"Halo...?"
"Halo, ini siapa?"
"Ini, Ranum..."
"Ranum? Siapa ya? Rama nya ada?"
"Ini siapa?"
"....."
Pagi-pagi ponsel Rama berdering, membangunkan Ranum. Sedangkan Rama tak ada disebelahnya, dia sedang mandi. Perempuan itu sangat terkejut, suaminya mendapat telfon dari seorang perempuan.
Jantungnya berdegup kencang, dia melihati pintu kamar mandi tempat Rama berada didalamnya, sambil menggenggam ponsel Rama.
"Kenapa Num?" Tanya Rama, saat keluar dari kamar mandi dan mendapati Ranum melamun melihatinya.
"Gak apa? Kamu mau berangkat sekarang?" Tanya Ranum, sambil berusaha turun dari tempat tidur.
Rama yang melihati istrinya kesusahanpun berusaha membantu, dia memegang pingga Ranum dan membantunya untuk turun dari tempat tidur, sebab perut Ranum yang semakin membesar membuatnya semakin sulit untuk bergerak.
"Aku buatin roti bakar aja ya...sama s**u cokelat..." kata Ranum, saat sudah berhasil berdiri.
"Iya" jawab Rama cepat, dia menelisik wajah Ranum yang murung tidak seperti biasanya. Ini aneh, padahal kalau mereka sudah melakukan 'itu' tadi malam, biasanya Ranum akan terlihat bahagia dan berbinar.
Rama yang masih memakai handuk dan bertelanjang d**a terdiam, melihati Ranum yang tetap kesulitan berjalan keluar kamar.
"Apa dia tidak puas? Dengan tadi malam?" Pikir Rama.
Ranum ingin sekali mengatakan apa yang meresahkan pikiran dan hatinya, namun entah kenapa dia takut. Takut kalau saja Rama mengatakan hal yang tak ingin di dengarnya.
Sarapan pagi ini tidak semenyenangkan biasanya, Rama bisa merasakannya. Istrinya yang merupakan sahabatnya juga itu terlihat sangat tidak nyaman dengan keadaannya.
Drrrrttttdrrrtttt
Drrrrrttttdrrrrttt
Drrrrttttdrrrrrtttt
"Kenapa gak diangkat?" Tanya Ranum, curiga.
Sedari tadi, selama sarapan ponsel Rama yang berada diatas meja makan terus bergetar. Ada panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. Namun lelaki itu memilih untuk tidak mengangkatnya.
"Aku gak kenal sama nomornya..." jawab Rama, sambil melihati ponselnya yang masih terus bergetar.
"Angkat aja...mana tahu penting." Ucap Ranum datar, sambil pura-pura menikmati sarapannya.
Jelas saja Rama tak mau, karena dia sama sekali tidak tahu orang iseng mana yang menelfonnya pagi-pagi seperti ini.
"Gak usah deh..." kata Rama.
"Yaudah..." kata Ranum, bangkit dari duduknya, lalu membawa piring sarapannya menuju dapur dan meletakkannya sembarang di tempat pencuci piring.
Rama hanya menyaksikan adegan itu tanpa berpikir macam-macam, justru dia mengira Ranum belum puas dengan apa yang mereka lakukan tadi malam. Tapi, Rama tak bisa berlama-lama dia harus segera berangkat. Tanpa pikir panjang, dia langsung menghabiskan s**u cokelatnya yang tinggal setengah gelas dan langsung menuju dapur.
"Aku pergi ya num..." kata Rama, kemudia mencium perut besar Ranum dan pergi.
Ranum melihati kepergian Rama, terlihat terburu-buru. Apa dia tidak sabar menemui seseorang yang tadi pagi menelfonnya. Ranum bertanya-tanya. Berbagai macam pendapat berputar didalam kepalanya. Selama mereka bersama, entah kenapa Ranum tak pernah merasakan kecemburuan seperti ini. Ya, walau banyak perempuan teman-teman sekolah yang dulu mendekati Rama, tetap saja Ranum bisa mengendalikan perasaannya. Namun kini, berbeda.
Ditengah asik mencuci piring dan beres-beres rumah, ponsel Ranum berdering. Ada telfon masuk dari ibu, yang mengatakan akan mengunjunginya siang nanti untuk membicarakan tujuhbulanan Ranum.
Dia sangat tak sabar bertemu ibu, rasanya sudah sangat lama. Ingin curhat tentang perasaannya, mungkin ini hanya bawaan janin. Tapi....entah mengapa, Ranum merasa sedari tadi perutnya mules, serasa ingin keluar namun tidak bisa.
"Sayang....tenang ya didalam sana...." kata Ranum, mengelus perutnya. Sepertinya bayinya mulai ingin bermain. Tendangan yang berlebihan mulai dirasakan Ranum, perutnya semakin sakit dan mules. Dia tak tahan, segera ia menghentikan kegiatan mencuci piringnya dan mencoba untuk duduk terlebih dahulu, mengistirahatkan diri. Namun....
-
-
-
-
Jam sudah menunjukkan pukul 1 siang, sudah hampir setengah jam ibu Ranum dan ibu mertua menunggu Ranum membukakan pintu, berkali-kali diketuk dan dipanggil juga tak ada jawaban. Sedikit curiga, namun tetap berpikiran positif.
"Bu, saya takut deh...gimana kalau kita dobrak aja..." kata ibu Ranum, yang mulai khawatir.
"Iya bu, takutnya Ranum kenapa-napa didalam. Ditelfonin juga gak diangkat...."Ibu mertua pun setuju, mereka memanggil anak muda yang nongkrong diwarung depan kontrakan Ranum dan Rama.
Satu kali hentakan, pintu kontrakan terbuka. Secepat kilat kedua wanita paruh baya itu masuk dan mencari anak mereka kesegala penjuru dan menemukan Ranum, di dapur. Berbaring.
"Astaga....tolong telfon ambulans...!!!!!" Teriak ibu, tidak percaya anak kesayangannya pingsan didapur dalam keadaan hamil dan ada cairan bening disekitarnya. Air ketuban?
Usia kandungan Ranum, masih tujuh bulan. Ini adalah hal gila jika dia akan melahirkan. Berbagai pikiran buruk dibuang jauh-jauh oleh ibu selama dalam perjalanan ke rumah sakit.
"Bagaimana bu? Bisa?" Tanya ibu Ranum, kepada ibu mertua yang sedaritadi sibuk menelfon Rama.
Ibu mertua hanya menggeleng, Rama tidak berniat menjawab telfon. Namun, saat makan siang seperti ini, coffeshop sibuk tak ada kesempatan untuk memegang ponsel.
Ranum, akan segera melahirkan. Selama ini dia tak pernah berpikir akan melahirkan anak diwaktu yang tidak semestinya. Padahal selama ini, selama check up kedokter tidak pernah ada masalah, namun mengapa tiba-tiba terjadi hal seperti ini.
Rencananya, Ranum akan melahirkan anaknya dua bulan lagi. Waktu sudah ditentukan dan Ranum pun sudah menghitungnya, sangat tidak disangka sang bayi ingin cepat keluar dan bertemu ibunya.
"Kita harus segera melakukan operasi..." kata dokter, pada ibu dan ibu mertua. Sedangkan Ranum masih ditangani oleh perawat di IGD.
"Bayinya harus segera dikeluarkan, saya tahu belum waktunya tapi, sudah sangat urgent... jika bayi tidak segera dikeluarkan....."
"Lakukan dok...!!!" Ucap ibu dan ibu mertua serentak.
"Iya, lakukan apapun yang terbaik untuk cucu kami...." kata ibu mertua.
Mendengar hal itu, dokter langsung memberikan aba-aba pada perawat untuk membuat surat persetujuan dan menyiapkan operasi.
Keinginan terbesar Ranum adalah ia ingin melahirkan normal, merasa dirinya akan menjadi ibu dan wanita seutuhnya jika melahirkan bayinya dengan normal, namun apa daya.... terkadang kenyataan tidak akan selalu sesuai dengan apa yang kita inginkan.
"Bu, dimana Ranum?" Tanya Rama terburu-buru.
Beberapa menit lalu, ibu berhasil menghubunginya. Mengetahui Ranum akan segera melahirkan, Rama langsung meninggalkan pekerjaannya tanpa izin kepada Brenda. Dia tak peduli, dirinya sangat kahwatir takut dan segala macam hal berputar-putat didalam kepala. Beruntung, dia sampai tepat waktu.
"Rama....!!!" panggil Ranum, dirinya masih berada di IGD. Dokter masih memberikan obat-obatan untuk persiapan operasi dan memukihkan keadaannya.
"Num...." melihat Ranum tak berdaya diatas tempat tidur, dengan selang oksigen berada dihidungnya, infus yang ada ditangannya. Rama langsung berlari menemui Ranum, yang tempat tidurnya tidak jauh dari nurse station tempat ibu-ibu mereka berdiri.
"Rama........" panggil Ranum, terdengar suaranya lirih, tangisannya mulai tak bisa dibendung. Wajahnya memerah, matanya mulai berair. Dia takut, jika sesuatu akan terjadi pada bayi mereka, Rama akan kecewa.
"Num...." suara Rama terdengar lirih, dia tak pernah berada dimomen se-emosional ini. Dirinya menggenggam tangan Ranum kuat.
"Rama.....aku—cin-aku cinta kamu...." ucap Ranum.
Mendengar hal itu, Rama tertegun. Jantungnya berdegup sangat kencang, ucapan Ranum benar-benar membuatnya tak karuan. Kata-kata cinta dari Ranum membuat Rama tak percaya. Belum sempat Rama membalas ucapan Ranum, perawat mulai berdatangan dan mempersiapkan Ranum untuk segera dibawa ke ruang operasi.
Ranum mencintainya, Rama tak percaya. Dia sangat tidak percaya dengan semuanya. Perasaannya sangat bahagia, seakan hidupnya sudah sangat sempurna. Dia ingin melihat Ranum kembali, ingin secepatnya bertemu Ranum dan mengatakan kalau dia juga mencintai Ranum. Dari dulu, hingga sekarang. Ya, Rama mencintai sahabatnya. Ranum.
Operasi berjalan sekitar 2 jam, Rama dan ibunya tak tenang dengan semuanya. Terutama Rama, dia sangat gelisah. Apalagi tahu Ranum dibawa ke rumah sakit karena pingsan di dapur. Dia takut Ranum kenapa-napa.
Akhirnya, setelah beberapa jam operasi selesai, dokter memberitahu kalau operasi berjalan dengan baik dan lancar. Hanya saja, ada yang tidak bisa dihindari. Hal-hal seperti itu memang selalu menjadi resiko disetiap kali tindakan bedah.