Tuhan

1199 Words
Faraz memutar-mutar kunci mobil ditelunjuknya. Dia hendak pergi, akan tetapi Dewi berdiri di bawah tangga sambil berkacak pinggang. "Kamu mau ke mana?" "Mau kumpul sama teman-teman, Ma," Dewi melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah enam sore. Itu artinya beberapa jam lagi mereka akan pergi untuk melamar kekasih Rasya yang akan menikah sesegera mungkin. "Kamu diam di rumah!" Faraz justru tidak peduli dengan ucapan mamanya dan melewati mamanya begitu saja. Dewi terlalu jengah dengan sikap anaknya yang sialan ini. Dia sudah kesal ketika Faraz ketahuan menghamili anak orang, ditambah lagi jika kenyataannya Nila bisu. "Keluar dari rumah ini, Mama coret dari daftar warisan," Faraz berbalik karena tidak percaya dengan kata mamanya barusan. Dia yang selama ini menjadi anak kesayangan justru akan dicoret dari daftar warisan, yang di mana dia akan menjadi gelandangan nantinya hidup sendirian tanpa punya barang mewah lagi. "Ma, kenapa Mama egois banget semenjak aku nikah?" "Kenapa kamu nggak pernah bisa perhatian sama istri kamu? Nila sakit, apa kamu pernah nanyain dia? Pernah nggak kamu sekali aja lihat dia? Kamu masih punya otak kan? Jangan hanya karena nafsu kamu yang dulu pernah buat hidup dia berantakan seperti sekarang ini. Kalau memang kamu nggak bisa untuk lihat dia, setidaknya kamu perhatikan kandungan dia. Sekalipun kamu nggak cinta sama dia," Faraz memutar bola matanya karena bosan setiap kali diceramahi mengenai Nila dia memang tidak pernah sekalipun perhatian. Dia juga sebenarnya sangat enggan untuk berdebat dengan mamanya jika itu menyangkut Nila. Inilah mamanya sekarang yang lebih perhatian kepada Nila dibandingkan dengan dirinya. "Mama mau ke mana sih? Sampai nyuruh aku diam di rumah," "Rasya mau lamar perempuan," "Bianca?" "Enggak. Perempuan lain," Faraz mengangkat alisnya, kakaknya akan menikah dengan perempuan lain saat sudah bosan menikmati tubuh Bianca yang di mana perempuan itu mengkhianati dirinya dan juga kakaknya. Dia juga tidak pernah akur lagi dengan Rasya semenjak kakaknya mengakui perselingkuhan itu. faraz memang kecewa terhadap Rasya dia juga kecewa kepada Bianca karena keduanya sama saja. Kali ini apa yang dia katakan kepada Bianca sungguh terjadi, yaitu Rasya justru akan menikah dengan perempuan lain. Seburuk-buruknya pria, pasti akan memilih perempuan baik-baik untuk menjadi ibu yang baik bagi anaknya kelak. Begitulah yang mungkin sedang dipikirkan oleh Rasya. Berbeda halnya dengan dirinya yang harus menikahi perempuan bisu hanya karena hamil. Jujur saja jika dia sudah bosan juga diceramahi oleh mamanya mengenai Nila yang harus diperhatikan dengan baik. Selama ini dia memang tidak pernah perhatian kepada Nila. Dia yang tidak pernah pulang, bahkan untuk berpapasan pun dia sangat enggan. Hatinya sudah mati karena pengkhianatan waktu itu. mungkin pernikahan ini juga berlangsung karena tanggungjawab semata agar anaknya mendapatkan pengakuan. "Terserah, Mama. Aku mau pergi," kata Faraz. "Keluarlah! Jangan kembali lagi ke tempat ini, dan semua milik kamu akan Papa alihkan untuk Nila. Suka atau enggak, Papa nggak peduli dengan itu. karena Nila adalah istri sah kamu," kata Papanya yang tiba-tiba muncul membawa secangkir kopi. "Pa, kenapa sih kalian itu egois banget?" "Kamu yang egois, Faraz. Papa kan sudah bilang kalau istri kamu lagi hamil. Kamu minimal temani ke dokter!" "Maa," rengek Faraz. "Please, tolong banget dengerin, Mama, Faraz! Sekalipun kamu nggak suka, bagaimanapun juga dia adalah istri kamu," "Aku nggak bisa," "Kenapa? Kamu malu karena Nila bisu? Sekali lagi kamu bilang itu adalah alasannya, Mama serius bakalan ngusir kamu dari sini. Nggak ada yang mau dilahirkan seperti itu, Faraz. Nggak ada yang mau dilahirkan sempurna. Kamu bisa ngomong, kamu bisa dengar, kamu bisa lihat. Sedangkan dia apa? Dia mau ngomong aja susah, tapi apa pernah dia ngeluh? Dia selalu senyum. Dia nurut, perempuan cantik yang kamu pilih dulu juga nggak bakalan pernah bisa nurut kayak dia," "Iyalah, dia nikahnya sama orang kaya. Jadi bakalan dapat bagian," Bruuush. Kopi yang tadi sedang berada di cangkir tumpah di kaos Faraz oleh papanya. "Kamu punya segalanya juga karena Papa. Jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari karena sudah bersikap seperti ini, Raz. Papa nggak pernah suka kamu mulai hina fisik orang lain apalagi mencampakkan dengan alasan fisik. Papa nggak pernah ngajarin kamu. Kamu pikir Papa nggak kasihan lihat dia? Kamu selalu caci tiap kali kamu pulang, tapi apa? Pernah nggak dia marah," Faraz membuka kaosnya sambil mengelap sisa kopi yang ada di perutnya. "Itu karena dia nggak bisa ngelawan," "Itu karena kamu nggak punya otak. Andai saja dia ngelawan apa kamu ada kuasa buat ngelak? Andai Nila bisa ngomong mungkin yang bakalan malu itu kamu, Faraz. Kamu dianugerahi suara oleh Tuhan malah untuk ngatain orang doang? Papa kasihan sama pendidikan kamu, Raz. Kamu pendidikan tinggi, tapi nggak punya hati," "Pa, aku kan sudah bilang dari awal aku nggak mau nikah sama dia," Praaaang Cangkir yang tadi dibanding begitu saja oleh papa Faraz dan kali ini matanya merah saat menatap mata Faraz. "Yang hamili anak orang siapa, Raz? Kalau seandainya kamu nggak lakuin itu sama orang. Dia nggak bakalan hamil," "Aku cuman sekali, Pa. itupun mabuk, masa iya langsung jadi?" "Sarah ada buktinya dan bilang bahwa satu-satunya pria yang sudah nyentuh bahkan kamu juga yang renggut kesucian Nila. Kamu mau ngeles gimana lagi sih? Mama nggak habis pikir sama anak kayak kamu, Faraz. Apa sebenarnya yang buat kamu seperti ini?" Faraz terkekeh. "Kenapa nggak mama tanya aja sama anak kesayangan Mama yang berselingkuh di apartemen Bianca. Mereka berdua berhubungan suami istri, padahal sebentar lagi aku sama Bianca mau nikah. Apa aku salah jika mabuk? Aku nggak sadar lakuin itu kepada Nila. Bayangkan aku sayang sama Bianca, tapi ketika masuk ke apartemen dia, aku lihat anak kesayangan Mama di sana dengan bangganya menikmati tubuh Bianca," "Itu karena perempuan pilihan kamu yang murahan. Kalau dia nolak, nggak bakalan terjadi seperti itu," bela papanya. "Bagus, kalian belain dia. Itulah alasan aku malas pulang ke rumah dan ngajak Nila tinggal di luar. Tapi sayangnya Mama sama Papa begitu keras kepala biarin dia di sini," "Papa nggak setuju kamu tinggal di luar. Yang ada kamu gugurin anak kamu," Faraz tersenyum, "Begitu baiknya anak kesayangan kalian cuci otak kalian sampai mikir aku bakalan ngelakuin hal yang kayak gitu ya? Hebat banget tuh orang sampai bisa ngeracunin pikiran kalian. Jujur aja aku juga muak di sini. Aku bakalan bawa Nila pergi nanti," "Nggak," "Bawa asisten untuk awasi Nila! Kalau aku terbukti gugurin anaknya, Papa sama Mama bisa bunuh aku. Ambil semua yang aku punya sekarang ini. Aku nggak butuh ini, Pa. Aku cuman kecewa punya kakak yang sudah hancurin kebahagiaan adiknya sendiri. Aku mabuk, Ma, Pa. Aku pikir yang tidur sama aku itu adalah Bianca. Tapi sayangnya aku nggak sadar dan itu adalah Nila," kata Faraz yang kemudian kembali lagi ke kamarnya. Faraz mandi dan langsung berganti pakaian. Dia kemudian ke kamar Nila dan melihat perempuan itu seperti yang diberitahukan oleh orang tuanya tadi. Dia juga harus menemani Nila malam ini selama mereka melamar perempuan yang akan dinikahi oleh Rasya. Perlahan, dia masuk sambil memejamkan matanya dengan begitu ragu. Tiba di sana, dia melihat perempuan itu tengah tertidur dengan plester penurun panas di dahinya yang menempel. "Kamu masih terlalu kecil untuk ngerasain ini, Nila. Puas kamu? Kamu dibelain semua orang. Andai kamu di posisi aku, apa yang bakalan kamu lakukan?" Faraz kesal ketika semua orang memojokkan dirinya mengenai kesalahan itu. pasalnya dia juga tidak tahu waktu itu adalah Nila. Karena mabuk berat, dia tidak tahu apa yang terjadi. Dia mencoba mencerna ingatan dulu ketika dia memperkosa Nila. Tapi justru dia tidak bisa ingat lagi. "Seberantakan ini ya Tuhan." Author tidak akan bosan-bosan mengingatkan kalian untuk vote dan juga tambahkan ke perpustakaan kalian. Maaf untuk beberapa hari ini author agak sedikit sibuk. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD