Syaqila Reswara

1021 Words
Hembusan angin menerpa lembut kerudung gadis berpipi bulat itu. Matanya mengerjap sayu memandangi dedaunan yang terjatuh dari rantingnya. Bibirnya bergerak kecil, iseng menghitungi burung-burung yang berkeliaran di udara di atas sana. Rutinitasnya setiap pagi. Duduk di depan meja belajarnya menghadap jendela kamarnya yang terbuka menyambut matari terbit. Gadis yang biasa disapa Qila itu beranjak lalu membereskan buku-bukunya di atas meja dan menyusunnya rapi di laci. Kemudian ia beranjak ke kasurnya, melipat selimutnya yang bermotif hitam putih itu. Ketukan pada pintu kamarnya membuat ia menghentikan aktifitasnya. Lalu secara naluri melangkah mendekati pintu dan menjukurkan tangan menarik knock pintu membuat sosok jangkung di hadapannya tersenyum lebar. "Kak Qila dipanggil mama sama papa. Ada yang mereka mau sampein," tuturnya dengan masih tersenyum membuat Syaqila mengangguk saja dengan datarnya. "Yaudah kak Qila mandi aja dulu. Santuy aja kak, gak usah buru-buru." Tambah remaja itu lagi masih menyengir lebar memperlihatkan deretan giginya yang putih. "Aku udah mandi," "Heh? Udah mandi. Seriously?" "Ya." Remaja itu mengangguk saja lalu menarik lengan Syaqila pelan sembari menutup pintu kamar kakak sepupunya itu. "Yaudah, sekarang temuin ibu negara dulu. Kalau lama entar aku yang di goreng," cibirnya membuat Syaqila mengangkat alis lalu menurut melangkah mengekori sepupunya yang bernama Arrayan itu. "Ini Kak Syaqilanya tuan puteri." Ujar Arrayan dengan membungkuk hormat seperti seorang b***k yang memberi hormat pada ratu. Mamanya hanya menggelengkan kepalanya heran lalu mendongak sembari tersenyum menatap ponakannya yang sudah mendudukan diri pada sofa di hadapannya. "Syaqila hari ini gak ada kelas kan?" "Iya, mah." Balasnya dengan bergumam lirih membuat wanita yang biasa ia sapa dengan mama Azura itu menganggukan kepalanya lemah. Ibu dari empat anak itu mengulum bibir lalu menoleh ke arah sang suami yang sedari tadi hanya diam. Bingung juga harus mulai mengobrol darimana. "Syaqila udah hampir dua tahun ya, home schoolingnya." Ujar Azura dengan berdehem pelan. Syaqila hanya mengangguk dengan menipiskan bibir. Baru sadar ternyata waktu berlalu begitu cepatnya. "Syaqila gak mau coba masuk sekolah formal lagi seperti anak-anak lain?" Tambahnya masih berusaha lembut. Berharap ponakannya ini mengerti. Syaqila merunduk dengan melemaskan bahu. Sama sekali tidak pernah kepikiran untuk kembali ke sekolah formal, atau apalah itu. Gadis berkerudung ini masih trauma dengan kejadian di sekolah lamanya yang membuatnya harus berada di kediaman kembaran ayahnya itu. Apalagi kejadian nahas di sekolah lamanya merenggut banyak nyawa membuatnya sama sekali tidak berani untuk menginjakan kakinya ke tempat bernama sekolah. Bahkan, gadis bernama lengkap Syaqila Reswara itu belum pernah sekalipun jalan-jalan keluar rumah. Syaqila terlalu takut untuk bertemu orang banyak. Azura mencolek lengan suaminya membuat pria berkacamata itu mendesah panjang. "Papa sama mama ngerti kalau Syaqila masih belum berani ketemu orang banyak. Papa sama mama juga masih bingung kenapa Qila gak berani keluar dan sampai sekarang gak mau cerita penyebabnya apa." Kata pria bernama Alvaro itu berusaha tenang. "Kalau kamu begini terus, kamu gak akan bisa bersosialisasi dengan orang banyak, nak. Gimana nanti kalau kamu kuliah, kerja dan lain sebagainya. Kamu gak mungkin ngurung diri di kamar terus kan?" Lanjutnya dengan tegas. Arrayan yang sedari pura-pura bermain ponsel diam-diam mendelik mendengar papamya yang mendadak bijaksana. Berbeda dari biasanya. "Mama pengen kamu punya banyak teman. Bisa bergaul dengan orang banyak," "Orang-orang terlalu menakutkan, mah." "Maka dari itu kamu harus mulai berani. Mama dan papa akn bantu kamu ya, semenjak kedatangan kamu kesini kan kamu gak pernah mau bahas soal ini. Bahkan, mama gak tahu kenapa Syahid sama Syahir sampai sekarang gak nyusulin kamu." Kata Azura dengan menyebut kedua kembaran Syaqila membuat Syaqila mengulum bibir. "Nanti biar Rayan yang antar jemput kakak pake motor." Celetuk Arrayan di pojokan membuat mamanya melotot ke arahnya. Arrayan sontak menciut dengan bersembunyi di balik sofa panjangnya membuat sang papa berdecak samar. "Gimana?" "Aku pikir-pikir dulu, mah." Katanya lalu beranjak berdiri membuat kedua orang tua angkatnya itu mendongak menatapnya. "Yasudah. Pikirin baik-baik ya," Syaqila kembali mengangguk lalu melangkah pelan menaiki undakan tangga dan masuk ke dalam kamarnya. Syaqila berdiri di depan jendela kamarnya dengan menatap gerbang di bawah sana. Gadis bergigi gingsul itu mendongakan matanya berusaha memikirkan obrolannya dengan kedua orang tua yang kini tinggal dengannya. Orang tua yang menyambutnya dengan hangat saat ia melarikan diri kesini. Yang berusaha melupakan lukanya yang masih menganga. Memang sudah hampir dua tahun Syaqila mengurung diri di dalam kamarnya. Hanya home schooling, itupun dipaksa oleh Azura dan suaminya. Syaqila sebenarnya tidak ingin bertatap muka dengan orang baru lagi. Tidak mau berurusan dengan siapapun lagi. Terlalu menakutkan dan membuatnya kepikiran akan masalahnya dulu. Syaqila mengerjap samar. Menatap seseorang yang baru saja menutup pagar rumah lalu berjalan lurus dan berbelok ke rumah yang berada tepat di sebelah tempat tinggalnya sekarang. Memang tempat tinggalnya dengan tetangganya hanya dibatasi tembok. Namun, halamannya menyatu sampai ke depan pagar rumahnya. Syaqila tersentak saat sosok di bawah sana menatap ke arah jendela kamarnya. Sosok jangkung dengan seragam putih abu-abunya itu memang sering ia lihat. Entah saat pemuda itu berangkat sekolah ataupun pulang sekolah. Syaqila sering melihatnya. Namun, belum pernah sekalipun ia mengobrol dengan pemuda yang selalu Arrayan sapa dengan sebutan abang itu. Syaqila menutup jendela kamarnya dengan membasahi bibir bawah. Seperti tertangkap basah memperhatikan sosok berhidung bangir itu. Ia meneguk ludah sesaat, hampir jantungan karena hampir bertatapan dengan pemuda jangkung itu. Dan selama ini memang Syaqila tidak pernah sama sekali mengobrol dengan tetangganya itu. Syaqila mengerjapkan matanya. Mungkin akan menyenangkan kalau bisa kembali bersekolah seperti biasa. Punya banyak teman untuk berbagi suka dan duka. Mungkin Syaqila harus memikirkan untuk kembali ke sekolah umum. Gadis berkerudung itu memicingkan mata melihat Arrayan yang berlarian di halaman rumah lalu berbelok ke rumah pemuda barusan dan berteriak memanggil namanya tanpa tahu malu. "Bang El, main yuk!" Teriakan Arrayan di halaman rumah yang kemudian berbelok ke rumah yang berada tepat di sebelah rumah yang ia tempati membuat gadis berkerudung itu tersadar. Alisnya bertautan karena mengingat nama pemuda itu, tapi juga lupa. Istilahnya sudah diujung lidah, tapi mendadak ia lupa. "Padahal tadi aku sudah hampir menyebut namanya," gumam Syaqila berbicara sendiri, mengetuk-ngetuk jemari di atas meja belajar berusaha mengingat nama cowok itu. Sebenarnya tidak terlalu penting mengingat nama cowok itu, namun ada rasa tidak puas juga kalau ia tidak bisa mengingat nama si tetangga. Syaqila mengangguk baru ingat nama pemuda tadi. "Ah benar. Namanya Elhaq,"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD