|Stuck on Twins ~ Raga 2|

1108 Words
Suara deruman mobil dari parkiran membuat kedua adik kembarnya, Dalfa dan Dalfi, bangkit berdiri, dan langsung mengintip kearah jendela yang langsung menghadap halaman depan rumah. Raga terkekeh, lalu menggeleng saat melihat semangat adik kembarnya, jika saudara kembarnya, Raya, pulang ke rumah. Pikirannya langsung mundur ke masa lalu, ke masa-masa saat mamanya, Kaluna, sedang hamil si kembar. Dan yang menjadi korban kehamilan mamanya adalah Raya, kakak plus saudara kembarnya. Raya selalu di buat repot oleh mamanya, yang mengaku bahwa ia sedang mengidamkan itu kepada Raya. Dan terbukti, kedua adiknya selalu semangat, jika sudah menyangkut dengan masalah kakak perempuan mereka satu-satunya itu. Raga bisa melihat kakaknya, Raya, saat ini sedang naik tangga menuju lantai dua, tempat ruang bermain dan kamar mereka berada. "Kak Ayahhh!!" panggil Delfi nyaring, adiknya yang paling bungsu. Delfi langsung berlari menyambut kakaknya, saat Raya sudah naik ke undakan tangga terakhir. Jangan tanya respon kakaknya itu, karna Raya tetaplah Raya, yang selalu memiliki tingkah lucknut. "Ngapain ngegangtung di kaki gue?" kesal Raya, yang langsung membawa Delfi ke gendongnya. Kakaknya itu menggendong Delfi dengan posisi kaki di atas, dan kepala di bawah. Raga sendiri, yang hanya membayangkan saja sudah merasa mual. Namun apa kabar dengan adiknya itu? Delfi, bukannya ketakutan melainkan tertawa bebas. Sedangkan Dalfa memilih menggelantung di kaki Raya. Alhasil, Raya berjalan kearahnya dengan menyeret-nyeret bocah yang bergelantungan di tubuhnya. Raga hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah saudara-saudaranya itu. "Eh pulang beb?" tanya Raya kepada Raga, saat ia sudah berada di depan Raga. Mengangguk, Raga terkekeh melihat nasib menyedihkan Raya yang selalu di ekori bocah-bocah bapaknya. "Kalau tau lo pulang, bagus gue kagak jadi pulang tadi" rungut Raya yang menjatuhkan tubuhnya ke samping tubuh Raga. "Mau kemana emang?" tanya Raga terlihat santai. "Mau nonton live concert sama ke club" jawab gadis itu. "Ini mah, mas Zo yang enak-enak pergi" gerutunya lagi. Raga kembali terkekeh. "Entar kalau bapake sama mamake udah pulang, temani gue ke club yuk!" ajak Raya, berusaha merayu Raga. Raga menyeringai. Tangannya terangkat untuk memperbaiki tatanan kacamatanya yang melorot. "Emang di kasih izin?" tanya Raga menantang. Terlihat bibir kembarannya menipis, dengan mata menajam. "Lo ada niat mau ngadu ya?" tuduh Raya. Raga kembali tertawa. "Ya enggak. Cuma, coba pikir kalau itu terjadi" jawab Raga santai. "Santai kalau gitu! Kagak bakal ketahuan. Ntar ajak mas Zo buat nyusulin kita" ucap Raya masih dengan nada mengajak Raga. "Jam berapa?" Raya melirik sekeliling, mencari keberadaan jam. Sedangkan Raga, laki-laki itu kembali terkekeh. Saudara kembarnya ini susah-susah cari jam, padahal di tangannya ada jam. "Ini sudah jam 9 malam. Mama sama papa pasti pulang sekitaran jam 10 atau 11 malam. Kalau gitu, kita cuss jam 12" jawab Raya semangat. Raga hanya mengangguk setuju. Dia akan lebih tenang, jika dirinya yang pergi ke club malam bersama kembarannya. Dia percaya pada saudara kembarnya, hanya saja dia tidak percaya dengan orang lain. "Gue mau mandi dulu" pamit Raya, dan hanya di balas gumaman oleh Raga. "Kak Aya lum andi? Kakak bau ihh" ejek Dalfi, yang mendengar ucapan Raya tadi. Berdiri, sambil berkacak pinggang, Raya balas menantang adiknya yang baru memasuki umur tiga tahun itu. "Iya kenapa? Mau kakak peluk?" tanya Raya sambil menyeringai. Raga hanya bisa menggeleng pelan melihat saudara kembarnya itu. Karna pasti selanjutnya yang Raya lakukan adalah mengangkat Dalfi. Masalanya, saudara kembarnya itu pasti mengangkat Dalfi dari kakinya. Posisi Dalfi yang kepala di bawah, sedangkan kaki di atas, selalu membuat Raga meringis. Takut Raya sudah tidak bisa mengangkat beban tubuh Dalfi, dan yang terjadi selanjutnya yaitu, adiknya itu akan jatuh. ^^^ Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam lewat, namun kedua orangtuanya sama sekali tidak memberikan kabar. Raya, saudara kembarnya sudah uring-uringan di kamarnya, karna ia sudah selesai bersiap-siap mau ke club malam. Namun sepertinya, Tuhan berkhendak lain. Karna papanya mengirimkan sebuah pesan ke room chat Grup keluarganya, bahwa mama dan papanya tidak pulang malam ini, dan meminta mereka berdua untuk menjaga si kembar. Dari posisinya duduk, Raga bisa melihat Raya sedang ganti baju. Pintu kamar gadis itu yang terbuka, jelas membuat Raga bisa melihat ekspresi kesal saudara kembarnya. Kembali terkekeh, Raga menggeleng pelan. Raya bukan jenis orang introvert sepertinya. Jelas, terkurung satu malaman di rumah, membuat gadis itu uring-uringan. Tidak seperti dirinya, yang lebih suka menghabiskan waktu di rumah. Apalagi jika sudah berkumpul dengan keluarganya sendiri. Dia yang memilih melanjutkan study di Yogjakarta, membuatnya sangat jarang pulang kerumah. Papa dan mamanya mentolerasi ia kuliah di luar kota, asalkan pulang sekali dua minggu, dan Raga bisa menyanggupinya. Sedangkan saudara kembarnya, Raya, yang kembali tidak di bolehkan jauh dari orangtua mereka, akhirnya melanjutkan study di Jakarta. Raya setuju untuk kuliah di Jakarta, asalkan kedua orangtuanya mengizinkannya untuk kos sendiri. Papanya jelas tidak terima, karna sangat tau sifat liar anak gadisnya. Namun beda hal dengan mamanya, yang setuju dengan permintaan gadis itu. Mamanya sangat tau rasanya di kurung di rumah sendiri oleh papanya, dan jelas Kaluna, mamanya, tidak menginginkan hal itu terjadi kepada anak gadisnya. "Mama mana?" tanya Delfi yang terbangun. Tangan kecilnya mengucek-ucek matanya. Kedua adiknya itu tadi memang ketiduran di ruang bermain, dan Raga tidak ingin membangunkan keduanya, untuk di bawa ke kamar mereka. "Mama sama papa tidur di luar. El mau tidur sama abang?" tanya Raga lembut. Adiknya itu menggeleng pelan, matanya mulai berkaca-kaca, "El mau tidur di luar juga" jawab adik bungsunya itu yang hendak menangis. "Di luar dingin. Memang El sanggup?" tanya Raga. El mengangguk, "El sanggup, tapi cebentar" jawab adiknya dengan polos. "Nah, kalau gitu El gak bisa tidur di luar. Hanya orang besar yang boleh tidur di luar. El sama abang aja ya?" Bujuk Raga. El berbalik, mata kecilnya melirik kearah kamar Raya, yang memang masih terbuka. "El cama kak Aya bobonya" putus adik bungsunya itu, dan langsung berjalan ke arah kamar Raya. Raga hanya bisa mendesah. Karisma Raya di adik-adiknya, memang tidak bisa tertandingin. Dan jika sudah begini, Raga hanya bisa menerima. Ia tidak mungkin memaksa El, karna yang terjadi, adiknya itu akan menangis. Raga hanya bisa melihat dari tempatnya, saat El memasuki kamar Raya, dan meminta izin kepada kakaknya, agar ia bisa tidur di kamar. Dari tempatnya duduk, Raga bisa mendengar persetujuan gadis itu. Raya bahkan meminta El untuk mengambil bantalnya. Dengan wajah sumringah, El keluar dari kamar Raya menuju tempatnya tadi tertidur untuk mengambil bantalnya. Namun, suara pintu kamar di tutup, mengagetkan mereka, Al, El dan Raga. Raya, saudara kembarnya itu, dengan tidak berhatinya, menutup pintu kamarnya. Padahal ia jelas tau, bahwa El tidak bisa menjangkau handle pintu. Melihat pintu Raya yang tertutup, akhirnya membuat El menangis kencang, hingga membangunkan Al yang tadinya hendak kembali tidur lagi. Kalau sudah begini, Raga yang harus berjuang mendiamkan adik-adiknya itu. Kalau sifat iseng Raya sudah muncul, ya pasti begini. Enggak akan sedap, kalau adek-adeknya belum menangis. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD