CHAPTER 1

1138 Words
Adam pergi ke hutan Bisik tanpa memberitahu sang Ibu. Sengaja karena dia malas berdebat dengan sang Ibu lagi mengenai pekerjaan. Dia menggunakan sepeda motor ke sana. Seperti yang dijanjikan oleh Hans, pria tua itu menunggu di pinggir hutan yang mana membuat Adam menatap tidak percaya kalau hutan yang dulu pernah dia datangi saat sekolah itu membuatnya kembali dengan keadaan harus menjaga sebuah villa di sana. “Bagaimana kabarmu?” “Baik, langsung saja. aku harus segera menulis.” “Oke oke, ayok ikut aku.” “Kau berjalan?” Hans menggeleng. “Aku juga punya kendaraan sepertimu, boy,” ucapnya kemudian menaiki sebuah sepeda motor dan menuntun Adam ke sebuah jalan setapak yang hampir tidak terlihat karena rimbunnya pepohonan. Sampai Adam mengerutkan kening melihat sebuah pagar di dalam hutan yang mengelilingi sebuah lahan yang cukup luas. Memasuki pagar itu, Adam bisa melihat dengan jelas danau di depannya yag begitu rimbun oleh pepohonan di sekitarnya, hanya setitik cahaya matahari yang masuk ke sana, membuat Adam tersenyum. Betapa tenangnya dia di tempat ini. Keduanya memarkirkan motor di bagian belakang villa. Terdapat dua lantai di villa ini. dilihat dari luar, ini adalah sebuah villa yang tua dengan kayu mendominasi. Tidak terlalu tua, karena kayunya tidak rapuh sama sekali. Namun Adam bisa melihat kalau tempat ini dibangun tahun 1920-an. Ada tanda di sana. “Villa ini dibangun pada tahun 1920 oleh keluarga Whitengton, dan turun temurun masih menjadi milik mereka sampai saat ini. villa ini sangat bersejarah untuk keluarga mereka.” Adam masuk ke dalamnya, dan melihat kayu kayu mendominasi, ada banyak cermin di sekitarnya membuat dia mengerutkan keningnya heran. “Pemiliknya adalah sebbuah kolektor cermin dari masa ke masa. Karena di rumah di kota tidak ada lagi tempat, mereka menyimpan Sebagian di sini selama tempat di kota masih direnovasi.” Adam tetap mendengarkan sambil melihat sekeliling, banyak sekali sekat dan Lorong. Tempat ini tidak memiliki konsep terbuka hingga membuat Adam sesak melihatnya. “Di lantai satu hanya ada dapur, ruang makan, ruang tamu, ruang keluarga, dua kamar dan dua kamar mandi, dan juga Gudang peralatan.” “Dimana kamarku?” “Di belakang, dekat dengan pintu menuju basement.” Adam mengerutkan keningnya, kamarnya berada di belakang dapur dan bersebelahan dengan Gudang peralatan, dan jangan lupaakan pintu basement di samping kanannya. Dihimpit oleh dua pintu tidak berpenghuni. Dinding dapur juga hampir menghalangi pintunya, sempit sekali. “Aku benar benar ditempatkan di sini?” “Lihat dan masuk dulu.” Saat Adam masuk, dia merasa puas dengan kamarnya yang luas, dan memiliki jendela yang langsung mengarah ke hutan. Ketenangan yang dia dapatkan di sini. Kamar mandi di dalam, lemari yang luas dan juga Kasur yang luas. “Ini menakjubkan.” “Kamar ini juga memiliki pintu yang mengarah langsung keluar, berjaga jaga jika kau tidak ingin mengganggu kebersamaan keluarga Whitengton, karena di sini tugasmu hanya menjaga villa.” Adam mengangguk paham. Hans di belakangnya masih menjelaskan. “Di atas ada lima kamar dan empat setengah kamar mandi. Kau harus membersihkan tempat ini setiap hari dan merawat setiap benda yang ada di sini, tidak boleh ada debu. Keluarga Whitengton akan datang setiap akhir pekan, dimulai hari kamis sore sampai minggu pagi mereka sudah kembali lagi ke kota. Gajimu dinaikan menjadi 500 dollar seminggu.” “Kau bercanda?” “Tentu tidak. Dan jangan khawatir karena aku akan mengirimkan bahan makanan setiap hari kamis pagi.” Adam mengangguk paham. “Jadi aku hanya berjaga di sini?” “Iya.” “Kemana penjaga sebelumnya?” “Dia menikah dan pindah keluar kota.” “Oke, karena