Semakin rumit, semuanya semakin berbelit. Tanggung jawab yang dipikul sebagai kepala rumah tangga yang masih berusia 18 tahun. Mungkin dia menikmatinya, namun ada kerisauan disana, ada rasa iri melihat teman-teman lainnya. Mungkin tak hanya dia, tak ini menyebalkan.
Rama melihati Ranum yang masih enggan menemui Rara, bayangan traumatis itu masih saja menganggunya. Bagaimana jika...Rara jadi terancam lagi karenanya.
"Ayolah Num...." ajak Rama, meminta Ranum masuk ke dalam kamar rawatan.
"Kamu fikir ini mudah?" Tanya Ranum, yang masih melihati pintu kamar Rara di rawat.
"Ayolah...ada aku disini. Kita bisa selesaikan bersama...." ucap Rama, menggenggam tangan Ranum.
"Tapi....."
Lelaki itu terus meyakinkan istrinya, ini memang tidak mudah. Tapi, masih ada didepan sana yang lebih sulit dari hanya sekedar kejadian traumatis yang terus membayangi. Apalagi, perkembangan dari Rara terancam mengalami keterlambatan. Jika Ranum tidak bisa menjadi salah satu sistem pendukung, maka Rama tak tahu harus berbuat apa.
"Num...."
"Iya?"
"Rara cantik sekali, bukan?" Tanya Rama, kini dia berhasil membujuk Ranum masuk kedalam menemui Rara. Walau sudah beberapa menit dirinya belum berani menyentuh putri sematawayangnya itu.
Tak ada jawaban dari Ranum, dia hanya terdiam. Mendadak tangannya bergetar saat melihat Rara tiba-tiba terbangun dan menangis. Dia bingung harus berbuat apa, padahal seperti biasanya Ranum akan segera menggendong bayinya dan melakukan segala macam cara agar Rara tenang dan diam.
"Num....Rara nangis" ucap Rama.
Ranum hanya menggeleng, perlahan dia mundur dan semakin panik saat tangisan Rara semakin menjadi. Perlahan tapi pasti dia mundur dan keluar.
Ibu Rama, yang sedari tadi menjaga cucunya selama lelaki itu pulang menjemput Ranum hanya mampu menggeleng dan segera menyuruh Rama memanggil perawat. Dia tak meminta Rama menemui istrinya dahulu, untuk saat ini sepertinya Ranum butuh waktu sendiri. Kehadiran Rama justru akan membuatnya tertekan, karena seakan menuntutnya untuk segera menemui Rara.
Ranum menagis didalam toilet, ini adalah hal yang paling dramatisir. Namun, begitulah adanya. Perempuan itu coba meyakinkan dirinya, menenangkan dirinya. Menarik nafas dalam dan tiba-tiba saja ibunya menelfon.
"Ya bu?"
"Num, kamu dimana?"
"Di...." Tanum melihat sekeliling sebentar, "di toilet bu..."
"Temui ibu di lobby sekarang..."
"Kenapa bu?"
"Jangan banyak tanya....!!!"
*tuttuttuttut
Panggilan terputus begitu saja, Ranum segera meninggalkan toilet. Rasanya dia tak bisa menolak panggilan ibunya.
Pertemuan antara ibu dan anak itu berlangsung di lobby, ibu menjelaskan semuanya tentang keadaan Rara, apa yang terjadi pada Rara bukanlah sepenuhnya kesalahan Ranum. Justru jika dia berlarut-larut seperti ini, bisa berakibat buruk pada Rara.
"Kamu harus segera diterapi...." ucap ibu tegas.
"Bu, aku gak mengalami gangguan apapun. Aku cuma trauma. Lagipula inikan baru satu hari setelah kejadian. Jadi wajarkan...." jelas Ranum.
"Iya, kamu bakal dapat terapi untuk memperlancar pengeluaran ASI mu Num. Tadi ibu sudah ngobrol, kamu akan diajarkan melakukan pemijatan dan perawatan pada p******a kamu...." jelas ibu.
"Ih ibu aneh aja, Anum gak mau deh...." rengeknya.
"Kamu ini.... kalau sudah punya anak...jangan terlalu cengeng dan manja...harus dewasa dong Num...." kesal ibu.
Ranum hanya cemberut, ibu tak peduli dengan hal itu. " ayo!!!!" Ajak ibu, menarik tangan Ranum.
Ranuk dibawa kedalam ruangan yang tenang, tercium aroma lemon yang menemangkan, musik klasik pun diputar dengan tenangnya. Dia didudukkan pada sofa yang nyaman. Ditinggal sendiri selama beberapa menit, agar rileks.
"Bagaimana Ranum?" Tanya seorang perawat, yang akan mengajarkannya melakukan pemijatan pada p******a.
"Hah?" Tanya Ranum, yang tadinya hampir tertidur.
"Sudah tenang?" Tanyanya.
"Ya...ya..." jawabnya.
"Baiklah, kita akan mulai prosesnya. Sesungguh hal yang paking utama untuk memperlancar ASI selain asuoan nutrisi adalah kenyamanan jangan sampai ibu stres..." jelas sang perawat.
"Permisi...." tiba-tiba saja pintu ruangan terbuka dan Rama muncul.
"Silahkan duduk disebelah istrinya...kita akan segera mulai pemijatannya..."
"Tunggu dulu....kenapa Rama ikut?" Tanya Ranum bingung.
" kehadiran sang suami adalah salah satu sistem pendukung yang sangat penting bagi ibu, nah untuk itu suami kamu akan membantu dalam proses pemijatan ini...."
"Ayo, dibuka bajunya....dibantu ya mas..."
Mendengar perkataan perawat, Ranum membulatkan matanya. Saling tatap dengan Rama dalam keheningan. Ini aneh, ya...mungkin mereka sudah pernah terlalu intim. Tapi, memamerkannya didepan orang lain? Mungkin bukan ide yang bagus.
"Ayo...tunggu apalagi..." ucap perawat yang sudah menunggu.
"Oke...." kata Rama yakin.
Dia mulai meraih baju Ranum, dengan gugupnya. Sedikit kaku, dia membuka resleting yang berada dibagian punggung dari baju terusan berwarna hitam polos yang dikenakan Ranum.
Perlahan tapi pasti, punggung mulus Ranum mulai terlihat, tali bra hitam yang dipakainya untuk menutupi payudaranya pun mulai terlihat, Rama mulai terbiasa, dia menurunkan baju Ranum yang menutupi bagian dadanya. Yang tertinggal kini hanya bra hitam yang menutupi payudaranya.
"Ehm...sudah..." ucap Rama.
"Bra nya belum...." ucap perawat santai, yang semakin tidak sabaran.
"Oh, juga ya...." kata Rama gugup.
"Bentar ya Num..." ucap Rama lirih ditelinga istrinya. Ranum malu, dilihati seperti itu.
*klek
Pengait bra sudah terlepas, dengan perlahannya Rama melepaskan bra dan terlihatlah p******a Ranum yang baru beberapa jam lalu dijamah oleh suaminya.
"Oke, kita mulai ya...." ucap perawat, semangat.
"Pemijatan bisa dilakukan dalam keadaan dudk atau berbaring, namun saat ini kita akan melakukannya dalam keadaan duduk. Pertama....."
Perawat memberikan handuk kecil yang sudah dibasahi dengan air hangat pada Rama, " pertama, kita akan mengompres layudafanya terlebih dahulu....." jelasnya, sambil mempraktekkannya pada boneka disebelahnya.
"Hmmmm bagus, seperti itu. Dilakukan pengompresan pada keduanya ya....setelah itu..." ucap perawat senang, melihat apa yang dilakukan Rama.
"Langkah kedua, kita akan membersihkan daerah p****g dan areola, daerah sekitar putih dengan baby oil. Bisa gunakan olive oil atau sejenisnya...." jelasnya, sambil menuangkan baby oil pada kasa dan memberikannya pada Rama.
"Nah...begini..." contohnya.
Rama pun melakukannya, dia melihati p******a istrinya...ini sedikit aneh. Mungkin selama ini dia hanya menikmatinya tanpa peduli dengan kondisi dan keadaannya. Setelah, itu langkah selanjutnya pun dilakukan.
Pemijatan, Ranum yang merasakan jemari suaminya meninat dengan lembutnya sedikit bergidik geli walau kenyataannya dia menikmatinya. Dia menjadi sedikit lebih tenang dan sebelumnya, saat dengan lembutnya jemari Rama menjamah payudaranya.
"Nah...pemijatan ini bisa dilakukan di rumah. Tidak sulit kan? Selama masa pemijatan ini, tetap saja berikan ASI pada sang bayi, walau tidak yakin keluar atau tidak. Tak masalah, tapi sebelumnya bersihkan terlebih dahulu p******a dengan air hangat, untuk menghilangkan baby oil darisana...." jelasnya dengan panjang lebar.
Setelah pemijatan, Ranum yang sudah tenang dengan masih ketakutan, masuk ke dalam ruangan anaknya. Hanya dirinya dan Rara didalam sana. Dia melihati bayinya, mendadak tersenyum dan bahagia saat Rara tiba-tiba tersenyum padanya dengan sangat menggemaskan. Dengan percaya dirinya dan telah mengumpulkan seluruh keberaniannya. Dia menggendong Rara. Membuka bajunya, dan memberikan Rara ASI nya. Dia berharap bisa segera menyusui anaknya, namun dipercobaan pertama ini tak berhasil.
Ranum jelas kecewa, dia kecewa pada dirinya. Dia belum bisa memberikan ASI pada anaknya. Segera ia kembalikan Rara dan langsung keluar. Menemui Rama yang menunggunya diluar.
Melihat wajah kecewa Ranum, Rama langsung tahu kalau Ranum belum bisa.
Mereka terus mencoba selama Rara dirawat di rumah sakit, ibupun terus mendukung. Ranum, sudah berhasil menghilangkan ketakutannya pada Rara. Takut akan menyakiti anaknya lagi, sebab kini dirinya hanya fokus pada keberhasilan pemberian ASI pada anaknya.
Hingga hari terakhir perawatan Rara di rumah sakit, Ranum tetap mencobanya. Kali ini dia sedang melamun melihati Rara yang sedang tertidur, tiba-tiba saja bayinya terbangun dan menangis. Dia mendadak panik, karena selama ini saat Rara menangis selalu ada Rama atau ibu dan ibu mertua yang memenami. Namun, kali ini beda. Dia hanya sendiri, dia takut kembali melakukan kesalahan.
Rara menangis semakin menjadi, Ranum tak bisa membiarkan anaknya seperti ini. Rara terlihat begitu tersiksa dengan tangisannya. Dia menggendong Rara dengan perlahan, menimangnya hingga terdiam. Bayi kecilnya terdiam dan tersenyum melihati wajah ibunya.
"Semoga kali ini bisa..." ucap Ranum, kembali mencoba menyusui Rara.
Dia menutup matanya, saat Rara sudah mulai pada posisi menyusui. Agak lama, dia merasakan sedikit keanehan, tidak seperti biasa rasanya. Ranum membuka matanya, melihat Rara menikmati ASI Ranum untuk pertama kalinya.
Ingin pingsan saja rasanya, Ranum yang berdiri mendadak melemah kakinya. Tapi dia mencoba untuk kuat. Dia tak menyangka, ini ASI pertamanya yang diberikannya pada Rara.
-TBC-
Halo teman-teman.....
Terima kasih sudah dan masih mau membaca ceritaku. Karena sudah lama sekali tidak update. Jujur aja aku stuck dan bingung mau gimana lanjutannya, walau ide akhirnya udah ada dikepala tapi mengubahnya jadi kalimat yang enah dibaca itu sulit. Tapi akhirnya aku berhasil. Karena komen dari teman-teman yang minta terus lanjut..... thx.....
Ohya, gimana? Ceritanya semakin berat? Gak kan.... namanya juga cerita tentang pernikahan. Karena dicerita ini aku coba untuk buat cerita tentang pernikahan yang senyata-nyata nya (walau kenyataannya enggak) sebab selama ini cerita tentang pernikahan yang aku baca terlalu bahagia. Aku gak mau terus menerus bahagia. Wkwkwk
Walau pada akhirnya, semua akan berakhir dengan kebahagiaan. Kalau belum bahagia, belum berakhir.