-Author POV-
Caryn beranjak dari sofa balkonnya, hujan sudah mulai reda dan perasaannya sedikit tenang. Sekian beberapa menit lamanya ia memikirkan apapun, terlebih ia memikirkan nasib pernikahannya yang takkan bertahan lama.
Takkan bertahan lama? Ya, pernikahan itu atas dasar demi Aniela dan adanya kesepakatan antara Caryn dengan Istvan, kalau mereka akan mengakhiri pernikahan di waktu yang sudah mereka tentukan.
Kapan waktunya? Nanti, saat satu jiwa seseorang telah hilang dalam raga.
Caryn masuk ke dalam kamarnya, menutup pintu balkon dan ia kembali melangkah menuju ranjangnya. Namun, tak sengaja sebuah foto di atas nakas jatuh ke lantai.
"Perbacco!" Caryn dengan cepat mengambil bingkai foto tersebut dan ia menghela nafas lega.
Fotonya tidak pecah dan Caryn merasa senang. Itu foto ketika dirinya saat sesi pemotretan dengan gaun pernikahannya.
Dalam foto itu Caryn terlihat sangat menawan dan terlihat bahagia. Ia begitu anggun dengan balutan gaun pengantin.
Tiba-tiba saja ia merindukan rambut coklatnya, rambut aslinya. Rambut aslinya bukanlah yang sekarang, rambutnya yang sekarang hasil pewarna rambut. Beberapa minggu yang lalu ia diajak oleh Aniela ke salon.
"Aku bukan pengantin yang sebahagia yang sesungguhnya," gumam Caryn lalu meletakkan bingkai itu di atas nakasnya.
Ia duduk di sisi ranjang, mendesah pelan lalu meraih ponsel pintarnya. Ia ingat jika ia belum membaca banyaknya pesan dan membalasnya.
Ditengah ia membaca pesan, sebuah panggilan masuk. Caryn tersenyum membaca nama yang tertera di layar ponselnya. Ia menyentuh tombol hijau dilayar dan ia memulai percakapan.
"Hallo! Araldo adikku yang tampan," ucap Caryn.
Tampak Araldo diseberang sana, tepat di dalam sebuah mobil sport tertawa kecil. "Aku memang tampan sejak lahir, Caryn."
Caryn tertawa halus, "oh ya? Menurutku tampanan David dibandingkan kau, Ar."
Davidde atau biasa dipanggil David adalah adik keduanya Caryn setelah Araldo.
"Ya aku tahu itu, Caryn. Dia memang mengalahkan ketampananku, mungkin pengaruh karena profesinya sebagai aktor."
Davidde memang seorang aktor, terkenal? Tentu bahkan seluruh dunia. Awalnya ia hanya seorang model, akibat ketampanannya yang memecahkan langit, ia menjadi aktor. Berawal dalam sebuah film, dan ia jadi dikenal banyak orang.
Gara-gara Davidde juga, keluarganya menjadi ikut terkenal. Saat ini Davidde berada di New York, ia memiliki jadwal syuting. Ia juga sering ke luar negeri.
Sebenarnya Caryn sempat mendapat banyak tawaran untuk mengikuti jejak Davidde, tapi Caryn menolak karena ia ingin menjadi dirinya sendiri. Bukan hanya Caryn, Araldo juga mendapat tawaran tapi, Araldo menolak dengan alasan fakta bila ia ingin mengikuti jejak Ayahnya.
Bukan menjadi pemimpin mafia saat Ayahnya dulu, melainkan ia ingin menjadi pengusaha sukses dan tetap berada dalam dunia bisnis. Otak bisnis memang!
"Mau apapun profesinya, jika memang Tuhan menciptakannya dengan baik maka itulah dia. Dia memang aktor, banyak yang memujanya tapi, jujur saja sifatnya lebih baik kau Ar."
"Kenapa?"
"Karena aku suka dengan sikapmu yang lebih dewasa dibandingkan kakakmu ini. Kau tahu? Aku heran kenapa kau yang lebih suka berpidato padaku. Maksudku menceramahi apapun yang ku lakukan, jika aku ada kesalahan. Sedangkan aku bergantian menasehatimu, kau malah keras kepala. Sungguh."
"Oh ya ampun, Caryn. Aku mengerti maksudmu itu. Keras kepala? Biarkan saja, aku akan tetap berada di pendirianku untuk tidak meninggalkan wanita itu. Aku yakin aku bisa merubah sikap buruknya."
Bukan hanya Caryn saja yang mengalami masalah dalam sebuah hubungan, ya meskipun berbeda. Araldo memiliki seorang kekasih yang sikapnya buruk, tidak disukai Caryn dan anggota keluarga lainnya.
Akan tetapi Araldo teguh dalam pendiriannya, untuk tidak meninggalkan kekasihnya karena ia begitu mencintai gadis itu.
Bukan bermaksud menentang orangtuanya untuk menjauhi gadis itu, Araldo hanya ingin menunjukkan kepada mereka bahkan dunia, bila tidak ada yang mustahil selagi kita memiliki niat besar untuk merubah sikap seseorang menjadi lebih baik.
Caryn sempat mengeluh, andaikan saja Istvan sebaik Araldo; yang memiliki cinta luar biasa, maka hidup Caryn akan terasa amat sempurna.
Keluhan yang bodoh! Mana mungkin Istvan bisa mencintaiku, kalau dirinya sudah mencintai wanita lain, batin Caryn.
"Caryn! Kau masih disana? Kenapa kau diam?" Suara Araldo mengagetkan Caryn.
"Ya aku masih disini. Tadi aku sedang memikirkan pendirianmu itu," dusta Caryn. Padahal ia tidak memikirkan itu.
"Oh, lalu apa keputusanmu? Apa kau juga akan menentang keinginan baikku? Sama seperti Ayah, Ibu dan David?"
Caryn tampak berpikir sejenak, senyum pun mengembang. Tak ada salahnya juga membiarkan adiknya untuk melakukan hal yang baik.
"Aku akan mendukung keinginanmu itu, Araldo. Aku percaya kau bisa. Tunjukkan kepada Ayah, Ibu, David dan siapapun itu kalau kau bisa mewujudkan niatmu itu."
"Terimakasih, Caryn. Kau memang selalu mengertikan aku. Aku jadi merindukanmu. Semenjak kau tinggal bersama suamimu, kau jadi jarang menemuiku. Kau selalu beralasan sibuk."
Caryn hanya tertawa menutupi kebohongan.
"Kau sibuk apa sih? Apa kau selalu sibuk bersama Istvan suamimu itu heh? Ayolah! Ceritakan padaku apa saja yang kau lakukan bersamanya?"
"Mmmmm, aku--"
"Ah aku tahu! Pasti romantis kan? Kalian pasti selalu membuat iri banyak orang, karena keromantisan kalian."
Caryn terdiam, ia menyimpan sebuah kenyataan yang pahit. Romantis? Dimana romantisnya coba? Tidak membuat iri banyak orang, justru membuat banyak orang berharap untuk tidak mengalami apa yang dialami oleh Caryn.
"Apa kau pernah melihat kami romantis, Ar? Kapan?" Tanya Caryn.
Terdengar helaan nafas, "hey! Jika aku main kesana, aku selalu melihat kalian bermesra-mesraan."
Caryn tersenyum pahit dan membatin, bermesraan? Apa yang kau lihat tidaklah kenyataannya, Araldo. Kakakmu ini sebenarnya terluka, dan suamiku hanya berpura-pura di depanmu.
Caryn berdehem, "Araldo, boleh aku bertanya. Apa kau suka membaca pikirannya?"
"Ya, tentu. Aku memang suka membaca pikiran siapapun, terutama suamimu. Karena aku ingin tahu apakah ada wanita lain di dalam pikirannya selain dirimu."
"Jadi?" Caryn mulai deg-degan lantaran takut Araldo akan tahu kebenarannya.
Araldo memang tidak tahu kebenaran yang disembunyikan oleh Caryn darinya selama ini.
Araldo di seberang sana tertawa, "nadamu terdengar khawatir! Ada apa, Caryn? Kenapa kau bertanya padaku? Kau kan juga memiliki kemampuan yang sama denganku."
"Emm.. jadi begini adikku, aku tidak selalu membaca pikirannya, bila aku mau saja. Karena aku percaya jika Istvan hanya memikirkan aku," dusta Caryn.
"Kau benar, dia hanya memikirkanmu Caryn. Jangan khawatir, aku selalu mengawasi pikirannya itu. Tidak ada wanita lain."
Caryn bernafas lega karena Araldo tidak tahu yang sebenarnya, "sungguh? Kalau masalah lain apakah kau menemukan di dalam benaknya?"
Araldo diseberang sana merasa aneh, "kau ini kenapa? Bertanya yang tidak-tidak saja. Aku tidak menemukan masalah apapun. Apa kau takut bila kau akan menemukan wanita lain di dalam pikirannya?"
Caryn merasa lega bahwa Araldo tidak tahu apapun. Namun yang membuatnya aneh bagaimana bisa itu semua terjadi? Apakah Istvan tahu tentang kemampuan jenius yang dimiliki dirinya dan Araldo? Bahkan Franco?
Karena Franco sendiri tidak menemukan masalah apapun yang ada dibenak Istvan, ketika Istvan sedang bersamanya.
Caryn berpikir untuk mencari tahu, apa yang membuat Franco sang Ayah dan Araldo tidak bisa mencari kebenaran sesungguhnya di dalam benak Istvan.
Franco memang sudah tahu, itupun tahu dari pembicaraan antara Caryn dengan Celia.
Apakah Istvan tahu kalau Caryn serta keluarga Caryn memiliki kemampuan jenius itu? Sehingga Istvan bisa menyembunyikan suatu kebenaran yang ingin ia sembunyikan.
Apakah Istvan juga tahu cara bagaimana menyembunyikan suatu pikiran, dari orang yang memiliki kemampuan dalam membaca pikiran?
Contohnya seperti apa yang dilakukan Caryn kepada Franco, Ayahnya itu.
"Caryn!"
Caryn mengerjap bangun dari lamunan, "i..iya."
"Kau ini kenapa? Kau pasti khawatir ya? Andaikan aku saat ini bersamamu, aku akan baca apa yang ada di benakmu. Sudahlah, Caryn! Jangan khawatir! Istvan hanya memfokuskan satu wanita saja, yaitu kau. Manfaatkan-lah kejeniusanmu itu, kau bisa leluasa membaca pikiran Istvan kapanpun."
"Ya," hanya itu Caryn jawab. Ia bingung dengan semuanya. Semua benar-benar membingungkan, bagaimana bisa Araldo tidak menemukan masalah di dalam benak Istvan.
"Caryn, yakinlah jika Istvan hanya cinta padamu seorang. Tidak ada wanita lain."
Caryn merasa hatinya nyeri mendengar penuturan dari adiknya. Cinta? Tidak ada wanita lain? Itu bukanlah sebenarnya! Kenyataannya pahit!
Caryn mengalihkan pembicaraan dan sepasang kakak beradik itu mengobrol sebentar. Araldo mengatakan jika besok siang ia ingin mengajak Caryn bertemu, di sebuah tempat yang akan ditentukan oleh Araldo.
"Ya, aku akan menemuimu sesuai tempat yang kan kau tentukan. Baiklah, sampai bertemu besok. Selamat malam," Caryn menutup telponnya sepihak.
Caryn melempar ponselnya ke sisi ranjang empuknya, lalu ia merebahkan tubuhnya. Ia menatap langit-langit kamar, perkataan Araldo terngiang-ngiang dipikirannya.
Itu semua bukan kenyataannya, kenyataan sebenarnya adalah PAHIT. SANGAT MENYAKITKAN untukku. Cinta? Hanya aku yang mencintainya, dia tidak. Suamiku mencintai wanita lain. Tidak ada wanita lain? Ada, tapi aku tidak tahu siapa wanita itu, batin lirih Caryn.
Caryn memijat kepalanya yang pusing, "Istvan sedang menyembunyikannya, bagaimana bisa? Aku benar-benar bingung. Aku harus mencari tahu."
Tiba-tiba Caryn merasa haus, ia bangun dan berjalan keluar kamar. Ia melewati lorong dan sesaat ia menatap pintu kamar Istvan. Letak kamarnya dengan Istvan jauh beberapa meter.
Tapi, Caryn masih bisa melihat pintu kamar suaminya. Bahkan Caryn tidak pernah masuk ke dalam sana, Istvan melarangnya.
Huh! Mereka itu pasangan suami isteri macam apa?!
Caryn tidak menyadari ada sebuah jejak tetesan darah disepanjang jalan. Mulai dari depan pintu Istvan.
Caryn tiba di lantai bawah, saat ia ingin tiba di dapur, tanpa di duga ia melihat keberadaan Istvan. Pria itu berjalan ke arah kulkas. Istvan tampak berantakkan dan melangkah dengan langkah kaki layaknya orang mabuk.
Istvan berjalan dengan macam orang mabuk. Caryn tidak terkejut, ia sering melihat keadaan Istvan yang seperti itu.
Caryn kaget ketika melihat banyaknya tetesan darah di lantai, membentuk titik demi titik berwarna merah pekat. Caryn menuntun matanya untuk mengikuti tetesan darah itu dan ia melihat tangan Istvan berdarah dari kejauhan.
Ketika Istvan ingin membuka pintu kulkas, tiba-tiba seseorang menarik tangannya dan posisi badannya ke arah orang yang menarik tangannya.
"Istvan! Tanganmu berdarah!" Caryn begitu khawatir, ia mencekal pelan lengan kiri Istvan sembari menatap telapak tangan Istvan.
"Lepaskan aku!" Pekik Istvan seraya menarik tangannya hingga cekalan Caryn terlepas.
"Kenapa kau biarkan?! Tanganmu terluka, harus cepat diobati!"
"Pergi dari hadapanku, wanita sialan!"
Caryn tidak memperdulikan ucapan Istvan. Ia kembali menarik tangan Istvan dan mengajaknya ke wastafel bermaksud ingin membersihkan darahnya. Namun, Istvan berontak dan melangkah pergi meninggalkan Caryn.
Caryn mengambil akal, ia mencari kain lalu sebuah baskom kecil. Ia mencari dua benda tersebut dengan cekatan. Setelah menemukannya, Caryn mengisi baskom itu dengan air bersih. Kemudian Caryn berlari mengejar Istvan sambil membawa baskom itu.
"Istvan! Tunggu dulu!" Pekik Caryn, namun tidak dihiraukan oleh suaminya itu.
Caryn menaruh baskom itu diatas meja ruang keluarga, lalu ia berlari secepatnya ke lift sebelum Istvan masuk ke dalam.
Usaha Caryn tidak sia-sia, ia menarik paksa Istvan meskipun Istvan berulang kali memakinya dengan kasar dan berusaha melepaskan diri.
Istvan dalam keadaan mabuk, itu ada manfaatnya juga. Apa itu? Yaitu Istvan tidak banyak polah, dan itu mempermudah Caryn.
Mereka sampai di sofa, lalu Caryn memaksa Istvan untuk duduk. Setelah Istvan duduk, Caryn mengambil kain yang ada di dalam baskom dan memerasnya. Kemudian membersihkan darah yang ada di telapak tangan Istvan.
"Awh!!!!" Istvan meringis kesakitan dan menarik tangannya.
Caryn menarik lagi lengan Istvan, "lukamu harus diobati, Istvan. Atau nanti infeksi dan itu bahaya."
"Dasar bodoh! Rasanya perih! Sudah hentikan!"
"Diamlah! Kenapa kau bisa begini heh? Apa yang kau lakukan?" Terlihat jelas Caryn khawatir. Namun, Istvan matanya memang buta sepertinya. Ia menganggap Caryn hanya berpura-pura.
Caryn memanggil pelayan untuk membawakan kotak obat. Tak lama pelayan datang membawakan apa yang diminta oleh Caryn. Pelayan itu kembali pergi.
Caryn membuka kotak itu dan mengeluarkan obat untuk luka, lalu perban. Ia melakukan pengobatan kepada Istvan secara cekatan namun, berperasaan. Mencoba tidak terlalu membuat Istvan kesakitan. Caryn tahu kalau luka yang ada di telapak tangan Istvan pasti perih.
"Hentikan!" Tiba-tiba saja Istvan menarik tangannya yang belum selesai diperban Caryn.
Pria tampan itu mendorong kasar Caryn lalu ia berdiri. Istvan menarik balutan perban itu sampai tidak lagi membaluti telapak tangannya, lalu melempar perban itu ke wajah Caryn.
"Jangan berpura-pura perhatian padaku! Aku muak dengan apa saja yang kau lakukan! Aku pun muak bila kau menyentuh tanganku," ketus Istvan.
Caryn tidak perduli, "Istvan lukamu.. lukamu belum selesai ku perban, berikan tanganmu aku akan mengobatinya."
"Cih! Aku tidak sudi! Jangan perdulikan aku!"
Caryn diam dan hanya menatap telapak tangan kirinya Istvan. Dia sungguh cemas.
Istvan tersenyum sinis lalu ia menunjukan telapak tangannya, "kau lihat ini! Aku memecahkan gelas saat aku menggegamnya, kemudian gelas itu pecah. Banyak kepingan kaca yang hancur, dan keluarlah darah dari telapak tanganku ini. Aku sangat senang melihat darah."
Caryn menatap Istvan, ia tahu perkataan Istvan barusan memiliki maksud lain untuk Caryn. Ia tahu yang ada di pikiran Istvan saat ini.
"Nasibku sama dengan gelas pecah itu. Dan nasibmu akan sama dengan telapak tanganku ini."
Caryn mengerti dan menahan air matanya. Ia siap mendengar ucapan Istvan selanjutnya. Istvan membalikkan badan, hingga membelakangi Caryn.
"Akan ku perjelas. Anggap saja genggaman tanganku saat aku memegang gelas kaca itu adalah genggaman tanganmu. Kau mengenggam kehidupanku, lalu menghancurkannya sampai berkeping-keping. Tapi kemudian kau juga akan terluka akibat perbuatanmu sendiri, dan warna hidupmu akan seperti darah. Darah yang berasal dari luka, aku akan sangat bahagia bila aku melukaimu, Caryn."
Kemudian Istvan melenggang pergi masih dalam keadaan mabuk. Meskipun ia mabuk, ia tetap ingat akan kebenciannya kepada Caryn.
Tak terasa air mata Caryn terjatuh, "apa yang sudah ku perbuat padamu, Istvan? Kenapa kau berkata seperti itu? Apa kau akan menyiksaku, melukaiku sampai aku berdarah-darah? Lakukanlah jika memang itu akan membuatmu merasa bahagia lagi. Maafkan aku bila bagimu aku memang membuat hidupmu hancur, tapi kau harus tahu jika aku tidak pernah memikirkan itu dan tidak pernah ada niat untuk menghancurkan hidupmu. Aku harus apa untuk membuatmu mengerti?"
* * * * *