tempat ini sudah bersih, aku bisa mulai menulis bukan?” “Lakukan apapun yang kau inginkan, Adam. Aku berada di pos penjaga di hutan, menjaga hutan.” “Tunggu dulu, bagaimana mereka bisa mendapatkan area pribadi di hutan milik pemerintah?” “Keluarga mereka berjasa pada pemerintah, jadi tidak aneh jika pemerintah memberikan Sebagian kecil lahan mereka pada keluarga yang berjasa.” ***** adam baru saja mendapatkan ketenangan dari menulisnya, tapi harus terganggu karena ponselnya berbunyi. Ada berdecak, itu dari Ibunya yang mengganggu sekali. “Hallo, Bu?” “kau pergi kemana? Kenapa pakaianmu tidak ada?” “Ibu baru sadar kalau aku pergi? jangan khawatir, Bu, aku sedang bekerja sekarang.” “Dimana? Kenapa tidak memberitahu Ibu sebelumnya?” “Ibu terlalu sibuk dengan pekerjaan Ibu. Aku bekerja di luar kota, jangan khawatir. Aku akan berkunjung ke sana sesekali, jika sudah dapat banyak uang.” “Dimana? Bilang tepatnya dimana supaya Ibu bisa menghubungimu dan menemuimu.” “Aku sedang tidak ingin diganggu untuk sekarang,” ucap Adam kemudian mematikan telpon dengan tarikan napas dalam, dia sedang tidak ingin diganggu sekarang ini. amarahnya juga memuncak saat sang Ibu malah menaikan nada bicaranya, bukannya mengucapkan kalimat selamat. Adam benar benar membenci jika ibunya sudah seperti itu, membuat amarahnya terkumpul di ubun ubun. Menarik napasnya dalam sebelum akhirnya pergi keluar kamar untuk mencari makanan. Adam tersenyum tatkala dia melihat banyak makanan di dalam kulkas. Tidak apa untuk dia menghabiskan semua ini bukan? lagipula Hans akan mengirimkannya setiap kamis pagi jika nanti ada keluarga Whitengton yang akan datang. Mengambil sebuah beer, Adam memilih untuk berjalan jalan di sekitar rumah, dia penasaran akan setiap inci dari rumah ini. dia naik ke lantai dua, dimana semua ruangan adalah kamar atau kamar mandi. Semua kamar juga memiliki dinding kayu, yang mana membuatnya berdecak. Namun ada satu kamar yang membuat Adam tertarik, kamar itu diselimuti oleh kain putih dengan jendela yang tidak terbuka. Membuatnya masuk dan membuka jendela, kemudian menyingkab kain putih. Adam terpaku saat melihat sprei yang berwarna merah, dimana kamar lain memiliki sprei hitam atau putih. Yang semakin membuatnya yakin kalau ini adalah kamar seorang gadis, jadi Adam memutuskan untuk membuka lemari. Dia terkekeh, “Woaahh, pakaian seksi,” ucapnya sambil menelan liur kasar. Kemudian Adam menutupnya setelah menatapnya selama beberapa menit. Dia harus memeriksa basement, Hans bilang selalu ada kebocoran pipa ataupun gas di bawah sana. jadi Adam ingin melihat area yang akan selalu menjadi tantangannya. “Sialan gelap,” gumamnya kemudian mengambil senter. Tempat yang lembab. Kreekkk….. suara Langkah kakinya terdengar di tangga kayu yang mulai rapuh. Tempat itu lembab, tidak ada pencahayaan sedikitpun. Adam menelan salivanya kasar, “Menyedihkan,” gumamnya kemudian melangkah lebih jauh. Mencekam, hanya ada kegelapan, bahkan dirinya tidak menemukan saklar satupun. Hawa dingin, lembab dan juga bau tanah. Kenapa basement ini bahkan tidak memiliki alas yang membuat kakinya tetap bersih? Hingga cahaya senternya menerangi sebuah lukisan anak kecil yang sedang tersenyum dengan boneka di tangannya. Kenapa terasa hidup? Kenapa Adam nerasa sedang ditatap olehnya? Bola matanya yang begitu bulat terlihat sedang menatapnya dengan tajam. Adam tidak suka, dia mendekat melangkah untuk menutupnya dengan kain. BRAK! Pintu tertutup secara tiba tiba membuat Adam kaget. “Tunggu, aku tidak terkunci di sini bukan?” gumamnya kemudian berlari menuju tangga dan mencoba membuka pintu. “Sialan, kenapa terkunci?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD