BAB 1

1346 Words
“Jeng… kamu jadi ikutan acara reunian kita kan?” tanya Oppi temanku. Kami sudah lama tidak ketemu. Ini adalah reuni perdana teman-teman saat di sekolah menengah pertama. “Belum nanya sama Ayah, Pi.” Aku menjawab dengan ragu. Aku tidak yakin, Ayah akan memberikanku izin untuk ikut reuni. Apalagi reuninya diadakan di Bandung dan kami harus menginap dua hari di sana. Karena kalau harus bolak balik Jakarta Bandung pasti waktu bertemu dengan teman-teman tidak akan lama. Sedangkan mereka adalah teman-teman yang sudah lama tidak aku temui. Sewaktu aku SD dan SMP aku tinggal dengan Paman dan Bibi di Bandung. Karena kondisi Bunda waktu itu sedang sangat buruk. Aku yang masih kecil tidak ada yang merawat, karena semua orang di rumah adalah laki-laki. Jadi, selama Bunda sedang menjalani masa terapi, aku dirawat oleh Paman dan Bibi di Bandung. Alhamdulillahnya, kondisi Bunda lambat laun membaik. Dan saat SMP kelas tiga bunda memintaku untuk balik ke Jakarta karena dia sangat kangen sama anak perempuan satu-satunya. Namun, ternyata itu hanya kesembuhan bunda yang sangat singkat. Bunda menghembuskan napas terakhir saat aku duduk di kelas dua sekolah menengah ke atas. Setelah Bunda meninggal, aku jadi perempuan paling cantik di rumah, sampai Kak Jaka menikah tahun lalu. *** Sore ini, langit terlihat sangat cerah. Semoga saja keadaan hati Ayah juga secerah keadaan sekarang. Agar aku mendapatkan izin dari Ayah. “Ayah… kopi, Yah.” Aku membawakan segelas kopi yang biasa Ayah minum di sore hari seperti ini. “Kamu tahu aja Ayah lagi pengen kopi,” kata Ayah sambil tersenyum. Kalau Ayah tersenyum seperti ini, berarti suasana hati Ayah pasti sedang baik. “Gorengannya mana?” tanya Ayah. “Iya, Yah. Tunggu.” Aku langsung berdiri hendak berlari ke dapur untuk mengambil goreng pisang yang sedang dibuat oleh Kak Kiki, Kakak Iparku yang cantik dan rajin membuat cemilan. “Enggak usah… ini udah kakak bawain.” Kak Kiki tiba-tiba datang membawakan gorengan yang masih sangat panas. “Kok, tadi enggak dibawa sekalian, Jeng?” tanya Ayah. “Tadi belum mateng, Yah.” Kakak Kiki membantuku menjawab pertanyaan Ayah. Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Ayah. Tangan Ayah juga membelai lembut rambutku. “Ayah sangat senang mempunyai dua anak perempuan seperti kalian.” Aku melihat secara berganti ke arah kami berdua. “Semoga kalian selalu menjadi anak-anak kebanggaan Ayah,” lanjutnya. “Pasti dong, Yah.” Aku menunjukkan rasa percaya diri, karena aku yakin aku pasti bisa menjaga diri. Tiba-tiba saja suasana menjadi sunyi. Kalau kata orang betawi bilang ‘ada hantu lewat lagi buang angin’. Aku pun juga bingung mau mulai bicara kepada Ayah. “Ada apa? Ada yang mau kamu tanyakan?” Ayah memang sangat peka dengan apa yang berada di sekitarnya. “Eeee… gini, Yah. Ajeng mau minta izin ikut reuni.” Aku memberanikan diri untuk berbicara. “Reuni apa?” tanya Ayah sambil melahap goreng pisangnya. “Reuni SMP, Yah.” “Ya enggak papa asal enggak jauh-jauh. Kamu pergi bareng Kak Jaka kan?” Ayah berpikir bahwa aku akan mengadakan reuni SMP yang di Jakarta. Sekolah yang satu almamater dengan Kak Jaka. Aku pindah ke sekolah Kak Jaka saat kelas tiga SMP saja. Hanya beberapa bulan aku merasakan bersekolah di sana. Aku sempat menunda satu tahun, karena proses perpindahan sekolah dari Bandung ke Jakarta sedikit mengalami kendala saat itu. Akhirnya, Kak Jaka yang minta tolong kepada temannya yang juga menjadi guru di sekolah itu. Sehingga, aku bisa masuk sekolah walaupun surat-suratnya masih dalam proses. “Eeeee… Bukan SMP Kencana yah? Tapi SMP Jaya Pertiwi.” Aku masih dengan nada ragu menyebutkan nama sekolahnya. “Uhuk… uhuk…” Ayah tersedak kopi yang sedang dia minum. Kak Kiki yang berdiri di belakang Ayah, langsung mengusap-usap punggung Ayah. “Jadi maksud kamu, kamu mau reuni di Bandung?” nada suara Ayah sedikit berubah. Dan mulai terdengar tidak menyenangkan. “Alamat tidak dapat izin ini mah,” kataku di dalam hati. “Enggak… Ayah enggak mengizinkannya.” Ayah menolak dengan sangat tegas. “Tapi, Yah. Ajeng kan udah lama enggak ketemu sama mereka.” Aku memohon kepada Ayah untuk mengizinkannya. “Enggak… kamu anak gadis ayah satu-satunya. Sekarang kamu mau pergi seorang diri ke Bandung. Mana mungkin Ayah izinkan.” Aku hanya bisa menundukkan kepala mendengarkan penolakan Ayah. “Sekarang Ayah tanya, kamu di Bandung mau berapa hari?” tanya Ayah lagi. Aku tidak berani menjawab. Hanya menunjukan jari telunjuk dan jari tengah bersamaan. “Apa, dua hari!” teriak Ayah. “Tidak… tidak akan Ayah izinkan. Apalagi sekarang Paman kamu sedang sakit. Tidak mungkin kan kamu tinggal di sana. Nanti kamu merepotkan mereka.” Ayah terlihat tidak akan memberikan izinnya. “Sabar, Yah.” Kak Kiki berusaha membuat Ayah tenang. “Sebenarnya, Kiki juga ada acara di Bandung Yah. Dan selama dua hari juga.” Perkataan Kak Kiki terdengar seperti angin sejuk di telingaku. Aku pun memberanikan diri untuk mengangkat kepala. “Ada acara apa?” Ayah bertanya kepada Kak Kiki. “Ada yang harus Kiki luput beritanya di sana, Yah.” “Tapi, Kiki belum minta izin sama Bang Jaka Yah.” Lanjutan dari Kak Kiki membuat harapanku sedikit kandas. “Tenang aja Kak, Ajeng yang minta izin sama Kak Jaka.” Semangat empat limaku mulai aku kerahkan. “Stttt… anak kecil ikut-ikutan aja.” Ayah melotot melihat diriku. Dan itu membuat aku seketika menjadi menciut. Kak Kiki hanya bisa tersenyum melihat aku yang langsung membungkam mulutku. “Sebenarnya, kakak enggak pergi juga enggak papa.” Kak Kiki sedikit menggodaku. “Kakak… jangan dong. Ayo dong, tolongin Ajeng.” Aku memelas untuk memohon kepada Kak Kiki untuk menolong aku untuk bisa ikut reuni kali ini. “Iya… iya… kakak ikut,” kata Kak Kiki sedikit mengalah. “Trus izin sama Jaka gimana?” tanya Ayah. “Tadi sih, Bang Jaka udah kasih izin, Yah. Kiki cuma mau godain Ajeng aja.” Kak Kiki menahan tawanya. “Kakak!” Aku tidak terima Kak Kiki seperti ini padaku. “Sttt… anak kecil enggak boleh marah.” Ayah mencubit lembut hidungku. “Jadi, Ajeng boleh ikut kan, Yah.” Aku mencoba meyakinkan diri, jika Ayah sudah memberikan izinnya kepadaku. “Mmmmm… kalau kamu sama Kiki, ya boleh lah.” “Asyik…” Teriakku senang sambil melompat-lompat kegirangan. Akhirnya aku bisa bertemu lagi dengan teman-teman SMP-ku. Sudah sekitar sepuluh tahun kami tidak bertemu. Pasti wajah-wajah mereka sudah banyak yang berubah. Apakah aku masih bisa mengingat mereka. Aku sangat kangen dengan mereka. Tidak sabar aku menunggu hari jumat. Karena hari jumat kami akan berangkat menggunakan travel dari sini. Hari sabtu dan minggu aku akan menghabiskan dua hari bersama teman-teman SMP yang menjadi teman baikku dari sekolah dasar sampai sekolah menengah. *** “Ini di mana? Kepalaku sangat pusing.” Aku memegangi kepalaku yang masih sangat berat untuk bangun. Aku melihat seluruh ruangan yang tidak aku kenal. Ini seperti sebuah kamar hotel, dan kamar ini juga merupakan kamar yang sangat elit. “Bagaimana aku bisa ada di sini?” Aku masih merasa bingung, mengapa aku bisa sampai di tempat ini. “Aaaa….” Aku begitu terkejut melihat kondisiku yang tanpa busana. Dan aku juga tidak ingat bagaimana caranya aku bisa sampai di kamar ini. Semua bajuku bertebaran di lantai kamar hotel ini, aku tidak tahu kamar siapa ini. Seingatku, semalam aku sedang ada di kafe dengan teman-teman masa sekolahku. Setelah selesai dari acara reuni, kami berlima melanjutkan dengan berkumpul di sebuah kafe. Dan kami sedang asyik mengobrol di sana. Aku dan teman-teman juga tidak ada yang minum minuman keras. Kami hanya memesan kopi dan beberapa cemilan untuk menemani obrolan-obrolan ringan kami. Tetapi, mengapa pagi ini aku bisa tersadar di tempat ini. Bahkan, Kak Kiki juga tidak ada di sini. Dan ini bukan kamar yang Kak Kiki dan aku sewa kemarin. “Ini kamar siapa?” “Kenapa aku bisa ada di sini?” Aku terus bertanya tanpa ada yang menjawabnya. “Aku harus mencari Kak Kiki.” Aku berusaha keluar dari selimut dan mengambil bajuku yang berserakan di lantai. Tiba-tiba, terdengar suara dari sebelahku. Seperti ada yang bergerak dari dalam selimut. Aku memberanikan diri untuk membukanya. “Aaaaaa….” Aku terkejut dengan apa yang aku lihat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD