|Stuck on Twins ~ Raya 3|

984 Words
"Temani papa!!!" Itu adalah kalimat yang membuat Raya harus bangun pagi hari ini, disaat weekend, yang seharusnya di habiskan dengan tidur seharian. Papanya, Afka, hanya menyetir mobil sedari tadi, dan sepertinya tanpa tujuan yang pasti. "Mau kemana sih pa?" desis Raya yang mulai kesal, karna sudah dua jam lebih dirinya terjebak di mobil. "Udah sadar?" tanya Afka, sambil menoleh ke arah putrinya. Raya hanya menampilkan wajah melongonya menatap papanya. Jadi sedari tadi dia ngapain? Ya Tuhan, kalau tau begini, Raya lebih memilih tidur sedari dua jam tadi. Dasar Afka, orangtua durhaka kepada anaknya. Tidak lama kemudian, Afka menepikan mobilnya ke sebuah showroom mobil. Raya memandang dengan bingung ke arah bangunan itu. Dan hatinya mulai berdebar, saat pemikiran papanya akan membelikkanya sebuah mobil terlintas di kepalanya. "Ngapain masih di situ? Ayo turun!" perintah Afka, sambil keluar dari mobil. Dengan semangat, Raya keluar dari mobil papanya. Kedua bibirnya bahkan sudah menyampirkan senyum konyol, karna pikirannya. Jelas hal ini membuat Raya senang. Pasalnya, setelah memutuskan untuk pacaran dengan Bima, Afka, papanya Raya, langsung menutup segala fasilitas dan keuangan untuk gadis itu. Alias, dengan kata lain, Raya hanya bisa mengharapkan Bima sebagai ATM berjalannya. Namun nahas, hubungan mereka kandas di tengah jalan. Yang nikah saja bisa putus hubungannya, apalagi yang pacaran. Raya saja kemarin yang terlalu bucin dan tergila-gila kepada Bima, hingga sampai tidak memikirkan hal itu. Mendesah berat, Raya benci saat mengingat kebodohannya yang terlalu percaya kepada Bima. Sanking bodohnya Raya, ia sampai melupakan fakta bahwa sifat b******n itu adalah sifat dasarnya laki-laki, yang tidak akan pernah hilang. Karna sekarang tergantung kepada laki-lak itu sendiri, mau memakai sifat bajingannya atau tetap menguburkannya sebaik mungkin. Namun, sayangnya lagi, hampir 90%, laki-laki itu memakai sifat bajingannya dan contoh salah satu kasusnya adalah Bima. Walau bunda laki-laki itu baik, tapi tetap saja, hal itu tidak akan menjadi jaminan jika nanti anaknya akan baik juga. "Ray, ngapain bengong?" tanya Afka saat melirik kearah anak gadisnya, yang sedari tadi berdiri di depan showroom. Tersadar, Raya hanya bisa meringis malu.  Ia kembali melangkahkan kakinya menuju tempat papanya berada, yang saat ini sedang berbicara dengan seorang dealer mobil. "Ray, mana yang bagus kira-kira?" tanya Afka meminta pendapat anaknya. Raya terlihat berpikir, karna sudah biasa mengurusi mobil, Raya menjadi mengerti spek dan kecanggihan mobil. Matanya menatap kearah dua mobil yang di tawarkan sang diealer. Salah satu mobil yang di tawarkan yaitu  Lamborghini Aventador dan satunya lagi adalah Toyota Supra. Kalau Raya sih, lebih suka dengan Lamborghini Aventador, karna mobil ini sudah paket lengkap. Mulai dari powernya, suara hingga desainnya. Maka dengan percaya diri, gadis itu menunjuk kearah mobil pilihannya. Afka, papanya itu tampak setuju, terlihat dari kepalanya yang mengangguk pelan. "Saya pilih ini!" tukas Afka, yang setuju dengan pilihan anak gadisnya. Raya tersenyum sumringah. Apa yang lebih membahagiakan, saat di belikan sesuatu barang yang paling di sukai oleh diri sendiri? Maka dengan itu, Raya menggandeng tangan papanya dengan ekspresi bahagia. "Kamu kenapa?" tanya Afka bingung, saat mendapati anak gadisnya terlihat senang sambil menggandeng tangannya. "Trimakasih papa, atas mobilnya" ucap Raya tulus lalu mendaratkan ciuman di pipi Afka. Jangan tanya ekspresi laki-laki itu, karna ia bahkan tidak mengalihkan pandangannya dari Raya.  Afka menggeleng pelan, "tapi ini bukan buat kamu Raya" ucap Afka tanpa rasa bersalah. "Lah, jadi?" sengit Raya menatap papanya kesal. "Ini buat Raga. Besok dia ulangtahun" jawab Afka santai. Tukk Raya memukul punggung papanya dengan keras, sampai membuat laki-laki paruhbaya itu meringis. "Papa jahat! Aku sama Ragakan kembar. Berati, Raya juga besok ulangtahun" kesal gadis itu dengan mata berkaca-kaca. "Kamu ulangtahun, minta kadonya sama cowok kamu lah. Siapa namanya itu, Bima?" ujar Afka. Sebenarnya, ia masih tidak terima anak gadisnya pacaran dengan laki-laki itu. Terlebih laki-laki yang di pacari Raya adalah anak dari perempuan yang hampir membuat dirinya dan Kaluna tidak bisa bersatu. Harap maklum, sifat pendendamnya sudah mendarah daging. Walau begitu, ia juga tidak bisa berbuat apa-apa karna ayah dari pacar anaknya adalah orang yang berkuasa. Walau begitu, bukan berati ia tidak bisa melawan, hanya saja, ia tidak ingin mencari musuh. Bisa jadi apa perekonomian negara mereka, jika terjadi perlawanan antara dirinya dengan ayah pacar anaknya. "Aku benci papa! Awas kalau besok-besok minta tolong" rungut Raya yang membuang pandangannya kearah lain. Wajah cemberut Raya, sama sekali tidak membuat Afka mencairkan sifat cemburunya kepada pacar anaknya. ^^^ Di malam harinya, Raya memutuskan kembali ke kos-nya. Ia benar-benar kesal dengan papanya, yang memberi kasih sayang yang berbeda dengan dirinya dan Raga. Jelas ia tidak terima. Dan Raya memutuskan untuk pergi ke club malam, melaksanakan rencananya yang gagal ia lakukan kemarin malam. Ia bahkan tidak mempedulikan ketidaksetujuan Raga, saudara kembarnya. Ia sedang kesal dengan papa dan saudara kembarnya itu. Pergi ke club malam tanpa minum alkohol adalah  hal yang tidak epik. Raya tidak akan pulang, sebelum mabuk. Gadis itu memang sudah hancur dari awal, hanya bertobat sedikit saat ia bersama Bima. Namun kembali parah, saat Bima bukan siapa-siapanya lagi. Papanya tahu akan kebiasaan buruk Raya, namun tidak bisa melakukan apa-apa, lantaran kekerasan kepala Raya melebihi kekerasan kepalanya. Biasanya, jika Raya pergi ke club malam, ia akan membawa mas Zo, anak dari pengasuhnya, yang sudah ia anggap sebagai abang sendiri, karna sama-sama di besarkan oleh bik Inum, ibunda dari mas Zo. Mas Zo yang kuliah di tempat yang sama dengannya, membuat Afka menitipkan Raya kepada laki-laki itu. Sehingga, saat di luar rumah, Raya adalah tanggung jawab pria itu. Namun sayangnya, Raya malam ini kabur dari rumah, dan pergi ke club malam yang jauh dari rumah dan kosnya. Gadis itu ingin melampiaskan kekesalannya dengan mabuk-mabukkan. Namun niat itu ia urungkan saat melihat seseorang yang yang berada di lantai dua, yang menatap tajam kearah Raya. Bahkan dari tempatnya berdiri, Raya bisa melihat kilatan marah pada mata orang itu. Raya menggigil di tempatnya. Hawa panas di club malam, sama sekali tidak bisa menghangatkan tubuhnya dari pandangan mata dingin orang itu. Ya Tuhan Ia menyesal datang ke tempat ini. Bukan!!! Ia menyesal karna belum bisa move on dari laki-lakk itu. Sialan!!!!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD