Tubuh kecil, rentan, mungil, bibir merah ranum dan kulit yang kemerahan serta kulit yang terlihat rapuh. Dia tak menangis, namun dokter mengatakan kondisinya baik-baik saja.
Bayi baru lahir itu, belum memiliki nama dia terlahir prematur dengan kondisi yang memprihatinkan. Tubuhnya sangat kecil, dibawah normal, sangat beresiko. Apalagi terlahir prematur seperti ini. Namun, walaupun dia belum berhasil membuka mata atau menangis untuk mencuri perhatian. Dia telah berhasil membuat Rama jatuh cinta padanya.
Bayi kecilnya, bayi perempuan mungilnya telah berhasil membuatnya jatuh cinta, cinta pada pandangan pertama. Pada Ranum? Mungkin perasaannya pada Ranum, lebih dari cinta. Adakah yang lebih dari cinta? Iya, itulah perasaan Rama pada Ranum.
Tak henti-hentinya Rama melihati bayi perempuannya yang belum memiliki nama itu, dari balik kaca dia tersenyum bahagia.
"Bisa aku memanggilmu peri kecil?"
Bayi mungil itu, berada di ruang terpisah dengan sang ibu. Meski keadaannya tidak gawat, namun kondisinya yang masih rentan, harus mendapat penanganan khusus walau tidak berada di ICU.
"Selamat ya Rama...." ucap ibu Ranum, mereka berdua melihati peri kecil itu hingga lupa berkedip.
Rama hanya mengangguk, dia tak menyangka. Usia masih 18 tahun, tapi sudah bisa begitu bahagia memiliki seorang anak. Ya, bahkan dulu dia tak pernah membayangkan akan menikah apalagi memiliki anak. Alasannya, karena dia tak suka dengan ayahnya, yang terlalu sibuk dan tidak pernah mengerti dengan kondisi anak dan istrinya namun selalu memaksakan keinginannya.
Ranum, sang ibu muda. Ya, status itu sudah bisa disandang oleh Ranum. Dia masih berada didalam ruang operasi, ruang pemulihan. Keluarga belum bisa mengunjungi, perawat bilang Ranum masih dalam pengaruh anastesi dan kemungkinan bisa ditemui dan dipindahkan ke ruang rawatan sekitar 2 jam lagi.
"Apa kamu sudah memiliki nama untuknya?" Pertanyaan ibu membuat Rama terdiam. Dia lupa, hal yang terpenting lainnya. Ya, nama. Mengingat hal itu Rama langsung terlihat frustasi.
"Belum bu..." jawab Rama dan mengalihkan pandangannya pada ibu mertua.
"Hmmm...." ibu mertua, tak punya kata-kata. "Bayi kalian imut sekali, ibu yakin dia akan jadi anak manis..." kata ibu, matanya terlihat berkaca-kaca. Dia masih tak menyangka, sudah menjadi seorang nenek dan memiliki cucu yang menggemaskan.
Rama hanya tersenyum, dia kembali melihati bayinya tak henti dia mengangumi. Sangat tak percaya, bahwa dia sudah memiliki seorang anak, anak perempuan. Dari perut Ranum, sahabatnya.
"Permisi, bapak suami dari bayinya bu Ranum Alia ?" Tanya perawat, yang tiba-tiba menghampiri mertua dan menantu yang sedang bahagia itu.
"Iya mbak...." jawab Rama, gugup. Dia takut, perawat akan memberi kabar tentang istrinya.
"Mau pegang bayinya?" Tanya sang perawat.
Mendengar hal itu, jelas saja Rama dan ibu mertua bahagia sekali. Setelah beberapa jam bayi kecil itu lahir, akhirnya bisa menyentuhnya untuk pertama kali.
"Tapi yang bisa megang datu orang saja, kondisi bayinya baik walau terlahir prematur...." jelas sang perawat.
"Kalau begitu, kamu yang masuk gih..." kata ibu.
Rama hanya mengangguk, dia jelas menunggu momen ini. Dengan cepat dia mengikuti sang perawat yang mulai masuk kedalam ruang bayi.
Didalam sana, walau ada banyak bayi. Rama hanya fokus pada bayinya, dia tersenyum lebar melihati bayinya. Tidak percaya. Sedangkan, ibu mertua terlihat sangat bahagia kala melihat menantunya begitu bahagia.
Setelah perawat menjelaskan dengan detail bagaimana cara memegang dan menggendong, Rama langsung tidak sabar untuk menggendong bayinya. Dia gugup, namun bahagia.
Rama sangat terharu, masih tidak percaya. Memiliki seorang bayi diusianya yang baru menginjak 18 tahun.
"Terima kasih, sudah lahir menjadi bayi yang menggemaskan...." bisik Rama. "Ibumu pasti bahagia sekali sayang...." sambungnya.
"Oweeeek......"
Seketika, sang bagi mungil yang masih berada ditangan Rama menangis, setelah dia membisikkan kalimat sederhana itu. Sontak, lelaki itu kaget dan bingung, untung saja ada perawat yang langsung menenangkan.
"Waahh....bayinya sudah menangis, tenang pak....tidak masalah...kita akan segera melaporkannya pada dokter..." kata perawat, berusaha mengambil sang bayi dari gendongan Rama.
"Syukurlah....si bayi udah nangis...." kata ibu, saat Rama tampak bahagia keluar dari ruang bayi.
"Iya bu..." balas Rama berbinar.
"Ohya, Rama...tadi ibumu nelfon. Dia bilang Ranum sudah bisa dipindahkan ke ruang rawatan...." jelas ibu.
Mendengar hal itu, semakin bertambahlah kebahagiaan Rama. Dia sangat ridak percaya, seakan semangatnya semakin besar.
-
-
-
Ranum terlihat pucat, dia sangat kesakitan. Efek anastesinya sudah hilang, hingga sangat terasa bekas operasi beberapa jam lalu. Dia mencari anaknya, baru beberapa menit setelah bayi mungil yang lahir prematur itu lahir, berada dipelukan Ranum bersamanya sebelum perawat membawa buah cintanya dengan Rama ke tempat lain.
"Dimana bayi kita?" Tanya Ranum, ngelantur. Pandangannya masih belum jelas, dia kelihatan sangat lemah.
"Dia masih diruang bayi..." jawab Rama, sambil memandangi Ranum tak percaya.
Ranum sangat bahagia, walau jauh dilubuk hatinya dia menginginkan kelahiran normal. Namun, apalah daya. Setidaknya, bayinya lahir dalam keadaan baik dan sehat tanpa kekurangan satupun sudah sangat menyenangkannya.
"Aku mau lihat....." rengek Ranum.
Ram tak bisa berbuat apa-apa, diapun tak tahu harus berbuat apa. Apa yang bisa dilakukannya? Sekarang, Ranum dirawat di ruang rawat VIP atas keinginan ayah Rama. Ya, lelaki paruh baya nan egois juga keras kepala itu sudah tahu tentang kelahiran cucunya, namun dia tak bisa berbuat apa-apa. Saat ini dia berada di Belanda, walau sudah bekerja di rumah sakit tempat Ranum melahirkan. Tetap saja, urusannya belum selesai di Belanda.
"Coba ibu ngomong ke perawatnya ya..." ucap ibu Rama. Dia bisa merasakan, bagaimana jadi ibu yang belum bertemu anaknya selama berjam-jam.
Rama dan Ranum mengangguk. Secepatnya ibu Rama keluar meninggalkan ruang rawatan yang mirip seperti kamar hotel bintang lima itu.
Beberapa menit berlalu, Rama dan Ranum hanya berdua didalam kamar rawatan. Gugup menyertai Rama, saat mengingat kembali apa yang dikatakan oleh Ranum sebelum persalinannya.
Rama duduk disebelah tempat tidur Ranum berbaring, Ranum masih merasakan cemburu. Masih belum dilupakannya kejadian tadi pagi. Saat dia mengangkat telfon masuk diponsel Rama dan mendengar suara perempuan.
"Num, bayi kita belum punya nama...." ucap Rama, berusaha mencairkan suasana.
Ranum teringat, dia yang tadinya memilih diam, dan hanya jawab seadanya atas pernyataan Rama, langsung berbalik dan menatapi suaminya itu.
"Iya ya..." kata Ranum. Dia pun sama dengan Rama, tidak punya ide untuk nama bayi mereka.
"Ehm.....aku belum kepikiran deh Rama...." kata Ranum.
Perlahan tapi pasti, Rama meraih tangan Ranum. Sontak perempuan itu kaget dan membulatkan matanya. Dia selalu saja tak percaya dengan sikap-sikap 'romantis' yang dilakukan Rama, walau hanya sederhana.
"Terima kasih ya Num...." ucap Rama lirih.
Jelas saja, Ranum tak mengerti. Terima kasih untuk apa yang dimaksud Rama. Diapun hanya melihati tangannya yang digenggap hangat oleh Rama.
Beberapa saat dalam diam, akhirnya ibu datang membawa kabar baik. Sang bayi diizinkan untuk berada didalam ruang rawatan bersama ibunya. Momen saling diam itupun berubah menjadi momen yang paling ditunggu-tunggu.