“Kapan kamu akan berangkat?”
“Besok jam 5 pagi.”
“Apa kamu sudah benar-benar yakin dengan keputusan ini?”
“Iya Ren. Aku sudah sangat yakin.”
“Lalu bagaimana dengan kuliahmu?”
“Kemungkinan aku tidak akan melanjutkan kuliah.”
“Sayang banget. Padahal tinggal skripsi. Kenapa kamu nggak labrak dan minta tanggung jawab aja sih sama Davin. Kalau nggak biar aku aja yang labrak dia. Sekalian sama nenek lampir itu.”
“Nenek lampir?”
“Iya mamanya Davin yang nggak ada otak itu. Bisa-bisanya lampir itu mengatakan hal seperti itu padamu.”
“Tidak perlu menghabiskan tenagamu untuk hal yang tidak penting. Mereka tidak akan menerima pernah anak ini.”
“Yang sabar ya Aurel. Badai pasti berlalu. Semoga setelah ini hanya ada kebahagian yang akan menghampirimu. Aku yakin kamu pasti kuat dan bisa melalu semua ini.”
“Terima kasih Ren.”
“Aku pasti akan selalu merindukanmu. Jangan lupa sering kirim kabar ya?”
“Tentu saja. Oh ya aku mau minta sesuatu?”
“Kamu mau apa? Katakan? Aku pasti akan mengabulkannya untukmu. Tas? Sepatu? Baju? Jam tangan?”
“Tidak. Bukan itu.”
“Lalu apa? Katakan saja.”
“Aku minta kamu jangan pernah mengatakan pada siapapun tentangku. Baik tentang kehamilanku maupun keberadaanku. Terutama pada Davin.”
“Baiklah kalau itu maumu. Aku berjanji akan menjaga rahasia ini serapat-rapatnya. Asalkan kamu harus hidup bahagia disana.”
“Terima kasih Ren.”
Sore ini Aurel dan Reni sedang berada di sebuah café. Aurel yang meminta Reni untuk menemuinya, karena Aurel ingin berpamitan.
Aurel memutuskan untuk pergi ke Singapura bersama ibunya. Ia akan tinggal bersama paman dan tantenya, yaitu om Bagas dan Tante Lusi. Bagas adalah adik dari mendiang papanya Aurel (Tomy). Selama ini ia tinggal di Singapura bersama keluarganya.
Namun saat mengetahui tentang keadaan keluarga dari mendiang kakaknya, Bagas dan istrinya langsung terbang ke Indonesia. Ia pun baru mengetahui bahwa kakaknya sudah meninggal sebulan yang lalu. Tomy meninggal bunuh diri karena terjerat hutang kepada rentenir untuk memperbaiki usahanya yang bangkrut. Tapi kenyataannya usahanya tetap tak bisa berjalan, malah hutangnya yang bertambah. Akibatnya kini Aurel dan ibunya lah yang harus menanggung semuanya.
Bagas merasa prihatin dan kasihan kepada Aurel dan ibunya. Selain itu, Bagas juga merasa bersalah kepada Aurel dan ibunya atas perbuatan kakaknya. Bagas pun melunasi hutang kakaknya dan mengajak Aurel serta ibunya untuk ikut pergi dan hidup bersamanya di Singapura. Dengan berbagai pertimbangan, Aurel dan ibunya menyetujuinya.
*****
Singapura
“Halo tante.”
“Ini Raymon?”
“Iya tante.”
“Wah, kamu sudah tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan tinggi. Tante sampai pangling.”
“Siapa ma?” Tanya Aurel.
“Kamu lupa sama Raymon? Dia anaknya om Bagas. Padahal dulu kecil kalian pernah main bareng.”
“Apa ini Raymon yang si pipi bakpao? Yang dulu gendut rambutnya berponi, yang suka nangis kalau poninya disisir kesamping.”
Bagas dan Lusi pun tertawa, sedangkan Raymon hanya tersenyum.
“Hush… Jangan begitu.” tegur mama Sekar sambil melirik ke arah Aurel.
“Hehehe. Maaf om, tante, dan…. Raymon.”
“Tidak apa-apa. Kalau begitu ayo kita segera berangkat.”
“Biar Raymon aja yang bawakan barang-barangnya. Kalian semua masuk mobil dulu saja.”
Raymon diminta Bagas untuk menjemput mereka di Bandara.
Raymon adalah anak tunggal dari Bagas dan Lusi, yang berarti saudara laki-laki Aurel. Raymon lebih muda tiga tahun dari Aurel. Waktu kecil mereka sering bermain bersama, sebelum akhirnya Bagas dan Lusi memutuskan untuk menetap di Singapura.
Mereka telah sampai di kediaman Bagas.
“Kalian beristirahatlah dulu. Bi, tolong antar mereka ke kamar tamu ya?” ucap Bagas.
“Baik Tuan.”
****
Saat ini mereka sedang kumpul bersama menikmati makan malam.
“Apa kalian bisa beristirahat dengan nyaman?” tanya Bagas.
“Iya om. Kami merasa sangat nyaman.” jawab Aurel.
“Syukurlah kalau begitu. Jika kalian butuh atau menginginkan sesuatu, katakan saja! Jangan sungkan-sungkan. Anggap saja ini rumah kalian. Kalian tinggallah senyaman mungkin.”
“Terima kasih om, tante.”
“Oh ya Ray, besok kamu antar kak Aurel pergi berbelanja untuk kebutuhannya ya?”
“Besok Ray tidak bisa mom. Ray ada jadwal kelas pagi, habis itu Ray ada janji latihan basket sama temen-temen.”
“Latihan kan nggak harus besok. Besoknya lagi kan juga bisa.”
“Tapi mom…”
“Nggak ada tapi-tapian. Atau mobil kamu mommy jual.”
“Loh… kenapa nggak mommy aja nganterin?”
“Mommy besok ada job acara pernikahan sampai malam.”
“Tapi mommy kan baru saja pulang. Apa nggak istirahat dulu?”
“Job ini udah dibooking dua bulan yang lalu. Sudah nggak usah bantah lagi. Besok kamu harus anterin kak Aurel belanja. Titik nggak pake koma.”
“Dad…!” Raymon mengadu pada Bagas.
“Turuti saja permintaan mommymu.”
“Baiklah.” Jawab Raymon sambil memanyunkan mulutnya.
“Eemmm… Sebenarnya Ray tidak perlu mengantarku, aku bisa pergi sendiri. Aurel tidak mau merepotkan Ray.” ucap Aurel saat melihat raut wajah Raymon yang telihat kesal.
“Jangan. Kamu kan baru saja tinggal disini. Nanti kalau kenapa-kenapa sama kamu malah kacau.”
“Ray!!!” Lusi melirik ke arah Raymon.
“Iya besok aku anter. Nggak papa, nggak repot kok. Santai aja.”
Lusi memiliki bisnis wedding organizer yang sudah cukup dikenal oleh banyak orang, sedangkan Bagas bekerja sebagai manajer di salah satu perusahan terkenal disana.
****
“Maaf sudah merepotkanmu dan menyita waktu sama temen-temenmu.” ucap Aurel yang saat ini duduk di kursi samping Raymon yang sedang menyetir.
“Tidak papa. Santai saja.”
Masih ada kecanggungan diantara mereka karena memang sudah lama tak bertemu.
“Kamu kuliah semester berapa?”
“Dua.”
“Oh… Ambil jurusan apa?”
“Olahraga.”
“Oh jadi kamu suka Olahraga. Pantesan badan kamu sekarang bisa kurus dan tinggi. Ku kira kamu akan tumbuh pendek dan gemuk seperti dulu.” Aurel keceplosan.
Raymon menatap ke arah Aurel.
“Tapi menggemaskan. Hehehe.”
“Kalau sekarang?”
“Kalau sekarang tidak menggemaskan lagi. Tapi tampan.”
Raymon hanya tersenyum bangga mendengar pernyataan Aurel.
“Ngomong-ngomong apa kamu sudah punya pacar?”
“Menurut kak Aurel?”
“Pasti sudah kan?”
“Belum.”
“Ah yang bener? Masa sih? Nggak papa jujur aja, kakak nggak akan bilang sama mommy dan daddy kamu.”
“Memang aku belum punya pacar.”
“Kenapa?”
“Belum ada yang sreg aja. Sebenarnya banyak yang ngejar-ngejar sih. Tapi ya itu, belum ada yang cocok.”
“Iya deh percaya banyak yang ngejar. Secara kamu tampan, apalagi jago basket. Cewek mana yang nggak bakal klepek-klepek.”
“Kok kakak tahu kalau aku jago basket?”
“Kakak kan juga bisa meramal.”
“Hahaha.” Raymon tertawa garing.
“Tertawamu jelek. Sleketep. Eh tapi kalau bisa sih jangan pacaran dulu, fokus kuliah dulu aja. Jangan sampai putus kuliah seperti aku.”
“Loh bukannya kakak udah lulus?”
“Belum. Sebenarnya tinggal skripsi aja. Tapi karena keadaan, kakak harus putus kuliah.”
“Keadaan? Memang ada apa kak? Apa gara-gara masalah pacaran?”
“Ya, bisa dibilang begitu.”
Raymon memang belum diberitahu masalah dan keadaan yang terjadi pada Aurel dan ibunya. Karena memang mereka baru saja tiba di Singapura.
Selama perjalanan mereka saling mengobrol. Aurel yang terlebih dahulu mencoba mengakrabkan diri, hingga akhirnya kecanggungan diantara mereka pun sudah hilang.
Raymon mengantar dan menemani Aurel berbelanja semua kebutuhannya. Bahkan Raymon pun membawakan barang bawaan milik Aurel. Sebelum pulang, mereka juga pergi ke restauran untuk makan bersama.
TBC
*****