CHAPTER 2

1482 Words
Adam bersusah payah keluar dari tempat itu, dia mengambil sebuah linggis yang dia temukan dan menaiki tangga sebelum akhirnya mencungkil pintu itu. “Oh ayolah,” ucapnya dengan kesal. “hihihi, dia terlihat kesusahan.” “Apa dia bisa keluar?” “Hahahaha, teman!” Adam terdiam dan menatap sekitar ketika mendengar suara itu. Namun demi Tuhan, yang dia lihat hanyalah warna hitam. Di sini gelap tidak ada cahaya sedikitpun. Dirinya mengambil senter dan mengarahkan ke sekitar sambil menelan salivanya kasar. “Hahaha! Bermain petak umpet?” Kepalanya kembali memastikan sekitar, tidak ada siapa siapa di sini. Sampai tiba tiba ada yang berbisik, “Siapa?” “Aaagghhh!” adam langsung terjatuh dan berguling pada tangga. Gelap, senternya entah jatuh kemana dan tidak memberikannya cahaya. “Sial! Sial! Sialaaan!” adam terus mengumpat sambil meraba raba sekitar. Berharap dia dapat menemukan senter karena dia benar benar tidak bisa melihat apapun lagi selain kegelapan. Namun ketika meraba, Adam merasakan sesuatu yang dingin dalam telapak tangannya. “Hhhh….” Dia menarik napasnya panik, kenapa dia merasa seperti memegang sebuah kaki? Saat kaki itu tiba tiba ditarik, Adam kembali berteriak. “Tolong! Tolong! Aku terkurung di sini!” teriaknya meraba tangga dan mulai naik sambil merangkak. “Kasihan.” “Dia orangnya?” “Hahaha… hihihi…. Bagus kan?” “Tolonggg!” teriak Adam sampai dia tiba di depan pintu dan mendorongnya dengan kuat sampai pintu tiba tiba terbuka dengan mudah. Adam langsung berlari ke dalam kamarnya untuk mengemasi barang barangnya. Villa ini tidak aman dan berhantu. Keringat berjatuhan di pelipisanya, tangannya bergetar ketakutan juga. “Hei.” “Arrrghhhh!” “Hei, tenang, Nak. ini aku Hans. Aku kembali ke sini untuk memberitahumu sesuatu.” Hans berjongkok menyamakan tinggi badannya dengan Adam yang sedang memeluk dirinya sendiri. “Kau ini kenapa?” “Kau yang kenapa?!” adam berdiri dengan tangan yang menunjuk pada sang penjaga hutan. “Tempat ini berhantu, aku tidak mau bekerja di sini.” “Hei, tunggu dulu. Hantu?” Hans tertawa karenanya. “Tidak ada hantu di tempat ini, apa kau berhalusinasi?” Adam menunjuk Hans dengan tangan yang masih bergetar. “Mereka ada di basement, mereka bicara dan itu mengerikan.” “Tunggu dulu, Adam.” “Lepaskan aku!” “Itu mungkin benda benda kuno yang tidak berfungsi dengan baik. Seperti radio? Mereka sering menyala sendiri.” Adam tetap mengemasi barang barangnya mengabaikan Hans yang berbicara di belakangnya. Sampai Adam berbalik untuk pergi, Hans tiba tiba mengangkat sebuah uang di hadapan wajahnya. “Mereka memberikanmu uang muka sejumlah 3000 dollar, apa kau akan menolaknya?” Adam terdiam, dia menatap uang dan Hans secara bergantian. “Aku serius, mereka ingin aku memberikan ini padamu sebagai uang muka agar kau bisa menjaga tempat ini setidaknya sampai tiga bulan ke depan. Berbeda juga dengan gajimu yang 500 dollar perminggu. Jika kau terpakai, bahkan kau bisa mendapatkan bonus setiap bulannya dan tidak akan kurang dari 1000 dollar, kau yakin akan pergi?” Adam mengusap wajahnya dan duduk di pinggir ranjang, dia menutup permukaan wajah dengan tangan, sambil menetralkan napasnya. “Kau tidak tau kalau basement mereka itu berhantu.” “Ada barang barang antic yang sudah rusak hingga kadang mereka menyala sendiri.” “Aku memegang sebuah kaki.” “Mungkin tikus yang tidak berbulu.” “Kau bercanda?” adam menatap Hans kesal. “Di tempat itu berhantu.” “Ayo aku akan ke sana dan menunjukannya.” Adam menggelengkan kepala. “Ayo supaya kau tau.” Akhirnya, dia mengikuti Langkah Hans menuju ke basement lagi. “Lampunya tidak menyala.” “Kau hanya tidak bisa menyalakannya. Lihat, ada dua tombol di sini.” Hans menuruni tangga. Ada sebuah saklar di tiang kayu yang usang. “Pertama kau tekan dulu yang tiang sebelah kanan, kemudian ke tiang yang sebelah kiri.” Kemudian cahayapun menyelimuti basement yang hanya dialasi oleh tanah saja. “Lihat? Terang dan bercahaya.” Adam melihat sekitar, banyak sekali benda benda yang ditutupi oleh kain putih. Dan itu membuat mereka terlihat mengerikan. Melangkah pada salah satunya kemudian membuka, itu sebuah manekin kuno dengan gaun berwarna hitam. “Kenapa mereka menyimpan benda benda antic di sini? Bukankah ini semua berharga?” “Aku tidak bisa menjawabnya karena tidak tau, tapi aku tau kalau di sini banyak benda benda yang kuno. Seperti ini. ini adalah rekaman keluarga Whitengton dari tahun ke tahun,” ucap Hans pada sebuah alat perekam dan proyektor yang dia nyalakan, kemudian terlihat video di dinding basement bagaimana anak anak berlarian dengan kalimat kalimat yang tadi dia dengar. “Audionya juga ada.” “Kenapa mereka menyimpannya di sini?” “Aku rasa mereka punya salinannya.” “Lalu boleh aku merusaknya? Atau membuangnya karena itu terlihat menakutkan?” “Tidak, ini hak mereka mengumpulkan barang barang mereka sendiri.” Adam hanya bisa diam. Dia ingin melihat semua benda yang ditutupi oleh kain berwarna putih itu, namun Hans malah hendak melangkah keluar. “Tunggu, belum ada penjelasan saat aku memegang kaki.” “Adam.” Hans menoleh. “Kau seorang penulis, terkadang penulis berimajinasi terlalu tinggi. Mereka memegang balon, tapi membayangkan itu sebuah bola. Karena nyatanya, suara rekaman itu adalah suara yang tadi kau dengar bukan?” “Aku tidak berimajinasi.” “Adam, tidak apa apa jika kau memang ingin berhenti. Aku tidak akan memaksa, tapi sayang saja kau akan mundur.” “Tidak.” Adam langsung mengatakan itu saat Hans baru melangkah di tangga pertama. “Aku akan melanjutkan bekerja di sini.” Hans tersenyum tanpa Adam ketahui. **** Malam pertama Adam berada di villa itu. Bintang bersinar dengan cerah. Adam membuka pintu kamarnya yang langsung mengarah keluar; dengan pemandangan hutan dan juga danau. Ada sebuah kursi dan meja yang membuat Adam sepertinya akan betah berada di sana. dia membawa beer dan juga beberapa makanan ringan sebelum akhirnya mulai mengetik. Adam suka sekali kedamaian di sini, dia merasa sangat tenang dan idenya mengalir begitu saja. kali ini, Adam memilih untuk mempublikasikannya di sebuah platfom online, hingga Adam bisa melihat seberapa banyak orang yang tertarik dengan karyanya. Kali ini, dia mempublikasikan semua naskahnya yang pernah ditolak sekaligus. Setelah mempublikasikan, Adam melihat lihat novel milik penulis lain yang sudah dibaca jutaan kali oleh penggemar dengan rating yang tinggi, bahkan mereka banyak memberikan hadiah yang membuat Adam mengepalkan tangannya kesal. Karena saat Adam membacanya, bahkan tidak ada karakter kuat seperti dalam tokoh novelnya, namun ulasan mereka semua begitu memuji muji. Ketika Adam mendapatkan notifikasi dari platfom tersebut, dia bergegas membukanya. namun perasaan kecewa harus ditelan ketika itu hanyalah notifikasi dari aplikasi. Total tiga judul novel yang dia miliki dengan genre yang berbeda beda, namun belum ada yang berkomentar satupun. Yang melihat pun masih bisa dihitung dengan jari. Adam kesal, padahal dia merasa kalau semua ceritanya itu mengasyikan dan juga anti mainstream. Karena hal itu, dia memilih untuk menutup laptop dan menikmati makanan yang dia bawa sambil menatap danau dan juga hutan lebat di sekitarnya. Hanya ada keheningan, mungkin terpecahkan oleh suara keripik kentang yang tengah dia makan. Mengingat banyak orang yang mendapatkan banyak penghasilan dari platfom online membuat Adam kesal sendiri. “Aku harus menidurkannya,” ucap Adam mengakhiri kesendiriannya kemudian masuk ke dalam kamar. Enak sekali memiliki ruang sendiri, sampai dia tidak harus keluar dari zonanya dan bebas menulis. Namun untuk saat ini, dia memilih untuk tidak menulis sampai karya karyanya dilihat oleh orang lain. Adam hanya perlu menunggu mereka menemukan karya yang luar bias aitu. Krieeetttt…. Terdengar sebuah suara dari luar kamar, yang membuat mata Adam kembali terbuka. Dia keluar dari kamarnya dan mendapati pintu menuju basement yang terbuka. “Kenapa ini?” gumamnya kesal dan segera menutup pintu itu. Bahkan mengerikan untuk melihat ke bawah karena begitu gelap. Hans melarangnya menyalakan lampu sepanjang malam karena hal itu akan membuat kebakaran di bawah sana. Adam kembali ke kamarnya dan berbaring di ranjang. Kebetulan dinding kamarnya memiliki dinding yang sama dengan basement. Hingga Adam samar samar mendengar suara lagi di malam yang hening. “Kenapa bisa terdengar sampai ke sini?” sampai Adam sadar kalau dibalik dinding yang sedang ditatapnya itu adalah tangga menuju basement, lalu dibalik dinding lainnya langsung mengarah pada gelapnya basement hingga Adam bisa mendengar suara suara itu lagi. “Menurutmu, apa dia sadar?” “Huh, sadar karena apa?” “Kita di sini.” “Kita? Kita ini apa?” Adam yang sedang mencoba untuk tidur itu hanya bisa menelan salivanya kasar, kenapa rekamannya kembali berputar padahal dia yakin sudah mencopotnya. Kenapa audio audio dari anak anak itu membuat Adam merasa seperti sedang dibicarakan. “Kita ini apa, hei?” “Hahahaha… hihihi…. Jangan berlari, nanti yang lainnya bangun.” “Bukan kah sudah seharusnya bangun?” Adam menyumpal telinganya dengan headset dan memilih untuk mendengarkan lagu. Kemudian matanya mulai terpejam dan masuk ke dalam alam bawah sadar. Tanpa Adam sadari, ada tiga orang yang berdiri di samping ranjang sambil menatapnya. Satu orang Wanita dewasa dengan dua anak perempuan di sampingnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD