan, aku tidak berbohong. Kau kan tahu sendiri, Aniela."
Aniela tersenyum, "kau senang kan dia menjadi suamimu? Aku tahu kau senang. Caryn, ini terakhir ku katakan padamu ya. Biar lebih jelas lagi. Jujur, aku merencanakan pernikahan ini agar kau bisa lebih dekat dengan Istvan. Ada yang bilang setelah pernikahan akan timbul sebuah rasa yang mendalam. Kau akan lebih mencintainya, dan Istvan akan mencintaimu. Pada awalnya memang kalian tidak saling mencintai, setelah menikah kalian akan saling mencintai karena kalian terbiasa bersama. Aku akan sangat bahagia karena itu."
Caryn tertawa kecil, menutupi kenyataan yang pahit, "itu kan katanya. Bisa saja itu mitos."
"Caryn! Jangan membantah! Aku yakin sangat yakin kalian bisa saling mencintai."
Caryn hanya tersenyum menanggapinya, ia bingung harus menjawab apalagi. Aniela terlihat begitu senang dan sangat yakin, padahal keyakinannya belum tentu terwujud. Entahlah bagaimana takdir nanti.
Aniela mengedarkan padangannya ke kamar Caryn. Tampak mencari seseorang. Oh ya, Aniela hanya tahu kalau kamar yang dipakai Caryn saat ini adalah kamar Caryn dengan Istvan. Padahal bukan.
"Caryn, aku baru sadar, dimana kakakku?" Tanya Aniela.
Caryn tertegun, "heh apa?"
"Ct! Dimana Istvan? Aku tidak melihatnya sejak aku datang, dikamar ini pun juga tidak. Aku tadi pas datang berpikir kalau aku akan menemukan kalian sedang berpelukan di atas ranjang, tapi ternyata hanya kau yang tidur."
Istvan dan Caryn berpelukan? Diatas ranjang? Malam pertama pun tidak mereka lakukan. Aniela memang tidak tahu apa-apa.
Pikiranmu benar-benar salah, Aniela. Aku disentuhnya pun juga tidak. Bukannya aku berharap. Semua kata-katamu tentang hubungan kami terkesan begitu romantis, padahal tidak. Caryn membatin.
Caryn menurunkan kedua kaki jenjangnya, ia berdiri, "jadi begitu? Aku tidak tahu, mungkin dia sedang berada di ruang fitnesnya, biasanya setiap pagi Istvan berolahraga disana."
"Oh ya? Kenapa dia tidak mengajakmu kalau begitu?"
"Karena dia tidak ingin membangunkan isterinya yang masih tertidur pulas, Aniela."
Aniela tersenyum dan menatap menggoda Caryn, "ohh manisnya."
Caryn tersenyum tipis, "aku akan mandi. Kau bisa cari Istvan."
"Tidak, aku akan tetap disini. Aku tidak ingin menganggunya sedang berolahraga, dia butuh kebugaran. Mungkin kotak-kotak di perutnya bukan lagi ada enam, melainkan delapan. Agar ia terlihat lebih seksi, agar lebih hot ketika dia menghabiskan waktu berdua denganmu. Kau mengerti maksudku kan? Hehe."
Caryn sontak diam, dan langsung melangkah pergi ke kamar mandi. Melihat betapa seksinya Istvan ketika telanjang dadapun Caryn tidak pernah.
Aniela tertawa, "hey! Kau malu ya??? Begitukah seorang isteri ketika digoda soal keseksian suaminya?!"
Mereka tak menyadari jika diluar kamar, dibalik pintu kamar Caryn. Ada seorang pria tampan berpakaian casual, dia berdiri disana dan mendengar semua pembicaraan antara Aniela dan Caryn. Ia mengepalkan satu tangannya dan sorot matanya begitu tajam.
"Wanita sialan itu mencintaiku? Dia juga berani bersumpah. Lancang! Cintanya semakin membuatku membencinya. Aku tidak sudi dicintai wanita seperti dia. Takkan ku biarkan cintanya itu ada," desis Istvan lalu melangkah pergi.
* * * * *